💌

46 4 2
                                    

Semarang, 29 September 2020

Untuk kakak tingkat dengan ikat kepala berwarna merah muda,

Kak, bagaimana kabarmu?
Aku harap Tuhan selalu melindungimu dimanapun kamu berada. Maaf, ragaku tidak mampu mempertemukan rindu. Bahkan surat ini tidak mampu aku berikan langsung kepadamu.

Sudah 2 tahun berlalu, tapi kenangan bersamamu masih segar dalam ingatanku. Sapaan hangat darimu kala itu berhasil membuat netraku terus menatap kearahmu. Hari-hari masa pengenalan kampus terasa sangat menyenangkan. Aku selalu bersemangat, bersiap untuk menemukan sosokmu diantara ribuan manusia.

Entah, apa yang terjadi saat itu. Semuanya terasa seperti mimpi. Jemarimu menarik lembut saat acara mulai memasuki puncak. Ricuh, begitu aku menangkap suara teriakan disekelilingku. Namun, kamu dengan setia menggenggam tanganku. Seolah mengatakan bahwa aku harus menikmatinya, bersamamu tentunya.

Rasanya tak cukup waktu
Terlalu cepat berlalu
Soreku nyaman denganmu

Genggaman tanganmu semakin erat, saat lirik itu mulai menari di kepalaku. Senyummu mengembang, seakan membiarkan lelahku terbang. Netraku tak melepaskan manik asing milikmu. Aku kagum.

Menarilah denganku
Genggam tangan cokelatku
Berputar-putar denganku

Sore itu, tubuhku tidak seperti biasanya. Begitu ringan, bahkan senyumku terus terukir. Kamu, menarikku keluar dari zona nyaman.

Dibawah senja untuk pertama kalinya, aku sadar apa yang aku rasakan. Aku telah jatuh hati pada sosok yang sampai sekarang tidak kuketahui namanya.

Kak, sudah 2 tahun berlalu. Dan rasa berdebar itu tidak pernah hilang setiap aku menatap potret lusuh itu. Setiap lirik dan detik aku masih tersenyum mengingat momen singkat kita. 

Andai, surat ini sampai ditanganmu. Aku tak berharap banyak, hanya setidaknya kamu mengingatku. Dan jika Tuhan berkehendak, membiarkan kita bertemu.

Tertanda, gadis berkucir dua.
Rena.

Surat tanpa namaWhere stories live. Discover now