satu hari bersama Amara

141 7 1
                                    

Keadaan siang itu sangat terik, rasanya matahari tepat berada di atas kepala, sedikit berlebihan memang. Arjuna, atau akrab di sapa Juna, pergi ke cafe sekadar meneduh, sekaligus membasahi kerongkongannya. Matanya tak henti menatap sekeliling, barang kali ada hal menarik yang dapat ditemukan. Benar saja, sepasang remaja di seberang kiri mejanya mampu membuat Juna terdiam dan mengamati. Di topang dagunya, sesekali menarik nafas dalam, dan benar saja! Wajah lelaki itu di tampar oleh perempuan didepannya, sepertinya lelaki tersebut kalah berargumen.

“udahlah, kamu ngga usah ngeles lagi. Kamu emang ngga pernah bersyukur ya, udah wajah pas-pasan, masih aja sukanya nyakitin,” perempuan itu menunjuk tepat di dahi lelaki tersebut,

“elu sih, udah jelek, nyakitin lagi,” Juna ikut mengumpat.

“mulai sekarang kita putus, jangan sekalipun munculin batang hidung lu di depan gue,” wanita itu menjijing tas miliknya, lalu beranjak pergi.

Mata Juna terus mengikuti langkah wanita itu sampai keluar dari pintu kafe, sementara lelaki yang tadi di tampar hanya tertunduk lesu, kedua tangannya mengepal kuat lalu memukul meja. Juna menatap geli, bisa-bisanya lelaki itu kesal, padahal semua adalah kesalahan dia.

“amit-amit, Jun, jangan lu tiru sifat dajjal” Juna terus mengingatkan dirinya sendiri, memukul pelan kepalanya tanpa henti.

“oi, Jun, kenapa lu?” sebuah tepukan pada pundak Juna membuatnya menghentikan tingkah anehnya.

“kok lu ada disini, Nik?” bukannya menjawab, Juna malah balik bertanya.

Anik, julukan yang Juna berikan untuk Amara Nike. Mereka sempat berpacaran dulu, sewaktu Juna masih duduk di bangku SMA. Pada saat kelulusan Arjuna, mereka memutuskan untuk berpisah karena keduanya memiliki prinsip yang saling bertentangan. Sempat saling membenci meski pada akhirnya kembali berbaikan dan menjadi teman.

“mau ketemu temen gue, dia kerja disini, ngga sengaja liat tingkah aneh lu makanya gue samperin,” Amara mendudukan dirinya disebelah Arjuna, “lu sendiri ngapain nyasar kesini? Bukannya ngga suka ngafe?”

Arjuna tersenyum lebar, “neduh, Nik, abisan panas banget di luar. Naik apa kesini?”

“di anter sama si Mita, tuh dia di depan, samperin gih. Mumpung ada kesempatan, gue mau nyamperin temen gue dulu.” Amara pergi menuju pintu yang bertuliskan ‘staff only’ di belakang meja Arjuna.

Sedikit melongokan kepalanya, Arjuna melihat Mita duduk di atas motor yang sepertinya milik Mita. Dengan senang hati dan penuh percaya diri, Arjuna menghampiri Mita, berharap kali ini nasib sial tak dulu singgah pada dirinya.

“ngga masuk, Mit? Di luar panas tau,” sapa Arjuna.

“eh, Juna, disini aja deh. Lagian si Amara cuma sebentar, anterin barang doang,” Mita tersenyum manis, dan senyuman itu mampu membuat kerja jantung Arjuna tidak stabil. Ya, tentu saja Arjuna menaruh hati pada sosok Mita. Cantik, tinggi, berkacamata, poni depan yang rasanya ingin sekali Arjuna acak, lesung pipi yang menghiasi wajah tirusnya, serta tahi lalat berada di atas bibirnya. Tipikal most wanted girlfriend banget deh!

“emang kalian abis darimana? Kok pada rapi banget?” Juna tak ingin membuang kesempatan untuk bercengkrama dengan Mita.

“dari rumah kok, rencana sih mau ke rumah Ara buat kasih surprise bareng anak-anak, cuma mampir dulu kesini,” jelas Mita, “lu sendiri dari mana?”

“abis keliling-keliling cari kampus sih, tadi juga mampir ke sekolah buat urus Ijazah.” Tidak kok, Arjuna tidak bohong. Dia memang tengah mencari kampus untuk melanjutkan pendidikannya.

“wah iya, jadinya mau ambil apa, Jun? Kampus mana?” Mita tertarik akan topik ini, sekalian mencari referensi untuknya berkuliah juga.

“ada dua sih, Mit, antara Psikologi atau DKV gitu. Kalo kampus ya swasta aja, buat imbangi kerja,” Arjuna duduk di trotoar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Fallin.Where stories live. Discover now