Jason!

6 2 5
                                    

Jason, nama yang membuatku begidik tiap kali mendengarnya. Entah bagaimana dia tahu nomor telponku. Awalnya aku fikir dia Pria yang baik, ternyata yang terlihat tidak sesuai dengan apa yang aku alami. Beginilah awal aku bertemu dengannya.

Saat itu sedang hujan deras, aku yang tidak membawa payung terpaksa meneduh di dekat halte bus samping kampus.
“Hah, pake ujan segala lagi! Kalo gini kan bisa telat!” ucapku dengan nada kesal.
“Eh Yuki, sendirian?” tanya seorang pria yang duduk dekat sudut halte, lengkap dengan jas hujan yang dikenakannya.
“Maaf siapa ya? Tau nama saya dari mana?” tanyaku pada pria yang tidak ku kenali itu.
“Oh maaf, aku ganggu ya? Aku Jason dari Fakultas Teknik. Kita kan satu kampus, jadi aku kenal kamu, apalagi kamu termasuk siswa yang aktif di kampus.” Perlahan berjalan mendekatiku.
“Oh, Jason! Salam kenal ya, maaf kalo aku belum kenal sama kamu.”
“Enggak apa-apa kok!” terangnya sambil tersenyum dan berusaha menghapus kotoran pada kacamatanya.
“Oh iya, Yuki mau kemana biar aku antar.”
“Mau ke Café sih, anak-anak udah pada nungguin buat meeting bahas acara bulan depan!”  sahutku.
“Yaudah ayok bareng aja, kebetulan rumahku searah,” bujuknya lagi.
“Enggak deh, enggak apa-apa aku naik bus aja atau taksi, lagian kan kamu naik motor sama aja bakal tetap kehujanan,” ucapku menolak ajakannya.
“Oke deh kalau gitu, kamu hati-hati ya,” sahutnya sambil menyalakan motornya, lalu pergi.
Tak lama kemudian, bus yang aku tunggu datang.


“Oyyy!” teriakku saat melihat sekumpulan teman-temanku di dalam Café.
“Eh, hai!” sahut salah seorang wanita yang duduk dekat jendela.
“Dari mana aja lo! Jam segini baru nongol,” tanya Rhea, salah satu sahabat baikku. Orang yang berperan bukan hanya sebagai teman, tapi sebagai keluarga.
“Jadi kita butuh orang lagi nih gengs, tapi siapa ya?” kata Dimas, ketua dari acara ini.
“Loh emang enggak cukup kalau kita doang?” tanyaku, sambil menarik kursi untuk duduk.
“Yah mana cukup Ki, kita aja cuma berlima,” sanggah Angga yang sedari tadi sibuk melihat catatannya.
“Emang butuh berapa orang lagi?” Tanya Tia yang asik menyeruput minumannya.
“Satu orang aja juga cukup sih, gue butuh dokumentasi soalnya,” sahut Dimas.
Entah apa yang ada dipikiranku, tiba-tiba aku menyebut nama Jason.
“Jason, gimana kalau dia aja?” jawabku spontan.
“Jason, siapa? Emang di kelas kita ada yang namanya Jason?” Tanya Rhea bingung.
“Ehm, sebenernya sih dia dari Fakultas lain, cuma tadi gue gak sengaja ketemu dia di halte. Dan gue liat dia kayak bawa kamera gitu, kayaknya dia anak fotografi deh.” Ku coba meyakinkan teman-temanku.
“Boleh deh, besok ajak aja pas kita meet kayak sekarang ini,” jawab Dimas yakin.

Diskusi demi diskusi kami lakukan, sampai lupa kalau café akan segera tutup. Waktu menunjukkan pukul 22.00, kami pun satu per satu pamit pulang, tinggal aku sendiri menunggu bus untuk pulang.
Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara memanggil namaku.
“Yuki?”
Segera ku menoleh, betapa terkejutnya aku ternyata,
“Jason?!”
“Hai?” sapanya dengan senyuman khasnya, lesung yang dalam di kedua pipinya.
“Eh, hai?”
“Baru selesai ya Ki? Tadi aku enggak sengaja lihat kamu sama yang lainnya sebelum masuk halte.”
“Iya nih, baru mau pulang. Loh kamu darimana?”
“Oh, aku tadi abis beli buku, soalnya tadi kan hujan jadi aku putusin buat gak jadi beli, eh enggak taunya reda juga, jadi aku keluar lagi buat beli buku. Kamu pulangnya kemana? Enggak takut sendirian, udah malem loh ini.”
“Kearah selatan, rumahku deket Mall Xxx, jadi masih cukup ramai di sana.”
Selang beberapa lama bus pun datang.

“Aku duluan ya Jas, see you besok! Oh iya aku ingat! Kami butuh orang satu la—.” Suaraku bertabrakan dengan suara pintu bus, aku tidak tahu apa Jason mendengarnya.

….
“Wah! Cerah! Asik nih buat meet up,” sahut Dimas yang tidak sengaja ku temui di lorong kelas.
“Iya nih, asik lah enggak harus kuyup lagi kayak kemaren!” timpalku terbahak-bahak.
“Eh iya Ki, lo udah ajak si Jason itu?”
“Kemaren sih sempet ketemu, eh gue malah lupa ngomong ke dia, mana gue juga enggak punya nomornya!”
“Yaudahlah ajak yang laen aja, yang mau plus yang pinter foto.”
“Yuki!” suara yang muncul dari balik pintu.
“Jason?” entah kenapa aku merasa seolah-olah dia membuntutiku.
“Oh ini yang namanya Jason,” sela Dimas sambil melihat ke arah suara tersebut.
“Ganteng oyy, pinter banget lo Ki milihnya!” goda Dimas dengan lirikan matanya yang nyebelin.
“Pagi, ganggu ya?” tanya Jason.
“Enggak kok, oh iya Jas, lo mau enggak gabung sama kita? Kita butuh orang buat dokumentasi nih!” ajak Dimas tanpa basa-basi.
“Serius? Boleh deh, kebetulan aku juga lagi butuh bahan buat feed IG aku. Kayaknya kalau temanya acara kampus bakal seru,” timpal Jason dengan antusias.
“Oke, kalau gitu nanti sore balik kampus ketemu di Café XXX ya, kita tunggu ya!” ucap Dimas sambil pergi meninggalkan kami berdua.

“Yuki?” sapa Jason yang melihatku hanya diam.
“Eh ya? Sorry aku syok aja, aku kira kamu enggak bakalan mau.”
“Emang kenapa? Tapi kalau kamu keberatan aku ikut, aku bisa kok bilang kalau aku gak mau.”
“Bukan gitu maksudku, yaudah sampai ketemu nanti sore ya!” Akupun meninggalkannya sendirian.

~Pergilah kasih kejarlah keinginanmu~

Melodi dilantunkan pada café yang kami kunjungi. Satu per satu tim kami pun datang, hanya Jason yang belum terlihat.
“Halo,” suara dari balik pintu.
“Jason?! Kemana aja baru nongol?” tanya Dimas cemas.
“Maaf tadi aku kesasar, jadi telat deh,” jawabnya dengan senyuman khasnya.
Deg..
Tiba-tiba jantungku berdebar dengan keras.
Apa nih? Kenapa? Tadi enggak gini.

“Oh iya aku bawa beberapa contoh foto, kira-kira kalian suka enggak?” tanya Jason seraya menyerahkan kamera miliknya.
Kami pun melihatnya secara bergiliran, hingga tiba giliranku.
“Bagus-bagus.” Sambil jemariku sibuk menggeser layar, dan secara tidak sengaja aku keluar dari folder yang seharusnya. Dan ku dapati namaku tertera pada folder lain. Karena penasaran aku pun membukanya.
Aku! Ya! Semua gambar dalam folder itu berisi fotoku, dan yang membuatku semakin terkejut, dia mempunyai foto yang bahkan tidak aku miliki. Apa selama ini dia mengambil gambarku secara diam-diam? Siapa dia? Bagaimana dia tahu semua ini? Bahkan ada salah satu fotoku yang sedang duduk dekat jendela kamar.
Saat aku mencoba melihatnya, dia membalasku dengan senyuman, seolah mengatakan “Ah akhirnya kamu tahu”.

~Bersambung~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku dan DirikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang