Chapter 24

4 7 0
                                    

Pagi itu, Pak Hendra terlihat berbeda. Jika biasanya ia memakai seragam ala sopir, kali ini ia terlihat rapi memakai jas berwarna hitam lengkap dengan kopernya. Pak Hendra terlihat sangat berwibawa.

Bi Ana yang tengah memasak untuk persiapan sarapan itu pun merasa sangat penasaran, akhirnya ia pun memutuskan untuk bertanya kepada Pak Hendra. “Mau ke mana? Masa mau nganter Nak Aca serapi itu?”

Pak Hendra terkekeh, “Haha ... memangnya gak boleh apa kalau nganter Aca pakai pakaian seperti ini? Jadi, hari ini saya diutus Nak Aca buat ke perusahaannya keluarga Nak Ari untuk menjalin kerja sama bisnis. Nanti setelah nganter Aca, saya langsung ke sana,” terang Pak Hendra sembari duduk di meja makan.

Bi Ana pun hanya ber-oh ria lalu melanjutkan kegiatannya memasak sarapan itu. Tak lama kemudian hidangan tersebut matang. Bi Ana menyiapkannya di meja makan dan seperti biasa menjemput Allysa di kamarnya.

Tok tok tok

“Nak ... sarapan dulu ya, udah siap tuh di bawah,” ucap Bi Ana lembut.

“Iya, Bi.” Sahutan Allysa terdengar dari dalam kamarnya. Gadis itu pun keluar dengan membawa tasnya lalu turun ke bawah bersama Bi Ana.

“Wah ... Pak Hendra rapi banget, mau ke mana, Pak?” Suara Allysa yang tengah menuruni tangga itu mengagetkan Pak Hendra yang ada di meja makan. Refleks Pak Hendra menoleh ke sumber suara itu.

“Oh iya, Aca lupa. ‘Kan hari ini Pak Hendra mau ke perusahaannya keluarga Ari. Maaf ya, Pak. Lupa, hehe ...,” kekehnya. Pak Hendra pun hanya menanggapinya dengan kekehan.

Allysa dan Bi Ana pun duduk di kursi dan mulai menyiduk nasi, Pak Hendra pun melakukan hal yang sama. Tak lupa mereka berdoa sebelum makan, mereka menjalani aktivitas sarapan itu hingga selesai tanpa suara sedikit pun.

“Alhamdulillah. Eh, Nak Aca, mau berangkat sekarang atau nanti? Kayaknya udah agak siang nih,” ucap Pak Hendra mengakhiri sarapannya.

“Eum ... sekarang aja yuk, Pak. Kayaknya emang udah agak kesiangan nih. Yaudah, Bi. Aca sama Pak Hendra berangkat dulu ya.” Allysa berdiri dari tempatnya kini duduk, Pak Hendra pun sama. Allysa mencium tangan ibu asuhnya itu sebagai tanda berpamitan.

“Iya, Nak. Hati-hati di jalan ya, sekolah yang bener,” ucap Bi Ana sembari mengelus rambut putri asuhnya yang kini sudah besar itu.

“Siap, Bi.” Allysa mengacungkan jempolnya kemudian ia melangkah keluar lalu masuk ke dalam mobil dan berlalu menuju ke sekolahnya.

***

“Dadah ... hati-hati ya, Pak. Semoga sukses,” ucap Allysa yang kini berdiri di depan pintu gerbang sekolahan itu sembari melambai kepada mobil Pak Hendra yang terlihat mulai melaju meninggalkan sekolahan. Pak Hendra pun terlihat mengeluarkan tangannya dari jendela mobil dan mengacungkan jempol kepada Allysa.

Saat Allysa masuk ke kelas, perhatiannya teralihkan dengan Arga yang terlihat menunduk di bangku pojokan belakang. Allysa yang merasa penasaran pun mendekatinya.

“Ari ...,” ucapnya sembari menepuk pundak cowok itu. Arga mengangkat wajahnya, ia menatap Allysa dengan tatapan memelas. Matanya sayu, seperti habis menangis. Allysa pun duduk di kursi samping Arga yang kebetulan masih kosong karena Nayla belum berangkat.

“Ari ... kenapa? Coba sini cerita sama Aca, siapa tau Aca bisa bantu Ari.” Allysa mendekatkan wajahnya ke wajah Arga yang terlihat kembali menunduk itu.

“Ca ....” Hanya ada sepatah kata yang keluar dari mulut cowok itu.

“Iya? Cerita aja, Ri.”

AllysaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang