Part 26. Seumul Yeoseot

12 4 0
                                    

Pagi sobat. Hari ini aku akan update part 26 tentang cerita Dey. Yuk ah disimak!

🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Part 26. Seumul Yeoseot
Bypuspakirana55

Langit-langit kamar berwarna putih segera menyambutku ketika membuka mata. Aku terdiam sejenak mengingat-ingat hal yang membuatku terbangun. Aku sengaja tidur lagi setelah salat Subuh karena tadi malam baru terlelap menjelang pukul dua. Aku sedang semangat memperkenalkan produk Kireina kepada teman-teman dan kerabat. Tadi malam aku keasyikan membungkus produk-produk untuk dikirimkan kepada mereka. Mengingat itu dadaku mengembang seketika.

Begitu aku merasa puas dengan contoh produk dari pemasok, aku segera memesan dalam jumlah terbatas. Sebelum menjual produk tersebut, aku perlu melakukan uji pasar dulu, apakah produk Kireina diterima oleh target pasar yang sudah kutentukan sebelumnya. Karena inspirasinya datang dari Hara, maka aku setelah berdiskusi dengan teman baikku itu, memutuskan target pasar Kireina adalah perempuan berusia antara 20 hingga 35 tahun. Penentuan target pasar ini sangat penting dan perlu dilakukan di awal berbisnis.

Dengan mengetahui target pasar, maka aku jadi tahu hasil perawatan wajah dan kulit seperti apa yang perlu disediakan oleh bisnisku. Biasanya ada dua masalah besar untuk wajah dan tubuh bagi target pasarku, jerawat dan warna kulit gelap. Jadi Kireina akan menyediakan produk perawatan khusus untuk menghilangkan dan mencegah jerawat serta membuat warna kulit menjadi lebih cerah.

Dengan mengetahui target pasar juga, aku jadi tahu cara-cara pemasaran yang efektif. Aku sudah menyiapkan akun Instagram dan YouTube untuk keperluan penjualan. Dua media sosial itu sekarang ini dianggap kolam paling besar untuk meraih pelanggan dengan target pasar Kireina. Tinggal pengelolaannya yang sedang kupikirkan. Aku tidak mungkin mengelolanya sendirian selama masih bekerja di Pro Life.

Aku tersentak dan menoleh ke arah pintu saat terdengar ketukan. Sepertinya ini bukan ketukan pertama, bisa jadi ketukan sebelumnya yang membangunkan tidurku. Siapa sih pagi-pagi di hari libur sudah mengganggu istirahatku?!

Ketukan terdengar lagi. Aku mengembuskan nafas keras sebelum bangkit dan menyeret kaki mendekati pintu.

“Selamat pagi, Dey! Lari, yuk!”

Aku tertegun menatap wajah segar Pak Ardi yang tersenyum dan siap dengan baju larinya: kaus abu-abu tua, dengan ukuran slim fit seperti biasa; celana training hitam longgar; dan sepatu sport silver. Sesungguhnya pemandangan yang memanjakan mata kalau saja tidak datang tiba-tiba seperti ini. Membuatku ingin segera menutup pintu agar ia tidak melihat keadaanku yang super acak-acakan.

“Eh, Bapak. Kok mendadak gini sih ngajaknya, Pak?”

“Saya sudah WA kamu sejak jam 6 tadi. Kamu baru bangun?”

“Eh, iya Pak.”

“Duh! Maafkan saya, sudah ganggu istirahat kamu. Tapi ini sudah waktunya bangun dan olahraga. Kamu pasti jarang olahraga, kan? Olahragalah, Dey, biar sehat. Kulit kita juga jadi lebih sehat kalau olahraga. Yuk, lari bareng saya.”

“Eh, iya sih, Pak. Tapi ….” Aku menggaruk-garuk rambut yang tidak gatal.

“Kamu siap-siap sana! Saya tunggu. Enggak perlu mandi, nanti aja setelah lari.” Pak Ardi berjalan menuju kursi di depan kamar indekos.

Entah apa yang membuat aku menurutinya, yang pasti sekarang aku sedang berlari-lari kecil di sebelahnya. Selama setengah jam kami berlari santai bersebelahan bahkan tidak jarang berjalan cepat. Aku belum kuat jika terus-terusan berlari, nafasku benar-benar payah karena jarang berolahraga. Setelah itu aku duduk di pinggir jalur lari menunggu Pak Ardi yang masih melanjutkan berapa putaran lagi. Saat melewatiku, ia masih menyempatkan diri tersenyum jika mata kami bertemu.

Areumdaun DuoWhere stories live. Discover now