ABIMANYUKU....

61.7K 4K 114
                                    

Hari ini Abimanyu sudah diperbolehkan pulang. Sungguh bahagianya hatiku bisa segera keluar dari tempat yang paling tak ingin aku kunjungi. Akupun bergegas ke ruang administrasi untuk mengurus berkas-berkas kepulangannya.

"Sudah diurus sama suami mbak tadi." Sang suster cantik berkata

"Suami??" Tanyaku kebingungan.

"Mbak beruntung banget punya suami yang ganteng dan perhatian." Ucap sisuster dengan wajah memerah.

Setelah mengucapkan terimakasih, akupun kembali ke ruangan Abiem. Tampak Abiem sedang tertawa bahagia mendapat banyak hadiah dari Juna.

"Mamaaaaa" teriak Abiem bahagia saat melihatku.

Aku tersenyum dan langsung memeluknya.

"Maaf pak, saya belum sempat ijin kalau saya libur lagi hari ini." Kataku saat kami berhadapan.

Juna menatap tajam  ke arahku, "Karena ini kasus darurat kuberi kau kelonggaran. Tapi jika ini terjadi lagi dikemudian hari. Tak kan kumaafkan." Katanya galak.

"Terimakasih." Jawabku singkat.

Kupandangi pangeran tampanku yang sedang asyik dengan mainan-mainan barunya.

"Wah... Hadiahnya banyak sekaliiii, Abiem. DAPAT DARI OM  JUNAAA YAA." Tanyaku pada Abiem sambil memberi penekanan pada kata terakhir.

Sebel juga melihatnya. Dan dia juga sama menatapku dengan pandangan jengah.

Juna menawarkan untuk mengantarkan kami pulang. Lebih tepatnya memaksa mengantarkan kami pulang. Aku sudah menolaknya, tapi sangat sulit sekali jika harus menang debat darinya. Dan akhirnya akupun yang mengalah. Hitung-hitung ngirit ongkos juga. Lagian kan. Bukan aku yang minta.
 
Aku duduk dikursi depan dengan memangku Abiem yang sudah tertidur lelap.  Mbak Dyan juga  sudah tertidur di kursi belakang, tampak sekali dari wajahnya kalau dia sangat kelelahan.

"Siapa bapaknya??" Tanya Juna lagi, mengagetkanku, setelah kami  berdua saling terdiam untuk waktu yang  lama. Diamatinya  wajah tampan putraku yang sedang tertidur lelap di pelukanku.

"Bapak gak kenal orangnya." Jawabku ketus.

"Berapa usianya??" Tanyanya kemudian.

"Tiga tahun." Jawabku berbohong.

Aku tahu tujuan dari pertanyaannya, dia ingin memastikan apakah Abiem itu, putranya atau bukan.

Juna tertawa terbahak mendengar jawabanku.

"DASAR PEMBOHONG!!!" Hardiknya. Dan aku hanya diam.

Aku tidak bisa membohonginya. Jelas-jelas ada namanya tercantum di nama putraku.

ABIMANYU PUTRA ARJUNA

Dan jelas-jelas pula, dia melihat tanggal dan tahun lahir putraku di rumah sakit, hanya selisih 9 bulan dari tanggal pernikahan kami. Dan kukira dia pasti sudah langsung menghitungnya mundur.

Sejak hari itu Juna sering sekali datang ke rumah, untuk sekedar memberi Abiem hadiah atau mengajaknya bermain.

Walaupun aku sudah melarangnya datang. Tapi si keras kepala itu tak kan pernah menggubrisku.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Hari ini untuk pertama kalinya, Eliza datang mengunjungi Juna di kantornya. Dia masih terlihat seperti waktu dulu. Semakin cantik malah. Semua orang terpana, memuji kecantikannya.

Dan seperti biasa, Juna langsung memanggilku untuk menghadapnya. Eliza sangat terkejut saat melihatku.

"Shintaaaa??? Kau kerja disini?" Tanyanya kaget. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum ke arahnya.

"Karena dia disinilah kita akhirnya direstui mama, sayang." Kata Juna sambil mengecup kening Eliza lembut. Tangannya membelai rambut panjang Eliza yang kini duduk di pangkuannya. Sungguh aku merasa risih melihat pemandangan itu.
Dan seperti biasa jugaaa... Juna kembali menyuruhku membuatkan  dua gelas minuman dingin untuk dia dan pacarnya, tentunya.

_______

"Hari pertunangan kami sudah ditetapkan, 2 minggu lagi, Shin." Kata Juna padaku saat dia kembali berkunjung ke rumah untuk menemui Abiem.

Abiem yang duduk dipangkuanku, dengan polosnya menanyakan pada kami arti dari pertunangan.

"Pertunangan itu adalah acara yang dilakukan sebelum pernikahan. Dengan melingkarkan cincin di jari manis, Biem." Ujarku sambil menunjukkan jari manisku ke Abiem.

"Jadi tunangan dulu baru menikah. Kayak Mbak Cici sama mas Agil tempo hari." Kataku menjelaskan.

Abimanyu tampak berpikir.
"Kalau sudah menikah, trus punya adik ya, Mah?" Tanya Abiem polos.

Juna yang sedang menyruput minumannya sampai tersedak. Aku juga melongo gak menyangka Abiem akan menanyakan hal itu kepadaku.

Namun mendadak wajah Abiem berubah sedih.

"Kenapa, sayang?" Tanyaku lembut mengetahui perubahan raut wajahnya.

"Kenzie dan Mona punya  papa sama mama, Raehan juga punya papa sama mama, Deby, Al, Cindy juga punya papa sama mama. Cuman Abiem saja yang gak punya papa." Abiem mengabseni nama temannya satu persatu. Hatiku sedih mendengarnya. Karena putraku tak seberuntung teman-temannya yang memiliki keluarga sempurna. Aku dan Juna hanya bisa saling pandang. Kupeluk putra tampanku dengan rasa pedih dihati.

"Kan ada Mama sama mbak Dyan yang selalu sayang sama Abiem." Kataku sambil mengecup kening putraku lembut.

"Papa Abiem mana to, Ma. Kok gak dateng-dateng. Apa papa Abiem benci sama Abiem, Ma. Abiem janji deh ma, gak kan nakal, gak kan cengeng gak kan nyusahin papa. Abiem pingin ketemu papa." Hatiku trenyuh mendengar perkataan polos putra semata wayangku.

Kulihat mata Juna juga tengah berkaca-kaca. Dan karena ketahuan olehku, diapun langsung membuang muka berusaha menutupi kesedihannya.

"Papa Abiem sudah meninggal saat Abiem masih bayi. Jadi kita berdoa saja semoga papa Abiem bahagia disana." Kataku bohong.

Juna yang tadinya sempat membuang muka, auto langsung melotot menatapku. Sorot matanya mengatakan kalau dia gak terima udah dibilang meninggal didepan mata kepalanya sendiri. Terlihat mulutnya ngedumel gak jelas. Aku sih cuek saja.

"Apakah papa ganteng, maaaa??" Tanya Abiem lagi.

Mau bilang ganteng, males juga ntar sosok nyebelin didepanku bakal besar kepala.

Kuambil sebuah cermin yang berukuran sedang di atas nakas. Dan ku hadapkan ke arah Abiem.

"Wajah papa mirip sekali dengan wajah Abiem. Coba lihat, putra mama ini ganteng tidak?" Tanyaku pada Abiem.

Abiem tampak tersenyum. Segera diambilnya cermin dari tanganku dan diapun kembali tersenyum melihat pantulan bayangannya sendiri dicermin.

Diluar dugaan, Abiem berpindah posisi, duduk dipangkuan Juna, didekatkannya wajahnya ke wajah Juna, dan dilihatnya pantulan bayangan mereka dicermin.

"Wajah om Juna mirip sama wajah Abiem, ma. Apa om Juna papanya Abiem, ma??" Tanyanya dengan mata berbinar menatapku.

Jedeeeeeeerrrr!!!  Bagai tersambar geledek. Aku sangat terkejut dan  hanya bisa terdiam. Sementara Juna terlihat tersenyum lebar. Jelas sekali dia teramat sangat puas dengan pertanyaan cerdas dari Abiem!!! Tentu saja hal itu membuatku kian merasa sangat kesal.

BOSKU MANTAN SUAMIKU Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin