[15] Gangsal Welas

1.3K 173 5
                                    

Sinar rembulan yang menunjukkan wajahnya dalam gelap seolah menemaniku yang sedang terduduk di taman istana. Para pengawal dan dayang yang berlalu lalang mengitari komplek keraton seolah membumbui pandanganku dalam menatap kebesaran wilwatikta.

Tak terasa sudah 4 minggu lamanya aku menetap dinegeri ini. Keakrabanku dengan sang maharaja dan tuan putri bhre pajang sudah bagaikan bulan dan bintang yang tak dapat dipisahkan. Namun belakangan ini, aku sama sekali tak melihat secuil pun sosok Sri maharaja muda itu. Apa ia sudah enggan menemuiku karena sikap dinginku setelah sepulang dari hutan itu,

"Hei rara..." sapa nertaja menghampiriku.

"Hei nertaja," sapaku balik.

"Kau sedang apa malam-malam berada disini" kata sang putri.

"Aku sedang mencari angin segar saja, kalau kau kenapa" tanyaku.

"Aku hendak melakukan puja sebentar lagi, besok kanda prabu akan melakukan perjalanan ke Lumajang," cerita nertaja.

"Ke Lumajang? Memangnya ada apa" tanyaku.

"Kanda prabu memang selalu melakukan perjalanan kepelosok daerah setiap tahun. Untuk melaksanakan misi diplomatik dan kunjungan ke pendharmaan raja-raja singhasari," jelasnya.

"Owh.. Begitu yaa" jawabku.

Lanjutku, "tapi akhir-akhir ini aku tak melihatnya sama sekali, memangnya dia kemana"

Putri itu tersenyum simpul,
"Tidak kemana-mana, dia ada dikediamannya" katanya.

"Tumben sekali, biasanya dia bersamamu" tanyaku keheranan.

"Kenapa? Kau merindukannya?" tukasnya menahan tawa.

"tidak, aku hanya bertanya" jawabku.

"Kandaku itu memang berbeda dengan lelaki lain, ia sering melakukan sesuatu yang tak terduga. Mungkin ia juga ada maksud untuk tidak menjumpaimu" jelas sang putri dengan senyum manisnya.

"Memangnya dia mau apa coba," kataku.

Putri itu hanya menaikkan kedua bahunya dengan menggelengkan kepala,
"Akupun tak mengerti".

Kenapa lagi lelaki itu. Jantungku selalu merasa tidak tenang setiap menghadapi tindakan raja muda itu. Ia selalu sukses membuatku lupa akan dunia akibat perbuatannya.

"Ku harap dia tidak melakukan sesuatu seperti waktu itu," gumamku.

"Memangnya dia melakukan apa" tanyanya.

"Kau tanyakan saja padanya, apa yang dia lakukan" ucapku.

Putri itu menatapku jahil,
"Apa ia mencumbu mu?" tanyanya.

Aku langsung membelalakkan mata menatapnya,
"Husst, benar-benar kau..." kataku.

"Jujurlah saja, kuyakin tebakanku benar" tukasnya.

"Aku benar-benar tidak bisa melupakan hari itu," kataku sambil memukul jidat.

Sang putri itu menahan tawa hingga wajahnya memerah, ia terkekeh.
"Bagaimana perasaanmu.."

"Mungkin sekarang aku lebih baik" jawabku.

"Setelah dicumbu," ledeknya lagi.

"Hehh, bukan begitu ihh" jawabku.

Nertaja semakin tertawa gemas karena responku. Tak lama kemudian, seorang dayang menghampiri kami,

"Ampun gusti putri, seluruh keluarga telah menunggu anda untuk melakukan puja" ucap dayang itu.

"Baiklah, aku akan menyusul" jawab sang putri.

"Rara aku pergi dulu ya, jangan lama-lama sendirian disini, apalagi malam hari." kata nertaja.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Where stories live. Discover now