Daffa Ia terduduk di sebuah kursi di ujung kelas. Tertidur lebih tepatnya. Sebagian wajahnya tertutupi topi yang melorot hingga jidatnya. Dengkuran halusnya teredam oleh suara Bu Tris yang kini tengah mengoceh tentang Perkembangan Budaya. Tidak seorang pun peduli dengan perilakunya. Dengan kepala menunduk dan kedua tangannya yang dilipat didepan dada. Seragamnya yang dipenuhi noda tanah akibat permainan sepak bola saat istirahat tadi, terbalut jaket hitam yang juga tak kalah lusuhnya. Sosoknya memang tidak terlihat jelas karena penerangan yang seadanya. Namun, itu tidak menghentikan tatapan Bu Tris untuk menangkap kedua kakinya yang singgah diatas meja. "PUTRA ARDAFFA!" Alvin Kursi tua itu nangkring di tengah ruangan kelas, kosong. Hanya sebuah tas berwarna merah muda termenung di atasnya. Di atas meja, sebuah buku catatan terbuka. Catatan yang dipenuhi guratan cakar ayam, yang tidak bisa dipercaya bahwa itu tulisan cewek SMA. Seisi kelas itu sudah tidak asing lagi dengan pemandangan seusai istirahat ini. Namun tidak dengan Bu Suci, yang baru saja mendapat perpindahan jadwal mengajar. "Mana Alvina?" tanyanya. Tanpa aba-aba ataupun komando, seisi kelas menjawab serempak, "Di kantin Bu,"