06 | Kematian ke-6

2 1 0
                                    

,Cast

-Deandra Saskara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Deandra Saskara

-Deandra Saskara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- Olivia Khanza

-Brian William Pranaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Brian William Pranaja

-Brian William Pranaja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Sabrina Robertson
.
.
.
.

"Ma, kamu udah dengar kalo Pak Broto meninggal semalam?". Terdengar suara Papa dari ruang makan.
"Pak Broto siapa pa? Tanyaku yang baru saja duduk dan mengambil roti dihadapanku.

"yang bener lkamu? Aku jadi takut Sayang" timpal Mama yang tampak cemas. Aku tetap meneruskan kegiatanku melahap roti berselai hazelnut sambil menunggu penjelasan dari Papa.

"Kamu ingat saksi yang nemuin mayat yang kemarin? Nah dia si Pak Broto ini. Dia temen Papa, tadi Papa dapat kabar dia ditemukan mengenaskan di dekat rumahnya. Anak istrinya lagi diluar kota jadi gak ada orang dirumahnya".

"Tapikan disana banyak cctv pa? Berani banget pembunuhnya?" tanyaku tak kalah kaget.

Pembunuh itu benar-benar gila. Psiko gila. Aku nyaris membayangkan nyawaku yang bisa saja lenyap jika aku kemarin melaporkan kejadian malam itu.

"Polisi sedang meriksa kawasan rumahnya. Ada yang bilang cctvnya diretas. Pokoknya kamu harus hati-hati diluar. Kalau selesai sekolah langsung pulang aja jangan kemana-mana lagi." Papa sangat terlihat cemas. Tentu saja, hingga saat ini sudah hampir 6 orang yang tewas dibunuh di Kota ini.

***

Aku baru saja sampai di Sekolah. Suasana sekolah tampak seperti saat waktu itu. Semua membicarakan kematian saksi mata pembunuhan Ema.

Aku mulai merasa muak. Pembunuh ini meneror kota ini sebegitu gilanya. Polisi juga belum bisa menangkapnya. Hah.. melelahkan mendengar kabar kematian setiap harinya.

"Mana cepat! Ngeluarin buku aja lama banget. Cepet woy!". Kinan Shezan, perempuan itu mulai berulah di pagi hari yang harusnya berjalan dengan tentram ini. Dia menambah deretan kemuakankku.

Kinan dan para kurcacinya yang mencap dirinya geng cewek cantik terkenal disekolah ini mulai merudung Renatta si siswi baru. Sejujurnya aku ingin menolongnya. Tapi langkahku terhenti saat tangan Brian menarikku ke bangku dan menuntunku untuk duduk.

Aku menatapnya heran, dan juga semua orang dikelas ini. Apa tidak ada yang bisa menghentikannya? Ah sepertinya gelar anak ketua yayasan sekolah sangat membantu Kinan sehingga tidak ada yang berani menginterupsi kegiatan tak beradabnya itu.

Renatta tampak pasrah menyerahkan buku pr-nya, disambut senyuman kemenangan oleh Kinan dan kemudian dia menuju singgasananya untuk mencontek pr-nya Renatta.

"Apaan sih Bray? Kasihan tau" tanyaku kesal.

"Udah biar aja. Lagian dia gak apa-apain tuh anakkan? Berapakali aku bilang, jangan berurusan sama dia"

"Kamu takut sama dia? Atau karna dia mantanmu?" ujarku masih tak terima dengan sikap Brian.

Iya, Kinan adalah mantan Brian ketika SMP. Saat masa-masanya cinta monyet, dia malah jatuh cinta kepada monyet beneran. Eh maaf. Maksudku Brian sangat menyesal karna pernah berpacaran dengan Kinan. Tapi nasib baiknya, semenjak putus Kinan tak pernah berbicara dengannya lagi.

"Oliv, udah. Gak seru banget bahasannya" ucapnya lesu.

"Gapapa kok Bray, aku ngerti." Aku tertawa melihatnya. Mengelus punggungnya pelan sebagai upaya untuk membuatnya sabar menghadapi masa lalunya. Mengganggu Brian tentunya adalah kesenangan bagiku.

Aku menatap Rena sekilas untuk memastikan keadaannya. Dia hanya diam dan menusuk-menusukkan penanya dimeja. Matanya.. tak lepas menatap Kinan yang sedang tertawa bersama teman-temannya.

***

Sinar mentari masuk tanpa ragu menerobos jendelaku. Aku sedikit memicingkan mata untuk mengembalikan kesadaran.  Hari menunjukkan pukul 11 siang. Ternyata aku berhibernasi lama karena semalaman membaca novel yang ku beli beberapa hari yang lalu ditemani dengan rintik hujan malam tadi yang menenangkan.

Setelah membereskan tempat tidurku aku berniat untuk menyegarkan diri. Aku mengambil handuk dibelakang pintu kamarku sebelum menuju kamar mandi.

Ting.

Langkahku terhenti, notifikasi chat grupku berbunyi dan sekilas terlihat bulir notifikasi dilayar handphoneku.

Ketua Kelas
Kinan dilaporkan hilang.....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RINTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang