twenty seven ➠ through the dark

4.8K 450 33
                                    

Dylan's POV

Aku merangkak menuju kamar secara perlahan. Mum sudah berada di kamarnya sementara Dad masih mengerang frustasi di sofa tempat mereka berargumen tadi.

"Dylan?" tegur Dad. Sial. Sial. Sial. Mengapa aku harus ketawan?! Aku menghapus air mataku kasar dan mendapati dad sudah berjongkok menghampiriku.

"What's wrong kiddo?" tanyanya. Aku menggelengkan kepalaku lemah. "Nightmare, huh?"

"Yes dad. Kind of," jawabku. Ia mengacak rambutku pelan dan menggandengku.

"Let's go for a walk," ucapnya. Aku mengangguk menurutinya. Malam ini tampak sangat sepi. Dad mengajakku untuk berkeliling London dengan mobil Range Rover hitamnya. Ia menyetir tanpa tujuan. Aku tau, sebenarnya ia pun hancur dan ingin menangis sepuasnya.

"I know that you have a problem, kiddo. Tell me," ucap Dad setelah gusar karena tak ada dari kami yang memulai pembicaraan. Duh, apakah aku harus berkata padanya bahwa aku mendengar semua perkataan mereka? Sepertinya tidak.

"Avee, dad."

"Know it. Haha!" serunya berusaha riang. Sebenarnya, tak ada nada riang sedikitpun dalam ucapannya. "Apa masalahmu?"

"Luke menyukainya, dad. Lalu seketika aku merasa tidak pantas memilikinya. Luke jauh lebih sempurna dan pantas mendapatkan gadis sespesial dia," ucapku.

"Pada akhirnya perempuan yang memilih, D. Perjuangkanlah dia kalau dia memang pantas kau perjuangkan. Tetapi, jika ia memilih yang lain, terimalah dengan hati yang senang karena jika kau menyukai dan mencintainya dengan tulus, kau akan bahagia jika ia bahagia," ucap dad. Aku mengangguk mendengar perkataannya. Perkara hati nomor satu beres, bagaimana dengan nomor dua?

"Aku sangat merasa bersalah karena tak menjenguknya tadi, Dad."

"Aku tau, apakah kau mau menjenguknya sekarang? Dibanding kau terus-terusan murung begini, lebih baik jika kau bertemu dan berbicara langsung dengannya," ucap Dad. Aku menggelengkan kepalaku cepat.

"Sudah malam dad," elakku.

"Aku percaya ia membutuhkanmu, Dylan."

“Tapi—“air mataku tumpah seketika. Bukan, bukan masalah hubunganku dengan Avee yang menjadi beban pikiranku. Yang menjadi beban pikiranku adalah hancurnya hubungan ayahku dan ibuku sementara ayahku masih berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengan cinta monyetku.

"Kenapa, kid?"

"I heard it all dad. I couldn't keep it by myself and I worry about it a lot," ucapku sambil menangis. Seketika dad mengerem mendadak. Untung kami sama-sama mengenakan sabuk pengaman dan keadaan London malam ini sangat sepi.

"You mean, the fight between me and your mother?" ucapnya lemas. Aku menganggukan kepalaku dengan takut.

Forever & Always ⇨ malik.Where stories live. Discover now