Awan, kemudian hujan. Hujan yang katanya meleburkan kenangan. Menjadi menyesakkan. Hujan yang katanya menghapus jejak tangisan. Menjadi memilukan. Hujan yang katanya menutupi beberapa kelemahan. Menjadi melelahkan. Hujan yang katanya menenangkan segala kegundahan. Menjadi gelisah tak tertahankan. Lalu, Mengapa menyalahkan awan yang tak kuat memikul beban. Mengapa harus mengutuk awan yang tak bisa menjanjikan cerah mengusir kemuraman. Mengapa harus melupakan awan yang sedari tadi merayu mentari untuk tak lagi meninggalkan nya dalam kegelapan. Mengapa tak ada yang sedar bahwa awan juga tak ingin berkawan hujan.