7 • Kencan Larut Malam

309 84 165
                                    

Gadis itu menganggukkan kepala. Kemudian ia berlalu sembari melambaikan tangan ke arah Azzura.

Selepas kejadian itu, Azzura melanjutkan kegiatannya menuju ke kasir-tentunya kali ini dengan lebih hati-hati. Azzura tersenyum singkat. Yang seperti tadi itu wajar sekali, bukan? Menemukan orang asing di Bali bukanlah hal langka. Dan ia bisa dikatakan beruntung karena wisatawan tadi bukanlah sosok yang mudah tersinggung.

🌹🌹🌹

Masih di hari yang sama, Azzura akhirnya sudah kembali tiba di apartemen. Beruntung total perjalanan dari minimarket ke tempat ini tidak memakan waktu yang lama.

Berniat untuk membereskan benda-benda belanjaan dan menyisihkan bahan masaknya hari ini, Azzura segera masuk ke dalam. Dilihatnya kondisi ruangan seperti biasa -sepi. Awalnya, Azzura mengitarkan matanya ke seluruh ruang tengah, sempat bingung dengan keberadaan sang pemilik apartemen yang tak kunjung menampakkan batang hidupnya.

Cklek.
Sontak gadis polos itu menggerakkan lehernya mengikuti sumber suara.

Dari seberang tempatnya berdiri, sebuah pemandangan indah terpampang begitu saja secara cuma-cuma. Sadar tidak sadar, genggaman dua tangan di kantong kresek putih itu mengerat.

Azzura tidak tau reaksi seperti apa yang harus tubuhnya berikan. Matanya hanya mengerjap ringan ke satu titik. Otot perut ditambah dada atletis Ray yang sedikit bercahaya karena sisa titik air membuat dirinya terjebak.

Antara terpesona, malu, sekaligus terkejut, rona di pipinya tak mampu Azzura sembunyikan.

Ray, sang pelaku yang baru selesai membersihkan diri, menghentikan gerakan mengeringkan rambutnya. "Kenapa?"

Dia gelagapan, "ga-gak. Gak apa."

Sial. Ia tertangkap basah oleh Ray.

Bibirnya baru saja ingin bertanya lagi, tapi melihat Azzura mengalihkan mata dari dirinya secepat itu, yang ada Ray malah tertawa dalam hati. Menjahili gadis sebayanya ini sepertinya akan menarik juga.

Sembari duduk di kursi kerjanya, pria itu berusaha menahan tawa. "Terpesona, ya?"

Sepertinya. "Tidak."

Ray tersenyum pongah, gadis ini tidak mau mengaku. Gengsinya tinggi juga rupanya.

"Yakin? Coba lihat ke sini, dong," katanya dengan nada bercanda. Tangannya sendiri meraih salah satu kaus bersih di dekatnya.

"Kenapa? Aku mau ke dapur dulu," cicit Azzura. Dibanding terus dikerjai oleh Ray, Azzura harus segera mencari kegiatan lain yang lebih bermanfaat.

Sebenarnya, pemandangan mahal tadi juga terhitung "kegiatan bermanfaat", sih. Tapi tidak etis sekali jika dibiarkan berlarut, ia seperti stalker. Kalau tidak ketahuan tadi ...

Azzura menggeleng keras. Perasaan ingin menghantamkan kepalanya ke tembok begitu kuat ia rasakan.

Aku mikir apa barusan?!

Ya Tuhan, ini pasti efek jarangnya probabilitas kejadian serupa terjadi sepanjang hidupnya.
Pasti. hanya. karena itu.

Satu tarikan napas panjang, Azzura mulai terlihat sibuk dengan perlengkapan memasaknya. Kantung tadi sudah berpindah ke atas meja dapur.

"Sudah belanjanya?" Ray menutup berkas terakhir yang harus ia baca malam ini.

"Iya." Azzura mencuri pandang ke arah Ray. Dirinya lega melihat Ray telah lengkap mengenakan pakaiannya.

"Nanti aja rapihinnya. Kamu pasti udah capek juga apalagi kalau harus masak malam-malam," jawab pemuda itu.

Dahi Azzura sedikit turun, "aku lama, ya?

La Vie en Rose | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang