Seorang gadis berambut hitam sepunggung duduk di depan cermin setelah ia selesai menyisir. Gadis itu memeriksa wajahnya yang telah dipoles pelembab, tabir surya, dan bedak. Bibirnya yang lembab kemerahan ia katupkan rapat sebelum ia buka sampai menimbulkan suara. Ia tersenyum sekilas, kemudian menarik laci besar di sebelah kanannya yang berisi jajaran bandana warna-warni. Pakai yang mana ya hari ini? batinnya. Lima detik berikutnya ia menjatuhkan pilihan pada bandana satin berwarna hijau muda. Tangannya memasangkan benda itu di kepala, lalu ia tersenyum pada cermin dan beranjak dari kursi.
Tangan kirinya meraup sembarang parfum dari jajaran yang ia miliki dan telunjuknya menyemprot ujung botol bergantian ke leher bagian kanan dan kiri. Ia mengambil tas sekolah dan kaos kaki bersih di atas kasur, lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.
Segelas susu, telur dadar, dan selapis roti panggang telah menunggunya di meja makan. Perempuan itu sarapan sendirian, lantaran kedua orang tuanya baru saja berangkat ke Jepang tadi malam untuk urusan pekerjaan. Paling lama, sih, empat hari. Tetapi mungkin mereka akan menetap sampai satu minggu sekalian liburan singkat.
Pukul enam lewat lima belas ia berangkat ke sekolah diantar seorang supir yang sudah bekerja dengan keluarganya selama tiga tahun lebih. Bulan depan, genap yang keempat. Perempuan itu duduk di kursi belakang dengan pandangan keluar, melihat suasana kota di pagi hari yang sibuk sembari mendengarkan penyiar dari radio yang menyala.
Di tempat yang lain, seorang anak lelaki keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkari pinggangnya sampai di atas lutut. Ia berdiri di depan cermin lemari yang besar, menyemprotkan parfum ke bagian depan tubuhnya yang lembab. Tangannya mengambil kaos polos dan mengenakannya di bawah balutan kemeja seragam sekolah. Ritsleting celananya ia rapatkan sebelum menyampirkan dasi di bahu, kemudian kakinya membawa dia keluar kamar sembari menggandeng tas yang selalu ditempatkan di bangku.
Lelaki itu berjalan ke dapur, melempar bawaannya ke atas meja pantri dan membuka kulkas. Selagi ia menuangkan susu segar dari kotak ke cangkir berwarna hitam dan meneguknya sampai habis, ponselnya bergetar sejak tadi. Namun ia membiarkan benda itu menyala sampai panggilan terhenti. Ayahnya menelepon. Kemudian cangkir tersebut ia letakkan di bak cuci piring. Tangannya mengikatkan dasi pada seragam yang tidak dikancing sampai kerah, setelah itu ia memakai kaos kaki dan sepatu. Langkahnya membawa ia keluar dari tempat tinggalnya menuju basement gedung tempat mobilnya diparkir. Pukul enam lebih dua puluh, lelaki itu berangkat ke sekolah.
Ponselnya bergetar lagi, dan ia tetap membiarkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Dua Tempat (SELESAI)
RomanceMereka berdiri berhadapan, saling pandang, berusaha meredam luapan perasaan yang hampir meledak dari diri masing-masing. Kebersamaan mereka barangkali adalah hal yang sulit, hampir mustahil. Akan tetapi bukankah cinta itu juga Tuhan yang ciptakan? D...