S(mile)

2.6K 274 14
                                    

Haechan pikir ia akan melewati hari ini dengan lancar dan penuh senyuman seperti kemarin, tapi ternyata dugaannya salah. Bahkan ini belum sampai 30 menit ia berada di kampus, tapi kedua bola mata jernihnya sudah menangkap sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat.

Disana ada Mark bersama seseorang yang ia kenal sangat dekat sedang bercanda dan tertawa bersama. Tatapan yang Mark berikan persis seperti apa yang pernah ia dapat selama 5 tahun. Haechan tahu ini akan terjadi, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini. Bahkan ini belum 24 jam sejak mereka putus!

"Bahkan aku tidak bisa mempercayai sahabatku sendiri", gumamnya.

Haechan menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mereka berdua sedang ada di tangga dan mau tidak mau ia harus melewatinya karena cuma itu akses satu-satunya yang ada disana. Dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya, ia mulai berjalan. Terlihat sangat tenang sekali dan itu berbanding terbalik dengan perasaannya yang kembali hancur.

Begitu Haechan berhasil menapaki anak tangga pertama, sahabatnya (atau mungkin mantan sahabatnya?) refleks menatap Haechan dengan pandangan rasa bersalah dan sulit diartikan. Begitu pula Mark yang mengikuti arah pandang pria didepannya yang sedang fokus menatap Haechan.

Haechan terlihat baik-baik saja diluar tanpa Mark tahu kalau hatinya sangat hancur.

"Haechan, a-aku bisa jelaskan", Renjun menarik tangan Haechan yang sedikit terhuyung begitu menaiki anak tangga yang lain.

Haechan berbalik badan, menatap lelaki manis itu dengan senyum tipis,"Semoga kau berbahagia"

Ah tidak, Haechan benci perasaan ini. Ia benci merasa bersalah karena mengabaikan ucapan Renjun dan menghempaskan tangan sahabatnya. Tapi ia juga terlanjur kecewa sekaligus tidak menyangka kalau salah satu orang yang paling dipercayainya bisa menusuk seperti ini.

**

Jaemin menatap Haechan yang sedang terduduk di kursinya dengan iba. Ia sudah dengar semuanya dari salah satu teman yang melihat kejadian tadi pagi. Dan ia juga sudah tahu kalau hubungan mereka telah usai kemarin.

"Jeno, aku kasihan pada Haechan", Jaemin meremat tangan Jeno tanpa mengalihkan pandangannya dari Haechan. Biasanya teman gembulnya itu selalu menyapa dengan riang dan mencubit pipi Jaemin setiap pagi, tapi untuk hari ini yang ia lihat justru hanya Haechan yang murung.

"Temanmu itu, hhh bagaimana bisa?"

Jeno mengaduh ketika remasan Jaemin di tangannya menjadi sangat kencang,"Ya aku mana tahu. Bahkan aku lebih tidak menyangka kalau Mark sudah bermain dibelakang Haechan sejak tiga bulan yang lalu"

"Keparat"

Kalau Jaemin sudah berada di mode seperti ini, yang bisa Jeno lakukan hanya diam saja. Jeno tidak mengerti perasaan Jaemin, tapi ia paham kalau kekasihnya sangat marah dengan Mark, sahabatnya.

"Sudah sana kau kembali ke kelas. Aku malas denganmu"

Tuh kan Jeno kena imbasnya.

"Tapi aku tidak melakukan apapun?"

"Tidak peduli", Jaemin mulai mendorong Jeno agar segera pergi dari kelasnya,"Hari ini aku ingin makan bersama Haechan, jadi jangan ganggu"

Jaemin membalik tubuhnya dan tidak menghiraukan Jeno yang sedang memanggil namanya berkali-kali. Benar-benar tidak peduli karena yang ingin ia lakukan sekarang adalah menghampiri dan menghibur Haechan agar anak itu setidaknya tersenyum walau hanya segaris.

**

"Kenapa tidak memanggil Jeno?"

"Tidak. Aku ingin bersamamu", Jaemin masih berusaha membuat Haechan bangkit dari tempat duduknya dan ikut makan di kantin,"Ayolah. Kau harus makan, Haechan"

The sun and his happinessWhere stories live. Discover now