ClaudineLaura

Akhirnya, udara segar.
          	
          	Tadi, selama dua jam penuh kami duduk di dalam van. Kursi jok memang empuk dan nyaman, tetapi lambungku seperti sedang meronta. Inilah kenapa aku tidak suka pergi ke gunung naik kendaraan. Aku mencoba untuk membayangkan seperti apa hari ketiga di mana kami kembali--sontak aku merinding--aduh, tolong ampuni lambungku, dong!
          	
          	Itu pun belum termasuk perjalanan kembali dari Taipei ke Keelung.
          	
          	"Brr! Dingin!"
          	
          	Seruan entah siapa itu membuatku menoleh. Saat itu juga, aku sadar sudah saatnya kami memuat turun barang bawaan; satu per satu kami turun dari van. Ci Carissa mengundang aku dan Lesta. Ada Ci Rachel--nama lengkapnya Rachel Tjiong--dia hanya mengundang Felix yang statusnya adalah pacar, kemudian masih ada bintang utama terakhir yang juga akan berulang tahun esok, yakni Ci Paula. Ci Paula mengundang dua teman Taiwan-nya. Muka mereka asing, jadi sepertinya kami akan perlu berkenalan nanti.
          	
          	Tik.
          	
          	Kuusap wajah; setetes air hujan membasahi pipi, kemudian tahu-tahu setetes itu beralih menjadi sebuah hujan lebat. Semua orang refleks angkat koper angkat tas dan bergegas masuk ke dalam. Kurasa, satu-satunya hal yang mengesalkan di sini adalah bagian di mana hanya aku yang basah kuyup. Lesta tergelak sebentar, tetapi aku tahu kalau sebenarnya dia bukan bermaksud buruk.
          	
          	I just published " #3" of my story "Birthday Murders". https://www.wattpad.com/1238764946?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=6qfIYIAQteLWFgVqzuAKLBRco5WNW%2Fft2dQ1NVzGjdrxVg3quXTS1a7dqOJ3VkwTNt6YJKfiyqqhmoZX5kds9zMonMdVaWADmJn2X6utGWW3VcRsTQ%2BzGyDNtOk3sGJI

Sheliella

Izin promosi, menerima follback & feedback. 
          Dm atau komen langsung bisa
          
          Judul : Sadistic red
          Genre : Thriller
          
          Seorang gadis yang sangat menyayangi keluarganya, namun itu berakhir sebab mereka terbunuh. Disini akan menceritakan perjalanannya dalam membalas dendam. Penasaran? Langsung klik baca. Janlup vote n komen buat ngesupport. Thanks 
          
          https://www.wattpad.com/story/324044080?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_writing&wp_page=create&wp_uname=luv3ric4&wp_originator=RfBJA%2F2ykWEtIhsXmhdbc7zkTJbAPqi4mZ%2FSXYFsMEUtE%2BUhY5zpTgOdj3QwQqkVS1s7EBlptfqOeHaoZGtRoaZC%2FwrQRZz5oNEcdPHdKTPB7l9UO0OWwz3nskLbmpig

ClaudineLaura

Akhirnya, udara segar.
          
          Tadi, selama dua jam penuh kami duduk di dalam van. Kursi jok memang empuk dan nyaman, tetapi lambungku seperti sedang meronta. Inilah kenapa aku tidak suka pergi ke gunung naik kendaraan. Aku mencoba untuk membayangkan seperti apa hari ketiga di mana kami kembali--sontak aku merinding--aduh, tolong ampuni lambungku, dong!
          
          Itu pun belum termasuk perjalanan kembali dari Taipei ke Keelung.
          
          "Brr! Dingin!"
          
          Seruan entah siapa itu membuatku menoleh. Saat itu juga, aku sadar sudah saatnya kami memuat turun barang bawaan; satu per satu kami turun dari van. Ci Carissa mengundang aku dan Lesta. Ada Ci Rachel--nama lengkapnya Rachel Tjiong--dia hanya mengundang Felix yang statusnya adalah pacar, kemudian masih ada bintang utama terakhir yang juga akan berulang tahun esok, yakni Ci Paula. Ci Paula mengundang dua teman Taiwan-nya. Muka mereka asing, jadi sepertinya kami akan perlu berkenalan nanti.
          
          Tik.
          
          Kuusap wajah; setetes air hujan membasahi pipi, kemudian tahu-tahu setetes itu beralih menjadi sebuah hujan lebat. Semua orang refleks angkat koper angkat tas dan bergegas masuk ke dalam. Kurasa, satu-satunya hal yang mengesalkan di sini adalah bagian di mana hanya aku yang basah kuyup. Lesta tergelak sebentar, tetapi aku tahu kalau sebenarnya dia bukan bermaksud buruk.
          
          I just published " #3" of my story "Birthday Murders". https://www.wattpad.com/1238764946?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=6qfIYIAQteLWFgVqzuAKLBRco5WNW%2Fft2dQ1NVzGjdrxVg3quXTS1a7dqOJ3VkwTNt6YJKfiyqqhmoZX5kds9zMonMdVaWADmJn2X6utGWW3VcRsTQ%2BzGyDNtOk3sGJI

ClaudineLaura

Kurasa waktu itu aku sedang menatap dinding kamar asrama yang berjamur.
          
          Seseorang mengetuk. Aku memelesat pergi membukakan pintu untuk tamu yang satu itu.
          
          "Oh, hai," katanya.
          
          "Hai," balasku.
          
          Nama si tamu adalah Carissa, kakak tingkat yang usianya dua tahun lebih tua dariku. Rambutnya bob pendek, kadang-kadang di wajahnya suka ada jerawat.
          
          "Ada apa, Ci?" tanyaku, kemudian mataku curi pandang ke arah baju yang dia kenakan. Hm, kemeja biru muda setengah lengan.
          
          "Saudaramu mana?" tanya Ci Carissa, kemudian kujawab kalau Lesta sedang pergi beli makan untuk jatah kami berdua. "Oalah, paling nanti kamu bilangin aja, ya, yang aku sampein ke kamu. Libur musim dingin kali ini kalian kosong nggak?"
          
          Aku tersenyum pecicilan meresponsnya.
          
          "Wah, apa, nih? Ada permintaan buat gantiin orang masuk shift kerja paruh waktu?" godaku.
          
          Ci Carissa tergelak pelan. Dia berkata, "Nggak, bukan itu. Gini, aku sama yang lainnya 'kan bentar lagi ultah, jadi kami bertiga mau rayain bareng. Kami bikin ketentuan, satu orang boleh ngajak dua. Rencananya, pestanya di vila di Taipei. Rachel yang sewa, katanya. Yang jadi tamu cukup bawa badan bawa hadiah."
          
          Entah kenapa tawaku seperti mau menyembur keluar saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya itu.
          
          "Baiklah. Nanti aku bilangin sama Lesta. Moga-moga Mak ngizinin," jawabku lalu detik berikutnya, aku membiarkan Ci Carissa pergi dan menutup pintu.
          
          I just published " #2" of my story "Birthday Murders". https://www.wattpad.com/1237465921?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=kMQvSdSU4HnW%2FhGYyIgFiVNkAuqh6PPf%2BDx0hfdl%2FJIbV9v%2F%2BWV3AdJAIJupUHI2pRgZoBRCqilXb8EZ4IezCOAaihsYe5PMhnoIAj%2BvlHUdIRujIjW6A0kVwz6S8%2B3P

ClaudineLaura

Oke. Baik, halo. Em, namaku Valen. Valen Wijaya. Saudari kembarku yang memaksaku menulis ini. Kurasa aku akan mulai dari siapa kami terlebih dahulu.
          
          Aku Valen, dia Lesta. Kami anak kembar. Kami kembar identik, tetapi kalau aku bilang, kami berat sebelah. Pintarnya berat di dia daripada aku. Tahu apa kata Lesta saat kubilang begitu?
          
          "Tapi sehatnya 'kan berat di kamu. Gini, ya. Aku kasih tahu. Orang yang pintar itu biasanya fisiknya kurang. Orang yang kepalanya nggak terlalu encer itu biasanya punya fisik yang lebih oke. Mereka nggak gampang sakit, pinter olahraga pula biasanya," kata Lesta.
          
          "Terus, kalo yang fisiknya kuat dan otaknya encer?" tanyaku balik.
          
          Begitu ada kesempatan untuk membuatnya bungkam dan bingung karena cacatnya teori yang dia ucapkan, aku selalu menyerang balik dengan pertanyaan. Hanya saja, seperti yang sudah kubilang, pintarnya berat di dia.
          
          "PPSS," katanya. "P untuk pintar, S untuk sehat. Semua huruf besar. Kalo ada yang otaknya encer trus fisiknya sehat, dia bibit unggul namanya."
          
          I just published " #1" of my story "Birthday Murders". https://www.wattpad.com/1236328405?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=cU5FEqmIvFyD9vV4w%2FMFv7RnrwX%2FW23yRj0yL4p8KDw86TE3R0K5FLtzkQGMy4d2Zoju2xcPn5ofN2%2FXTcPuESOwIyPMqBYtWtospokUUWqN4k3Ky5H2R6tx7Qc33TMk

ClaudineLaura

Sekali lagi Ephraim melompat melewati retakan. Begitu sampai di seberang, pria itu terbatuk beberapa kali, lantaran udara yang biasa dia hirup selama sekitar sebulan itu berbeda dengan udara di dunia manusia. Emily menyusul di belakangnya.
          
          "Guru!" seru Emily, berlari kecil mendekati lawan bicaranya.
          
          Ephraim mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Pertempuran yang di sana tampaknya telah usai juga. Banyak korban luka dan ... banyak sekali jasad. Jasad rekan seperjuangan mereka.
          
          "Emmy!" sahut Cain, mendekati Emily. Sekali lagi, wanita itu hampir ambruk ke tanah kalau saja Cain tidak segera menopangnya. "Lukamu ...."
          
          "Itu tidak penting. Bagaimana dengan kuncinya?" tanyanya.
          
          Cain diam sejenak. Pemburu yang sudah berusia paruh baya itu menggumamkan "uh" dan "em" dua atau tiga kali sambil mengalihkan pandangannya. "Itu ... seperti yang bisa kau lihat. Gagal. Mereka berhasil merebutnya dari tangan kita, seakan-akan sudah mengantisipasi semuanya sejak awal."
          
          Walau percakapan di antara keduanya sayup-sayup terdengar karena jarak yang memisahkan mereka, tetap saja jantung Ephraim serasa mau copot saat berita itu tertangkap oleh gendang telinganya.
          
          "Apa?"
          
          I just published " #22" of my story "The Huntress : The Keystone [Completed]". https://www.wattpad.com/1220961796?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=NQzO6gxdj9QOh4CHnLJlbni40I1i%2BABkVMEXKJB%2BCyIY1650KPgI6WsR%2F4pYHQDfjokCfYRYe%2FUd4GlqfoQZXcbVP02cdLXQhPQNoufgHPbKbzw35T1hyRfuYXw6vw6x

ClaudineLaura

"Dapat," gumam wanita itu, kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket. Emily menghela napasnya sebanyak satu kali, sebelum akhirnya memungut kembali belati itu lalu berdiri.
          
          "Halo, Nona Pemburu."
          
          Emily sontak berbalik.
          
          "Ya, Tuhan," ucap Emily. "Ephraim, apa yang sudah kau lakukan?"
          
          Hadirnya beberapa musuh baru membuat keadaan tidak terlihat baik. Ephraim mengetatkan rahangnya. Maunya, sih, juga bukan begini. Memang benar salahnya; lengah lalu tertangkap, membiarkan lehernya dicengkram musuh. Sungguh memalukan.
          
          Maaf.
          
          Sepatah kata itu saja yang bisa pria itu eja tanpa suara.
          
          "Kalian sendirinya juga bodoh," kata siluman itu. "Dunia kalian bukan di sini, tetapi di sebelah. Kenapa juga main masuk ke dunia kami?"
          
          I just published " #21" of my story "The Huntress : The Keystone". https://www.wattpad.com/1220927593?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=kwWGmX1xZvkoH47YGqhLIPiPLv%2BEdCfVPbmGi%2BXAHtIj%2Fayn8NjUdDLgYUpLlNZ7nzJYnuAb5Oh8kbXRBCa4F0SqYFEX55SdKXUBrUMN8cWlf89OuSlbOiquPlV8BsiE

Vash_thestampede_01

@ ClaudineLaura  knapa main masuk cba?
Reply

ClaudineLaura

Titik balik matahari utara sudah datang.
          
          Ketika Ephraim sadar langit perlahan berubah terang, tahu-tahu sang wanita pemburu sudah mendatanginya. "Kita harus cepat. Walau matahari akan terbit berpuluh-puluh hari, kita tidak boleh lama-lama," desak Emily. "Batu kunci hanya bisa kita ambil di hari pertama."
          
          Ephraim mengangguk cepat. Sudah cukup dia beristirahat selama ini.
          
          Pria itu menoleh ke samping, kemudian berjalan beberapa langkah. Dijemputnya pedang miliknya itu, yang mana sejak tadi dibiarkan bersandar pada batang pohon. "Ya, ayo pergi."
          
          Kedua pemburu berangkat.
          
          Semula bertiga, sekarang berdua. Tidak apa-apa, pikir Ephraim. Demi mereka yang sudah berkorban nyawa, akhirnya perjuangan mereka semua akan membuahkan hasil beberapa saat lagi.
          
          "Ya, sebentar lagi," gumam Ephraim tiba-tiba, membuat rekannya spontan menoleh.
          
          "Ya?" tanya Emily. "Apa?"
          
          Pria itu tersentak, menampilkan raut wajah kagetnya. Namun, detik berikutnya air mukanya pelan-pelan berubah datar, kemudian menjawab, "Bukan, bukan apa-apa. Aku cuma berbicara dengan diriku sendiri."
          
          I just published " #20" of my story "The Huntress : The Keystone". https://www.wattpad.com/1219610184?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=H5gVO%2Bwue0qtcPfo1giRHgcGuvA72%2BIIOxa%2BoaAGRYCV1b8eJ1kiFE%2F5se5PidIROzlx%2BJ%2FaVJUbOqODpbdEYPpCNy%2FB%2BRb5YiztD%2BSKUHwYPZld4TYG6vBL1GngEJSI

ClaudineLaura

"Beri aku paling sedikit satu alasan kenapa aku harus membiarkan kalian hidup."
          
          Ephraim berusaha untuk tidak panik lalu menghunus pedangnya. Dia hanya bisa menatap sang lawan bicara dengan kepala tengadah dan raut wajah penuh tanda tanya.
          
          Apa pula pertanyaan yang merendahkan orang lain itu.
          
          "Manusia?" tutur pria itu tanpa sadar, menyuarakan isi pikirannya.
          
          "Manusia jidatmu," balasnya singkat; singkat, padat, dan jelas.
          
          "Lihat baik-baik pakai mata. Aku manusia apa bukan?"
          
          Ephraim bersusah payah menelan ludahnya. Ups.
          
          Tidak ada jeda satu detik pun antara kalimat Ephraim dan kalimatnya. Kalau saja warna suara mereka sama, apakah mungkin orang-orang akan mengira kalau mereka adalah satu orang yang berbicara?
          
          "Jadi ... siapa?" tanya Ephraim ragu-ragu. Toh, dia sudah terlanjur ngomong. Menambahkan satu pertanyaan lagi itu tidak ada ruginya 'kan?
          
          "Kalau pakai kosakata kalian," katanya, "siluman."
          
          I just published " #19" of my story "The Huntress : The Keystone". https://www.wattpad.com/1217102048?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=36flW8MI4LYKFtiG9SBm1lLRBU2ue3x3kp6EbYfIDZTP1%2FEmRurdFqOHJGBgX%2BjGdg2d538WEeBgZSlnC%2FdTSJGokl%2F%2FlUGSLtrI6J9Qcl3jkktc6hGm91rBNygDhbh0

ClaudineLaura

"Apa kau baik-baik saja?"
          
          Demi apa pun, Ephraim bersyukur sekali dia punya refleks yang bagus. Di dalam gua yang dari luar sekilas terlihat seperti celah itu, masing-masing dari kedua pemburu itu duduk menyandar dinding dengan napas terengah-engah.
          
          Ephraim memejamkan matanya. Jantungnya bising sekali.
          
          "Sendirinya babak belur begitu," balas Emily. Diintipnya luka gores yang dia terima itu, kemudian menekannya kembali dengan tangannya. Tampaknya luka itu cukup dalam.
          
          "Yang tadi itu nyaris sekali," jawab Ephraim, kemudian Emily mengiakan. "Laut lahar begitu ... uh, aku tidak mau melakukannya untuk kedua kalinya."
          
          "Karena mengerikan?"
          
          Ephraim menatap rekannya yang satu itu, kemudian tergelak--yang mana kian lama gelaknya kian lemah. "Iya, mengerikan."
          
          I just published " #18" of my story "The Huntress : The Keystone". https://www.wattpad.com/1214161297?utm_source=android&utm_medium=profile&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=ClaudineLaura&wp_originator=XVZILXtCzKtxDSrPRZnwVnhLAxWyvJvgkmCMs%2FE3m7P%2FaD9rNj5J6pmjVtb079VcOxJdNK%2FqqrXCFpkZKUAHtq6HMZn1eaigRyTnYh%2F4A88JybRHhxgbOxV6ycK9LKVm