|| Bagian Lima

17 9 0
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND KOMEN GUYSS

HAPPY READING!!!!

"assalamualaikum bunda, Tifa datang ni Bun. Tapi Tifa datang gak sama ayah, ayah lagi ngurus istri barunya, hehehe. Gak kok Bun Tifa bercanda. Ayah lagi nemenin mama Meira Bun, tadi mama Meira pingsan. Tifa yakin kalau cuma pura-pura doang. Bunda gimana kabarnya?" Tifa menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak tumpah sekarang.

"Bunda bahagia kan disana?, Bunda kenapa gak ngajak Tifa sih, aih Tifa marah sama bunda. Ehh gak jadi deh, Tifa mana bisa marah sama bunda. Nanti bunda gelitikin perut Tifa lagi, kek dulu." Tak terasa air matanya turun saat sedang bercerita. Varo mendekat dan mengelus punggung belakang Tifa, menenangkan.

"Oh iya, Tifa Sampai lupa. Tifa kesini sama orang baru Bun. Gak tau Nemu dimana, bentar Bun, Tifa inget inget dulu." Masih dengan celoteh Tifa, dan mencoba berfikir dimana dia jumpa Varo.

"Haaa, ingat Bun. Di kolong jembatan lampu merah Bun. Hehe, gak kok Bun. Jangan marah dong, Tifa jumpa manusia baru ini di panti pas lagi kunjungan. Okeee cukup sampai situ pembahasan orang baru ya bun. Bunda jangan khawatir sama Tifa, Tifa kuat kok. Selagi Tifa bisa, Tifa bakal bertahan. Tapi kalau bunda mau ngajak Tifa sekarang Tifa mau kok, hehe."

"Biar aja si manusia baru ini sendirian. Oh'iya Bun, nanti kalau Tifa udah gak kuat bunda jangan marah kalau Tifa yang nyusul bunda tanpa bunda minta. Tifa takut gak bakal lama Bun. Yaudah Tifa mau pamit, kalau lama-lama nanti mama Meira marah" ucap Tifa dan selanjutnya berdoa. Setelah berdoa Tifa mencium batu nisan bundanya. Lalu pergi meninggalkan pemakaman.

"Lo tunggu mobil bentar, gue mau ngomong sama bunda lo" ujar Varo. Tifa menuruti dan langsung ke mobil.

"Assalamualaikum bundanya Tifa, saya Varo. Saya bukan orang yang bisa ngerangkai kata-kata Bun. Jadi intinya saya akan menjaga putri bunda, walaupun bunda bakal marah kalau bunda tau saya siapa. Tapi saya berjanji akan berusaha sebaik mungkin. Karna cuma putri bunda yang berhasil mencuri perhatian saya. Saya pamit. Assalamualaikum" setelahnya Varo menyusul Tifa yang berada di kap depan mobil.

"Udah? Mau kemana lagi bee?" Ucap Varo saat sampai di depan tifa. Wait, dia manggil tifa dengan sebutan apa?? Bee? Lo pikir dia lebah apa?

"Bee?" Cengok Tifa. Ayolah, walaupun Tifa pintar. Bukan berarti dia gak lemot. Dan bahkan kelemotannya buat orang terdekat naik darah.

"Panggilan sayang. Atau mau ganti?" Tawar Varo.

"Ganti lah goblok, geli banget" jawab Tifa cepat

"Mau apa?. Sayang?,beb?, Darlin?,sweety?,mas?" Cukup!!!. Mendengar semua nama yang di sebut Varo  membuat Tifa ingin muntah. Ayolah ini hanya sebutan sayang saja, kenapa harus selebay itu?.

"Mending yang awal aja, mau muntah tau gak denger yang Lo bilang tadi" jawab Tifa dengan wajah yang dibuat ingin muntah

"Oke bee" Varo tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Ya Tuhan, ganteng banget siii. Gak kuatt.

"Langsung pulang aja deh" kata Tifa dan di angguki oleh Varo.

Sampai dirumahnya, Varo tidak langsung pulang. Dia menawarkan diri untuk bertemu ayah Tifa. Lalu bagaimana respon Tifa?. Sudah pastiii, ingin mati. Bagaimana tidak? Mungkin ayah bakal ngizinin dengan segala pertimbangan. Tapi Meira? Liora? Ohh tidak semudah itu Fergusoh.

Fyi, Liora anak dari Meira dan suami lamanya. Yah, Aldo menikah dengan janda anak satu. Dan anak itu terpaut beda beberapa bulan dengan Tifa. Kalau Tifa bulan februari, maka Liora bulan Mei.

"Gimana?" Tanya Varo yang masih menanti persetujuan dari Tifa.

"Jangan sekarang deh, gue capek banget" elak Tifa

"Oh yaudah, gue pergi dulu" tampak raut kecewa dari Varo. Tifa sempat melihat itu dan memilih masuk kedalam rumahnya.

Saat masuk rumah sangat sepi. Mungkin mereka sedang di kamar masing-masing?, Batin Tifa.

Memilih berjalan ke kamarnya, Tifa merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Sementara di halaman depan ada seseorang yang ingin bertamu. Siapa? Siapa lagi kalau bukan Varo. Memang degil anaknya. Di suruh pulang bukan pulang, malah muter balik.

Tok ... Tok

"Assalamualaikum" ucap Varo dengan senyuman manis di wajahnya.

"Waalaikumsalam, nyari siapa?" Suara berat dan berwibawa Aldo menghampiri Varo. Dan mengecup punggung tangan Aldo.

"Saya kesini mau ketemu Tifa om" ujar Varo. sopan sekali kamu varo.

"Ada perlu apa dengan putri saya?" Tanya Aldo saat sudah duduk di kursi teras rumahnya.

"Saya ada perlu dengan pacar saya om" Aldo kaget? Sudah pasti lah.

"Siapa namamu anak muda?" Ucap Aldo dengan suara yang semakin dingin dan matanya semakin tajam.

"Alvaro Dawala, om. Panggil Varo saja om" Aldo mengangguk.

"Sejak kapan kamu berhubungan dengan Tifa?" Tanya Aldo. Oke saat nya introgasi guyss.

"Seminggu yang lalu, kami bertemu di hari ke ke tiga di panti asuhan. Dan jadiannya kemarin." Jelas varo

Aldo nampak menimang-nimang.

"Pisau?, jarum?, Kapak? Martil? Atau suntikan?" Daebak!!!. Dari mana camer tau?. Padahal varo tidak menunjukkan gerak-gerik mencurigakan.

"Maksudnya om?" Berusaha senetral mungkin.

Aldo tersenyum miring.

"Jangan pura-pura tidak mengerti anak muda. Kamu tau betul apa maksud dari saya." Aldo tertawa dalam hati. Ya, Aldo bisa membaca gerak-gerik dan hati orang dengan menatap matanya.

"Ya" akhir dari kata varo sebelum Aldo menyuruhnya untuk pulang.

What the hell?. Kenapa disuruh pulang woi?
Di restuin apa gak ni?. Atau ditolak buat pacaran?

*
*
*
*
*
Haii.

Gimana?, Garing kan?

VOMENT JANGAN LUPA!!!

Makasih, dan bay

TIVARO!!Donde viven las historias. Descúbrelo ahora