4. THE INVISIBLE THINGS - LAUV

539 59 2
                                    

It's the invisible things, that I love the most
It's the way that I feel, when I hold you close
Cause everything else, it comes and goes
It's the invisible things, that I love the most
So let me hold you close

.
.

Iris gelap menatap kosong ke balik jendela kaca. Riuh rendah suara berputar tanpa henti di sekeliling, tapi ia tetap bergeming, terpaku pada apa yang sebenarnya bahkan tidak ia ketahui sama sekali. Kepulan asap dari cangkir kecil di depannya telah lama menghilang, tapi ia masih tetap di sana. Tidak bergerak, statis, seolah mati.

Alunan musik klasik bernuansa lembut masih terdengar, si pemilik cafe memang selalu sengaja memutarnya sepanjang waktu. Toh ia sama sekali tidak keberatan, sekalipun itu sama saja menggores luka, semakin melebar hingga tidak tahu bagaimana lagi akan kembali menutup.

Choi Soobin hanya telah terbiasa dalam sunyi, sekalipun hati sebenarnya mendamba yang lain. Hanya saja, yang begitu diinginkannya ada di waktu yang sudah dilewati terlampau jauh.

.
.
.

Suara jangkrik sesekali terdengar, diiringi hembusan angin yang terasa hangat. Menyusuri jalanan di musim panas jelas adalah pilihan buruk. Diam seharian di kamar dengan pendingin yang menyala maksimal saja tidak menjamin udara panas itu pergi, tapi ia malah dengan bodohnya berdiri di luar dengan terik matahari yang menyengat kulit dan bulir-bulir peluh yang senantiasa mengalir turun.

Ini jelas sekali bodoh. Sialnya, ia juga sebenarnya yang paling bodoh di sini.

Anak di depannya masih berjalan dengan semangat yang tidak luntur sama sekali sejak kaki mereka menjejak di halaman rumahnya. Langkahnya ringan, dan lantunan nada acak sesekali terdengar dari mulutnya. Senyumnya masih sama lebarnya dengan ketika ia mengajaknya bermain di luar, tapi bahkan saat ini mereka tidak punya tujuan sama sekali.

"Beomgyu-ya, ini sudah jauh sekali dari rumah kita, tapi kita sedari tadi hanya berjalan tidak tentu arah. Minimarket ujung jalan bahkan sudah kita lewati tiga kali."

Soobin hanya ingin terlepas dari teriknya matahari yang menyengat, lebih daripada itu ia hanya rindu kamarnya yang dingin serta ranjang dan bantalnya yang nyaman.

Anak yang berjalan di depannya berhenti, menoleh lalu menatapnya heran. "Kita kan memang tidak ada tujuan. Kubilang kan hanya mengajakmu bermain, soal tujuan tidak jadi soal. Tidak kemana-manapun, selama di luar aku tidak masalah."

Choi Beomgyu dan tingkahnya yang kadang sungguhan minta ditabok.

Soobin menepuk keningnya perlahan. Ia lupa, anak ini memang sering kali sangat di luar dugaan---kalau tidak random ya menyebalkan, atau malah gabungan keduanya. Heran saja ia masih bisa tahan beberapa tahun jadi temannya.

"Serius, hyung, aku tidak tahu kita harus kemana, tapi aku juga tidak mau diam saja di kamar seharian. Liburan musim panas masih tersisa dua minggu, tapi aku tidak mau pengalaman liburanku isinya hanya kamarku, kamarmu atau rumah saja. Itu kan membosankan."

Yang lebih muda merengut. Bocah sekolah dasar tingkat akhir itu memang bukan tipe anak yang bisa diam dalam jangka waktu yang lama. Bisa duduk tenang di meja makan saja sudah rekor hebat.

Soobin menarik nafas perlahan. Beomgyu yang merajuk bukan seseorang yang ingin ia hadapi di saat kepala sedang panas seperti ini. Bukannya membuatnya tenang, salah-salah mereka hanya akan berdebat.

SOOGYU : OUR SONGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang