1 years

7 2 1
                                    

Satu tahun berlalu semenjak Jaemin menyatakan perasaannya.

Jaemin berjalan linglung dijalanan. Pagi Hari itu dia merasa mengantuk. Dia mengacak ngacak rambutnya dan menampar pipinya. Berusaha mengusir rasa kantuk itu.

"OI ANAK KURANG AJAR, KO LU GA BANGUNIN GUA SIH!"

Teriakan itu berasal dari belakang punggungnya. Lee Jeno, pemilik suara itu terengah engah. Jaemin hanya melirik sekilas.

"Udah gua bangunin tadi, lu malah tidur lagi. Masih untung nenek sayang banget sama lu. Bahkan lagi di RS aja dia tetep nelpon nelponin elu terus sampe lu bangun. Dasar beban keluarga."

Jaemin menjawab dingin. Seperti biasa.
Seperti tidak ada semangat hidup.

Jeno menggaruk garuk kepalanya. Mereka berdua berjalan menuju sekolah baru mereka. Tentu saja bukan SMP lagi, tapi menuju SMA baru mereka.

Jaemin jeno lulus dengan baik. Mereka masuk sekolah di SMA yang baik pula.

Jeno masih menggaruk garuk kepalanya. Membuat Jaemin risih.

"Apaan si goblok jangan garuk garuk. Risih gua. Belom mandi lu? Atau kutuan?"

Jeno memandang Jaemin sambil nyengir kuda. Dia masih menggaruk rambutnya.

"Gua tadi ga Mandi biar bisa nyusul elu. Sikat gigi doang. Btw, lu inget ga kapan terakhir kali gua keramas? Gua lupa"

Jaemin memijat pelipisnya. Sulit dipercaya mereka kembar. Padahal sikap mereka berbeda 360°.
Jaemin si bersih , Jeno si jorok. Jaemin pendiam, jeno hiperaktif kaya monyet Lepas kandang.
Kesamaan mereka cuma dua, sama sama ganteng. Keduanya juga pintar luar biasa.

"Lu semalem tidur jam berapa anjir"

Jeno bertanya pada jaemin yang masih terlihat linglung mengantuk.

"Jam Dua. Gua semalem belajar."

Jeno melongo.

"Lah tolol, kan kita cuma ulangan fisika satu bab. Ngapain lu belajar lama lama??"

Jaemin memincingkan matanya.
Memandang Jeno dengan tatapan meremehkan.

"Itu bedanya gua ama lu. Gua sekali belajar totalitas, ga kaya lu yang belajar cuma baca baca doang. Gua mah ngerangkum , ngapalin rumus banyak sampe rumus cadangan, ngapalin susunan zat. Terus gua pahamin. Itu baru namanya belajar"

"Yaaaa cara belajar orang kan beda beda ngab, lagian nilai gua tetep bagus kan"

Jeno meniju lengan Jaemin. Jaemin memegang bisepnya yang ditinju Jeno.

"Terserah lu deh, susah emang ngajarin sapi laut"

"Eh anak bangsat"

Jaemin tersenyum tipis. Menjahili Jeno selalu menyenangkan baginya.

"Woi Jaeminus , Liat tuh ada cewe lu"

Jaemin yang sedang menunduk, langsung mengangkat kepalanya.

Rambut panjang dan tubuh mungil Jihan Laskara membuat senyum Jaemin mengembang dia langsung melompat Dan bersenandung. Kaya anak kecil dapet sepatu baru, padahal tadi dia linglung masih ngantuk.

"Bucin lu anjir"

Jeno menoyor kepala Jaemin.

"Iri? Bilang bos! Hahay"

Jeno hanya tersenyum kecil melihat adiknya. Dia merasa senang Jaemin kembali bersemangat.



Jaemin secara tidak sengaja satu SMA dengan Jihan, jihan memilih SMA terbaik karena dia ingin mendapat kemudahan akses untuk kuliah. Jaemin waktu tahu Jihan satu SMA dengannya , langsung murah senyum banget.

Selama satu tahun lamanya, Jaemin sama sekali tidak bisa melupakan Jihan. Dia juga memperbaiki penampilannya menjadi semakin tampan.
Jaemin berpikir dia ingin membuat dirinya tampan agar Jihan menyukainya. Tapi bahkan Jihan sama sekali tidak meliriknya.

Jaemin tidak bisa menghapus pikirannya dari Jihan. Dia selalu ingin gadis itu tertawa bersamanya dan menatapnya. Dia masih ada perasaan kepada Jihan, dan Jaemin sadar akan fakta bahwa dia masih menyukai Jihan.

Sudah banyak perempuan dia Tolak, Jaemin menjadi incaran anak anak perempuan disekolahnya. Mulai dari dikasih coklat, bunga, sampai ada yang ngasih bekal. Semua Jaemin tolak, kecuali Coklat. Karena Jaemin suka memberi Jeno coklat dengan alasan:

"Sapi laut itu perlu banyak coklat, kalau ngga ntar jadi dongo"

Jeno sih senang senang saja dikasih coklat. Meski dia harus menerima Ejekan dari Jaemin.

Tentu saja semenjak Jaemin menembak Jihan, mereka tidak bicara lagi. Di liputi canggung, meski mereka sekelas dan kadang sekelompok. Mereka benar benar tidak berbicara lagi.

Jaemin merasa melihat Jihan sehat dan tertawa bersama teman temannya saja sudah cukup. Entah berapa lama lagi dia harus menahan perasaannya, yang jelas asal dia bersama Jihan, semua akan baik baik saja.





Jaemin masuk ke kelas bersama Jeno. Jaemin duduk disebelah jeno, dan jeno duduk di sebelah kursi dekat jendela, tempat Jihan biasanya duduk.

Dari tempatnya Jaemin bisa memandang Jihan sepuasnya tanpa ketauan, Jeno yang berada di tengah tengah mereka merasa menjadi nyamuk. Tapi dia tidak peduli, asal dia tetap bisa belajar dengan tenang. Toh, Jaemin hanya ingin memandang Jihan.

Jihan sudah duduk dikursinya dan sedang membaca materi untuk ulangan, sinar matahari pagi membuat mata coklatnya lebih bersinar.

Jaemin tersenyum lebar, mata Jihan memang benar benar indah.

"OI SHAK!"

seseorang memanggil cowok yang baru datang, mata Jihan langsung berbinar melihat cowo di Pintu kelas yang sedang bercanda gurau dengan orang yang memanggilnya tadi.

Sakha, Dia adalah cowo beruntung yang disukai Jihan.
Jaemin mengetahui itu karena Jihan selalu menatap Sakha, cara menatapnya berbeda. Itu tatapan orang jatuh cinta, tatapan yang dia harapkan hanya untuknya.

Jihan dan Sakha dekat, mereka satu tempat les bersama dan sering bercanda gurau bersama. Jaemin juga yakin Sakha menyukai Jihan, Sakha hanya menunggu waktu yang pas. Tinggal soal waktu hingga Sakha menembak Jihan, dan mungkin itu akan menjadi mimpi buruk Jaemin.

Jaemin menghela nafas, mengeluarkan buku paketnya dan mulai mengisi latihan soal. Dia melihat Sakha menghampiri Jihan dan duduk di depannya. Mereka bersenda gurau sambil membahas soal fisika.

Mesra sekali.

Jaemin membawa buku paket dan alat tulisnya, dia hendak ke atap. Toh jam pelajaran masih setengah Jam lagi. Dia bisa duduk diatap sambil mengerjakam latihan soal. Daripada melihat Jihan Sakha bermesraan.

Jeno hanya melirik sekilas, dia tau Jaemin berusaha menjauh. Jeno tidak mencegah, dia kembali kepada latihan soalnya.






Jaemin membuka pintu di atap, pintu yang tak pernah dikunci kecuali saat malam. Atap merupakan tempat sempurna untuk menyendiri. Mungkin orang malas untuk naik banyak tangga hingga ke atap.

Jaemin menghirup nafas dalam dalam, dia duduk di tempat teduh dan memandang ke depan. Angin sejuk menerpa wajah tampannya.

Dia menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Merasa frustasi.

Dia hanya ingin memiliki Jihan. Tapi Jihan tidak ingin dia miliki.
Jaemin bersandar pada tembok. Membayangkan Sakha adalah dia, agar bisa bercanda tawa bersama Jihan.

Sakha adalah cowok biasa, dia cukup terkenal karena anaknya ramah dan humble. Dia tidak setampan Jaemin, tapi dia lebih berkarisma.

Melihat orang yang kamu suka bersama orang lain, apalagi mereka bahagia bersama, Adalah sebuah ujian yang lebih rumit dari Fisika dan matematika.











"Adek gua bucin, gua kapan? Jodoh gua dimana si astaga"

-Lee Jeno
















Jangan lupaa vomentnyaaaaa










Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Oct 14, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Her Eyes.Onde histórias criam vida. Descubra agora