8. Pria Misterius

89 17 44
                                    

Edena mengacungkan kain pel pada segerombolan pelayan perempuan itu. Mengancam dengan penuh tekad dengan kain kotor itu.

Edena sudah tidak tahan lagi. Sudah cukup dia menahan kesabarannya.

“Jangan ada yang bergerak! Bergerak seinci saja, kulemparkan kain kotor ini pada wajah kalian!”

Para pelayan itu mundur hampir mencapai pintu. Raut ketakutan jelas tampak di wajah-wajah mereka. Siapa juga yang akan sudi dilempari kain kotor itu tepat di wajah?

Edena mengeratkan jubah mandinya. Menatap nyalang ke depan.

Tadi dia tiba-tiba diseret ke kamar mandi. Tubuhnya seketika ditelanjangi dan dimasukkan ke bak mandi. Awalnya Edena tidak melawan. Dia hanya mengernyit bingung.

Otak tumpulnya benar-benar karat untuk mengerti semuanya dengan cepat. Namun, ketika salah satu suara pelayan itu masuk ke telinganya ... Edena membuka mata.

Dia mencipratkan air di bak mandi pada para pelayan itu dan langsung mengambil jubah mandi di sampingnya. Berlari ke luar kamar mandi secepat yang ia bisa.

Edena bahkan tidak sadar jika jarak antara kamar mandi dengan kamar tadi sangat jauh. Edena sampai harus terlibat kejar-kejaran dengan para pelayan biadab itu.

Hell!! Ini tempat apa sebenarnya?!

Menemukan kain pel tergeletak begitu saja, Edena segera mengambilnya dan menjadikannya sebagai senjata. Kain pel yang berwarna abu-abu kehitaman karena menyerap kotoran itu ampuh jadi bahan ancaman.

Para pelayan cantik itu enggan mendekat saat Edena mulai mengayun-ayunkannya.

“Ada apa di luar sini? Kenapa ribut sekali? Aku jadi—“

“Kyaaaaaaa.” Edena membuang kain pel di tangannya saat seorang pria tiba-tiba muncul entah dari mana. Edena segera berlari setelah melakukan itu. Dia tidak memakai baju! Hanya jubah mandi berwarna abu-abu yang menutupi tubuh polosnya.

Yang benar saja!

“Hei, wanita! Kau mau lari kemana, hah?! Ah sial wajahku!” Dia berdecak. Meraba wajahnya yang terciprat air kain pel. Dia menoleh. Menatap tajam pelayan wanita yang masih berdiri di sana. “Kalian! Apa yang kalian lakukan di sana?! Cepat, kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!”

Para pelayan perempuan itu segera berlari mengejar Edena tanpa menunggu perintah dua kali.

Selepas kepergian mereka, lorong panjang itu kosong. Lelaki berambut klimis itu mendesah. Senyum tipis terukir di bibirnya yang merah. “Ah, Edena ....”

***

Edena masih berlarian di lorong. Dia mengecek setiap pintu. Semuanya terkunci.

“Bagaimana caranya aku kabur dari sini jika aku tidak bisa menemukan pakaianku? Haish!!” Edena mengacak rambut basahnya kesal. “Kenapa nasibku seperti ini?”

Berada di bawah ancaman para geng itu saja sudah sangat menderita, dan kali ini! Kali ini dia berada entah di mana dan bersama—

Ah, tunggu! Di mana Dash? Kemana anak sialan itu?

“Aku akan gila jika seperti ini teruss!!!”

BAM!

Edena tiba-tiba dipeluk seseorang dari belakang. Lebih tepatnya menubruk. Punggung Edena terasa sakit sebentar saat bersinggungan dengan dada bidang di belakangnya.

Laki-laki.

Edena hendak berontak seperti kebiasaannya, tapi matanya mendadak layu. Kantuk begitu pekat menyapa. Edena perlahan tertidur seiring telinganya mendengar bisikan-bisikan. Nafas hangat dan berat itu memenuhi telinga Edena, dengan segera membawanya ke alam mimpi.

Edena: dengan luka aku hidup | END Where stories live. Discover now