20. Pertukaran Tidak Sepadan

23 12 2
                                    

Rasanya lebih baik sekarang. Meskipun tidak ada yang mendengarnya, setidaknya aku telah mengeluarkan apa yang selama ini terbelenggu di dalam benakku. Aku memang sudah merasa sangat jenuh. Melihat setidaknya 100 macam penderitaan dari individu yang berbeda-beda dalam satu hari, mempelajarinya, lalu memberikan keputusan. Hal itu telah kulakukan selama sembilan ratus tahun lamanya.

Aku sudah puas melihat berbagai macam jenis manusia, lalu apa lagi yang bisa aku dapatkan? Aku memang mulai merasakan kembali bagaimana menyenangkannya pekerjaan ini. Tapi… hal itu terjadi karena aku tengah mencari jawaban apakah menerima tawaran Hadesz atau tidak. Jika aku sudah memberikan jawaban apapun itu, aku akan kembali menjalani kehidupan yang hanya diisi dengan mengakhiri hidup manusia.

“Kita bertemu di sini lagi, Niervana. Aku pikir kau akan mengalami trauma setelah kubuat terjun bebas dari sini.”

Portnosz, dia pasti mendengar keluh kesahku tadi. Dia benar-benar datang di saat yang tepat. Saat ini, aku tengah kesulitan menjaga emosiku agar tidak melewati batas. Kalau dia ingin mengajakku bertarung, aku akan meladeninya. Walaupun kalah, setidaknya aku telah melampiaskan emosiku.

“Hal sekecil itu tidak mungkin membuatku trauma, Tuan Portnosz.”

“Bagus lah kalau seperti itu. Artinya, kau bersedia jika menerimanya lagi, bukan?”

Iya, aku sudah siap. Datang lah ke sini dan terima lah luapan emosiku. Tatapan matanya yang selalu terlihat meremehkan orang lain, membuatku semakin ingin memukulnya.

“Tidak jadi. Aku mengurungkan niatku. Sepertinya, kali ini kau tidak akan diam saja menerima pukulanku. Kau terlihat sangat siap melawanku habis-habisan. Apa aku benar?”

Ah… niatku sepertinya terlalu mudah dibaca. Kalau dia sudah tahu, rasa ingin melampiaskan emosi mendadak hilang. Rasa penasaran lah yang kini muncul. Aku ingin tahu apa alasannya dia bisa berada di hutan yang sama denganku dan Cassandra. Sebelum itu, berbalik badan menghadap ke arahnya terlebih dahulu agar terlihat sopan.

“Kita bertemu lagi, Tuan Portnosz. Aku melihatmu di hutan beberapa jam yang lalu. Walaupun hanya sekilas, sepertinya itu sudah cukup dianggap sebagai sebuah pertemuan.”

“Saat aku baru tiba di hutan itu, aku melihatmu dan Cassandra. Baru satu menit mencari tahu apa yang sedang kalian lakukan, kalian langsung pergi entah ke mana.”

“Kau mengikutiku?”

Portnosz tertawa sambil menyandarkan badannya pada tiang besi menara. Sudah cukup sulit bagiku menahan emosi yang sebelumnya aku rasakan, sekarang harus ditambah dengan suara tawa Portnosz yang terdengar menyebalkan.

“Di hutan itu muncul Metafora Anomali berukuran besar, Niervana. Sepasang Dewa Kematian dan Asisten Pribadi Dewa yang sedang memadu kasih hanya kebetulan saja berada di sana. Lagipula, apa untungnya bagiku mengikutimu?”

Benar juga. Aku memang merasakan adanya aura makhluk astral yang sangat pekat sesaat sebelum kami pergi. Aku pikir hal itu wajar terjadi karena banyaknya makhluk astral bersemayam di hutan. Rasa malu tak terbendung lah yang sekarang memenuhi diriku.

“Niervana. Apakah kau mengerti kenapa aku memukulmu dan mengatakan hal itu?”

Bukannya sudah jelas? Dia melakukan hal itu untuk mengancamku, bukan? Kalau dia menganggap itu sebatas gurauan seperti kebohongan yang aku katakan pada Tarusanu, aku benar-benar tidak memahami dan tidak suka dengan selera humornya.

“Apa aku harus menjawab hal yang sudah jelas seperti itu?”

“Sudah jelas? Apa maksudmu… aku melakukan hal itu karena ingin mengancammu? Kalau kau berpikir seperti itu, kau sama bodohnya dengan makhluk yang aku bunuh beberapa belas jam yang lalu di hutan.”

Nier dan Semua Sel Saraf yang Telah Mati RasaWhere stories live. Discover now