Chapter 1 : Meet

170 37 28
                                    

Pertemuan memang bisa direncanakan dengan matang. Namun, pertemuan tak terduga yang tanpa sedikit pun persiapan terkadang jauh lebih berarti dan berpengaruh besar untuk hidup.


•     •     •     •     •

Sejak lulus dari Sekolah Menengah Atas sampai menjadi lulusan baru Universitas Kesenian Seoul, Yoon Jieun telah berjuang membiayai hidup serta menyelesaikan kuliahnya sendiri. Setelah lulus dari bangku kuliah pun, bukan berarti hidupnya semakin mudah. Akan tetapi, malah sebaliknya. Jieun harus mencari pekerjaan baru mengingat toko buku tempat dahulu dia bekerja paruh waktu selama kuliah sudah gulung tikar.

Dengan setumpuk amplop cokelat berisi berbagai surat lamaran pekerjaan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari, hari ini dia kembali memulai aktivitas melamar pekerjaaan. Yoon Jieun berjalan menyusuri berbagai perusahaan, toko, restoran, kafe, dan bahkan tempat-tempat berjualan kaki lima demi mencari lowongan pekerjaan. Namun, tidak ada hasil.

Mencari pekerjaan baru lagi sama sekali tidak mudah. Tapi apa mau dikata. Meski hidup tidak hanya tentang uang, hidup selalu membutuhkan uang.

TAK!

"Ah, sial!"

Umpatan yang keluar dari mulut dengan lancar tanpa terkendali membuat Jieun malu sendiri. High heels-nya patah dengan sangat tidak elit di saat yang sangat tidak tepat. Hari mulai gelap. Tubuhnya pun lelah bukan kepalang. Kesialannya bertambah karena kebetulan sekali tidak ada satu pun taksi atau bis yang lewat.

Saat merogoh ponsel dari tas, Jieun merasa akan menangis saking putus asa karena benda itu sudah mati total kehabisan baterai. Maka, dengan sangat terpaksa ia harus merelakan kakinya menginjak aspal panas berdebu tebal nan kotor. Sepatunya yang sudah rusak telah dilempar ke tempat sampah. Sepanjang jalan, mulutnya komat-kamit menggerutu karena kesal dan membenci harinya yang buruk.

Sejak melarikan diri dari rumah sang ayah untuk hidup mandiri sepenuhnya, Jieun merasa jauh lebih bebas walaupun kehidupan keras dari dunia pekerjaan membuatnya hampir-hampir menyerah. Akan tetapi, ia masih memiliki banyak tujuan dan bertekad kuat untuk mencapainya.

Saat sudah sampai di dekat area pemberhentian bus dan baru ingin duduk, sepasang sepatu kets putih tiba-tiba saja tergeletak di depan kakinya. Tepat satu jengkal di sampingnya, seorang lelaki berpenampilan sederhana—celana jeans dan atasan hoodie—berdiri tegap dengan ekspresi yang menjengkelkan. Lelaki itu mengarahkan dagu ke sepatu yang baru saja ia lemparkan dengan ringan.

Awalnya Jieun tidak menggubris. Namun, karena risi terus ditatap, mau tidak mau ia pun balas menatap lelaki itu. Dia memberikan ekspresi bertanya yang terkesan tidak nyaman.

Jieun dapat melihat bahwa lelaki itu salah tingkah karena menyadari ketidaknyamanannya. Lelaki itu tampak segera menundukkan pandangan sambil berdeham dan mengusap tengkuknya saat ia melemparkan tatapan risi.

"Pakailah." ucap lelaki itu sambil melirik kaki Jieun dan sepatunya secara bergantian.

Refleks, kepala Jieun tertunduk memandangi kakinya sendiri. Seketika merasa malu setengah mati menyadari kaki telanjangnya kotor sekali. Saking malunya, ia hanya mampu terdiam untuk beberapa saat karena tidak tahu harus melakukan apa. Lalu, matanya melirik ke arah sepatu kets putih itu.

IN YOUR EYES - RemakeWhere stories live. Discover now