17. Kenangan Manis

39 10 51
                                    

Tengah malam.

Karla sudah memastikan semua orang terlelap. Hanya dua penjaga pintu yang senantiasa akan terjaga sepanjang malam, tetapi itu mudah saja. Jalan keluar rahasia yang ada di tempat ini ada di tangan Karla.

Karla berjalan tanpa suara ke arah kamar Dash. Mengeluarkan kunci, lalu membuka pintu. Dash sudah sejak tadi berdiri di depan pintu, menunggu Karla datang.

Wajahnya serius. Tidak tersisa sama sekali raut guyon dan kekanak-kanakan yang biasa Karla lihat ketika anak ini bersama Edena. Dia mengangguk pada Karla. Siap memulai acara kaburnya malam ini.

Karla langsung melangkah tanpa menjawab. Dia juga serius memulai perbuatan yang sangat dikutuk Brian. Pergi tanpa pamit, dan membawa seseorang yang menjalani hukuman.

Ibarat ayah yang baik, Brian menerapkan hal itu pada setiap anggota ‘keluarganya’.

Mereka masuk ke selokan berkarat. Jalan rahasia yang diingat Karla karena lama tak digunakan dan letaknya jauh dari tempat mereka tadi berada.

Ini pintu rahasia tua.

“Kau masuk saja. Aku tidak ikut. Aku akan berjaga-jaga jika seandainya Brian mengamuk.”

“Hm. Kau pastikan Kakek Tua Bangka itu tidak terkena serangan jantung saat tau aku menghilang.”

“Ya, baiklah. Kau tinggal lurus saja. Ikuti jalan ini, dan ketika kau menemukan jalanan, kau tau harus ke mana.”

Dash mengangguk. Dia hendak turun ke bawah, tetapi Karla menahan lengannya.

“Tunggu. Kau harus bawa ini.” Karla menyerahkan satu tas yang berisi paspor, uang tunai, dan segala kebutuhan Dash. “Pastikan kau menggunakannya dengan benar. Jangan kau habiskan untuk donat saja.” Karla terkekeh di akhir kalimatnya.

Dash mengangguk. Tidak banyak bicara, dan menerima tas kulit itu. Memakainya di pundak.

“Terima kasih, Karla. Kau sungguh baik. Aku pasti bisa membawa Edena dengan selamat, dan kupastikan juga Bajingan tengik itu menderita.”

“Ya. Semoga kalian berdua selamat. Sudah sana pergi sebelum ada yang melihat kita.”

Dash melompat. Menutup besi selokan lalu pergi.

Karla berdiri dari duduknya. Mendesah lega. “Semoga Tuhan melindungi kalian.”

Jauh di sana. Di balik tiang yang berjarak dua meter dari tempat Karla berdiri ... sosok di balik gelap itu tersenyum sinis menyaksikan apa yang terjadi. Dia cepat pergi saat Karla berjalan meninggalkan lokasi.

“Kalian itu ya ....”

***

Zirad tertawa sambil memegang jantungnya yang sakit akibat tawa yang terlalu keras. Dia melihat Edena sedang kejar-kejaran dengan Wira dan beberapa pelayan wanita. Semua kejadian itu terekam jelas di monitor.

Zirad bisa menyaksikannya dengan leluasa dari berbagai sudut.

Lucunya itu ... wajah Edena yang seperti maling sungguhan tertangkap basah mencuri sesuatu. Berlari sambil berteriak kegirangan seolah semua ini hanya permainan.

Iya. Gadis gila, sinting, tetapi cantik itu berlarian di sepanjang lorong, menghindari kejaran sambil tertawa-tawa. Sesekali dia berhenti untuk mengejek pengejarnya yang lamban. Meleletkan lidah sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya.

“Kurang ajar! Bahahaha. Dia benar-benar tidak tau malu pada Wira. Bocah kacamata itu bahkan lebih tua dariku.”

Zirad terus menyaksikan aksi tak bermutu itu sampai Edena berhasil ditangkap oleh dua pelayan. Dia dikepung dari dua arah dan berhasil dijinakkan. Bukannya marah, Edena malah tertawa tak karuan bersama para pelayan yang menangkapnya.

Edena: dengan luka aku hidup | END Where stories live. Discover now