Awal Kisah

871 71 10
                                    

Cuaca berubah gelap dikarenakan angin menyeret awan untuk menutup tirai kecerahan hari, menggantinya dengan mendung berhias gemuruh.

Perubahan itu sering kali diartikan sebagai tanda akan turunnya hujan. Manusia—mereka tentu saja akan berlari dan mempercepat perjalanan agar tidak terganggu dengan hujan yang akan menyapa bumi.

Namun, dua anak manusia yang kini berdiri berhadapan di bawah pohon di taman kota itu tak bergerak. Tampak tak peduli dengan pertanda apa pun dan tetap berdiri di tempat tanpa suara.

Sang lelaki, yang baru saja mendengar keputusan sepihak dari kekasihnya hanya terdiam dengan ekspresi keterkejutan di wajahnya. Mencoba mencerna dan memahami arti kalimat itu—jika saja dia telah salah mengartikan maksud sebenarnya.

"Kau ... bercanda, 'kan?"

"Aku serius."

"Tidak." Lelaki itu bergerak ingin meraih tangan sang gadis ke dalam genggamannya, tetapi dengan cepat ditepis, membuat tangan itu tergantung di udara. "Setidaknya ... beri aku alasannya, Hinata."

"Tidak ada alasan, Naruto. Aku hanya ingin mengakhiri hubungan kita."

"Apa aku melakukan kesalahan? Apa kau mungkin salah paham tentang sesuatu? Katakan padaku dan kita bicarakan baik-baik, hm?"

Lelaki berambut pirang itu tak mengerti. Kekasihnya menghilang selama empat hari tanpa bisa dihubungi dan ditemui walau sudah dicari ke mana-mana. Lalu tiba-tiba mengiriminya pesan untuk mengajak bertemu.

Dia sangat senang dan lega hingga pergi ke tempat janji mereka 20 menit lebih awal. Namun, gadis itu terlambat 30 menit dari waktu yang dijanjikan. Padahal hal seperti itu tidak pernah terjadi sebelumnya.

Lalu, ketika kedatangan gadis itu tertangkap di safir birunya, senyum kembali merekah dan langsung melangkah mendekati. Dia ingin memeluk, bertanya kenapa dan ke mana gadis itu empat hari terakhir, tetapi bahkan gadis itu tak memberinya kesempatan barang semenit saja saat satu kalimat singkat gadis itu ucapkan.

Di sinilah mereka sekarang. Masih dengan ketidakpercayaan sang lelaki dan ketidakjelasan sang perempuan.

"Hinata?"

"Hah, kau mau alasan?" Hinata menatap mantap. "Baiklah. Alasanku karena aku lelah. Kau miskin dan tidak pernah mengerti keiginanku. Jadi, aku memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang kaya dan mengakhiri hubungan ini. Kau puas?!"

Naruto menggeleng pelan. "Kau bukan gadis seperti itu."

"Setiap orang bisa dan berhak berubah. Kau tau ayahku sakit-sakitan, aku butuh uang. Aku juga tidak peduli lagi dengan hubungan kita, jadi ... selamat tinggal, Naruto."

Gadis itu berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Naruto terpaku di tempatnya sendiri. Terdiam dan menatap kosong sang kekasih yang kini telah menghilang dari jarak pandangnya. Menciptakan rasa sakit dan kekacauan pikiran yang tak larut walau hujan telah turun mengguyur.

~ Pelakor yang Sah ~

"Aaaagghhhh."

Slap bruaaakk praangg

Kegaduhan terdengar dari kamar kos kecil Naruto setelah lagi-lagi dia melemparkan kaleng bir yang telah kosong. Mengenai beberapa barang dan berakhir menjatuhkan gelas dari atas meja, menciptakan serakan beling di lantai yang sama sekali tidak dia pedulikan.

Rambut kuning itu ditarik kuat, kepalanya sakit dan pandangannya buram menatap ruangan gelap yang tertutup tirai tanpa adanya cahaya lampu.

Tak lama, suara pintu yang terbuka terdengar. Satu ruangan dengan perabot seadanya itu seketika mendapat cahaya dari pintu yang terbuka, menunjukkan kursi dan meja sederhana, satu ranjang kecil di dekat dinding dan bagian kecil dapur di sisi lain. Kos itu terdiri dari 2 ruangan saja, dan satunya kamar mandi.

Pelakor yang SahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang