Sosok Dibalik Ridwan

11 9 0
                                    

Fajar itu menyingsing dengan indahnya. Mengurai sebuah harapan indah di hati adel, harapan akan datangnya perubahan. Ya, adel berharap kehadirannya bisa merubah segalanya. Merubah tingkah Ridwan yang kasar menjadi  sabar, merubah penyakit ibunya menjadi kesembuhan, juga merubah kecemasan di hati kakaknya kemarin malam menjadi kesenangan.

“Kak Radith, adel siap bekerja untuk Ridwan” kata-kata adelia yang tiba-tiba mengejutkan Radith.

“adel serius?” Tanya Radith setengah tak percaya.

“Insya Allah” jawab adelia meyakinkan.

Radith membalasnya dengan senyum.

“Tapi sebelumnya, adel ingin tahu, kenapa Ridwan begitu membenci perempuan? Apa kakak tahu alasannya?”

“Nggak tahu dek, dari dulu Ridwan nggak pernah cerita, hanya saja tingkahnya selalu aneh di depan perempuan, ia jadi kasar dan sangat keras, padahal yang kutahu, Ridwan itu sangat lembut, meyakiti semut saja sepertinya ia tak akan tega”

“Lalu aku harus bagaimana menghadapinya? Apalagi kemarin aku menamparnya, bagaimana nanti kalau ia membalas tamparanku?”

“Hahaha, adel…adel, sekasar-kasarnya Ridwan, dia tidak akan mungkin menamparmu, apalagi kamu  adikku, dijamin tidak akan berani. Anggap saja ini ujian praktek jurusan psikologi yang kamu cita-citakan, ok?”

“Hehehe, kakakku yang satu ini memang paling pintar menyenangkan hati orang, anggap saja aku calon sarjana psikologi yang kurang beruntung, belum kuliah tapi sudah praktek duluan, it’s ok, asal kak Radith bahagia, aku juga bahagia….” adel tersenyum, tak melanjutkan kata-katanya, ia memandangi Radith, entah kenapa saat itu ada rasa yang tak biasa yang coba ia tepiskan dalam diam.

“Terimakasih dek, aku juga akan bahagia jika adel-ku bahagia” jawab Radith, membalas senyum adel.

Dan kini, tibalah hari itu, hari menegangkan yang ditunggu-tunggu adel. adel menemui Ridwan dan menyatakan kesanggupannya bekerja untuk Ridwan. Dan benar kata Radith, ternyata Ridwan tidak membalas tamparan adel, hari itu dimulai dengan tanda-tangan kontrak surat perjanjian yang isinya antara lain, bahwa adel harus bekerja selama 1 tahun dan harus ikut kemanapun Ridwan pergi, jam kerja dimulai pukul 8 pagi sampai jam 5 sore, kecuali untuk momen-momen tertentu, diperbolehkan pulang larut asalkan ditemani Radith dan itupun harus konfirmasi terlebih dahulu, menanyakan kesanggupan adel, apabila dirasa membebani, maka adel berhak menolaknya. Radith yang jadi saksi perjanjian itu pun ikut andil menandatangani surat perjanjian itu.

“Alhamdulillah, terimakasih sudah mengijinkan adikku bekerja untukmu Ridwan” kata Radith.

“Sama-sama, aku juga berterimakasih padamu Radith” balas Ridwan dengan senyum.

“Jangan padaku tapi pada adel” tukas Radith.

“Terimakasih adelia, dan terimakasih atas tamparannya kemarin, tolong jangan diulangi lagi ya” kali ini nada bicara Ridwan berubah jadi sinis dan ketus.

“Tergantung, tergantung sikapmu padaku nanti” adelia tak kalah sinis dari Ridwan.

“Hai sudah jangan bertengkar. Kalian ini partner kerja, harus kompak!” bujuk Radith pada mereka berdua.

“Oh iya, karena ini hari libur, bagaimana kalau kita jalan-jalan bertiga, kuharap dengan begini kalian berdua bisa lebih akrab, deal?” Kata Radith lagi.

“Boleh, siapa takut?” Jawab Ridwan ”Bagaimana denganmu, Mrs. Judge?”

“Enak saja, sejak kapan aku punya panggilan Mrs. Judge?”

“Sejak kamu menamparku kemarin! Heheheheh”

“Hufffftt, dasar! Itu tidak lucu!” balas adel.

☔ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛☔Where stories live. Discover now