3 | rasa

347 80 12
                                    

Tidak.

Theo tidak suka film horor.

Tidak pernah.

Catat itu baik-baik.

Namun apa daya dia saat Luna bertanya demikian? Mana mungkin dia akan menjatuhkan harga dirinya sendiri. Mau ditaruh di mana muka seorang Theodore Nott nanti?

"Biasa saja. Kau mau menontonnya?" tawar Theo yang ia tahu itu adalah bunuh diri.

"Boleh," jawab Luna yakin sehingga Theo hanya bisa mengerang dalam hati.

Theo berharap Luna menawarinya film lain tetapi yang didapatnya malah jawaban final.

"Kau mau popcorn?" tawar Theo.

"Barengan saja. Kalau kau tak keberatan."

Sial. Theo lagi-lagi tak menyangka ini.

"Tidak. Tidak keberatan. Minum?"

"Ya. Satu untuk masing-masing."

Ha! Theo tahu itu! Luna tak akan berani berbagi minuman. Namun, saat ia hendak pergi membeli itu, Luna menahannya dan melepas jaket Theo lalu mengembalikannya balik.

"Trims."

Theo hanya mengangguk dan pergi.

Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk masuk ke dalam ruangan. Oh, tidak. Jangan bayangkan mereka duduk berdua di kursi belakang dan hanya beberapa orang yang mengisi sisanya. Tidak. Ruangan itu nyaris penuh! Tayangan perdana film horor ini benar-benar menarik perhatian orang-orang.

Cukup kesusahan bagi Theo dan Luna untuk sampai ke kursi mereka yang tepat berada di tengah-tengah. Karena orang-orang telah menduduki tempat mereka sendiri sehingga sedikit menyusahkan mereka berdua. Entah itu salah Theo atau bukan karena keduanya masuk ruangan saat hitungan mundur dimulai.

Theo dan Luna duduk. Popcorn sudah ditempatkan di tengah. Masing-masing memegang minuman. Luna menyeruputnya sebentar. Sedangkan Theo langsung mengambil popcorn dan melahapnya. Pemuda itu berusaha menutupi ketakutannya.

Sepanjang film berjalan, Luna hanya menatap datar pada layar. Tak tampak tertarik melirik Theo yang mati-matian agar tidak terlihat kaget saat hantunya muncul. Sesekali Theo menutup mata waktu tanda-tanda mengagetkan sudah keluar. Untung saja Luna tak sadar.

"Kalian akan membayar dosa kalian!"

Suara pekikan mendadak menggema. Theo kaget bukan main. Tangannya sontak memegang tangan Luna yang berada di atas tangan kursi. Otomatis, si gadis langsung menoleh dan mendapati Theo tampak mengkhawatirkan.

"Kau tak apa?" tanya Luna penuh sorot cemas.

"Ya. Ya. Hanya ... hanya, aku orangnya kagetan. Tidak biasa dengan semua ini," jelas Theo sedikit malu. Untung saja ruangan gelap dan wajahnya hanya tertimpa sinar dari layar sehingga Luna tak dapat melihat jelas rona yang menjalar pada pipi tirus Theo.

"Oh, maafkan aku. Aku tak tahu. Seharusnya kita tidak menonton ini. Kenapa kau tidak bilang?"

Theo menghela napas dan berdalih, "Tak apa. Ini tak akan membuatku mati, 'kan? Lagipula, bagaimana bisa aku menolakmu begitu?"

Luna langsung merasa bersalah. "Kau tidak perlu begitu."

Theo melihat wajah perempuan itu berubah. Luna menunduk lalu berkata, "Ayo keluar dari sini."

"Tapi—"

Theo mau membantah tapi Luna sudah berdiri duluan dan menarik tangannya.

"Ayo!"

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang