Dalam kelam malam sang pena bertinta air mata menuliskan sajaknya. Akara purnama jatuh bak pendar cahaya tepat diatas si kertas lusuh yang bertuliskan aksara nasib nestapa. Maka, disambutlah ia dengan rinai hujan yang mengalun sendu bagai orkestra alam. Isak tangis si gadis lugu dalam melankolianya pun bagai lagu penuh candu dalam padu nan kontras dengan gelegarnya gemuruh sang nabastala... ibarat mereka tengah dilanda lara bersama. Inilah kisah romansa si dua insan Tuhan yang saling mendamba, dibawah pancaran cahaya temaram gugusan gemintang langit kota Jakarta. [KUMPULAN SAJAK]