Part 4 Apatis

4 0 0
                                    

Semenjak Ryani menerima cintaku, hari-hariku dipenuhi oleh pelangi. Begitu indah  dengan sembulan bunga-bunga bermekaran di hati. Tak dapat kupingkiri, kehadiran Ryani bak oase jiwa bagiku.

Ryani ... wanita yang belum pernah aku temui secara nyata, namun hadirnya mampu mengubah duniaku. Aku bisa gila jika harus kehilangan dia, tetapi aku juga bisa menjadi orang yang sangat baik jika ia tetap bersamaku.

Keinginanku untuk datang ke negaranya semakin kuat, tak peduli dengan biaya yang harus aku tanggung. Telah berbulan-bulan kukumpulkan sebagian gaji dari rumah sakit dan sisanya aku berikan kepada Ammi. Aku hanya memegang secukupnya untuk perjalanan.

Terkadang untuk menghemat pengeluaran, aku harus berjalan kaki menuju tempat kerja. Tak habis akalku, jika ada sepeda motor yang lewat, maka aku menghentikan dan menumpang hingga arah sudah tak sejalan lagi.

Ya, aneh memang. Hanya untuk menuju tempat kerja terkadang harus naik turun berganti tumpangan bisa sampai tiga empat kali. Demi siapa lagi kalau bukan demi Ryani, si cewek sombong yang akhirnya takluk pada Pangeran Kashmir.

Kembali senyumku tersungging, kemudian sudut netra melirik gawai yang hanya ramai dengan banyaknya notifikasi grup chat. Ryani tak ada di sana, karena ia tak suka masuk ke dalam grup yang isinya hanya sekedar ngobrol. Tiada guna, katanya.

Terbersit ingin memasukkan dia ke grup untuk kuperkenalkan pada semua orang bahwa dia adalah kekasih hatiku. Aku tahu ia akan marah jika menambahkan dia ke grup tanpa ijin. Dia masih tetap sama, selfish.

Tanganku segera menyambar gawai yang ada di atas bantal, membuka layar dan menemukan nomor Ryani.

[Assalamu'alaikum.] Kukirim chat pertama dengan salam, berharap ia akan segera menjawab.

Ryani memang begitu. Jika hanya disapa dengan sapaan 'Hi', maka ia tak akan menjawab. Namun, jika disapa dengan salam ia akan segera menjawab.

Benar saja,  selang beberapa menit kemudian chat sudah mendapat balasan. Tentu saja membuat pendar bunga bermekaran di mana-mana.

[May I add you to the group?] tanyaku dengan hati-hati, tak ingin membuat ia marah.

[What for?]

[Accompany me there.]

[Don't you have lots of friends there?]

[I have but I want you in there with me.]

Dia terdiam tak menjawab lagi. Kulihat ia off data kembali. Oh My God ... hanya sekedar masuk grup saja dia teramat alot. Sampai segitunya dia apatis.

Begitu dingin sikapnya, mengalahkan dinginnya kutub selatan. Ia berubah 180 derajat, tak seperti dulu saat pertama aku mengenalnya di grup visa.

Ryani yang dulu pernah aku kenal adalah wanita super ramah. Selalu mengasyikkan jika diajak bicara. Tapi semenjak aku mengejar cintanya, justru sikap buruk yang selalu ia berikan padaku.

Cinta memang mampu mengubah segalanya. Bukan salah rasa di hati, melainkan pribadi dari yang merespon rasa itu sendiri. Jika ia tak mampu mencintaiku dari hati, maka selamanya apa yang aku lakukan tak akan pernah benar di matanya.

Ryani terus saja menganggapku gila dan penuh obsesi. Bahkan beberapa temannya mengira aku seorang psikopat yang mengerikan. Sungguh ironis, seorang pejuang cinta mereka sebut sebagai psikopat.

Sejatinya aku tak peduli apa kata mereka. Bagiku Ryani yang utama menjadi tujuan hidup dan bagian dari masa depanku.

Untuk menghibur diri, kucari video lagu romantis untuk diupload ke status whatsapp. Setelah itu seperti biasa melihat status teman lainnya. Bola netra membeliak kala terhenti pada video di status Ryani.

Langit BadshahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang