10. Pertarungan Atap

664 116 63
                                    

Hari ini terasa begitu panjang dan melelahkan.


Lia menghembuskan napas panjang. Heran, mengapa Nares sampai se-marah tadi? Memang apa yang salah dengan ucapan Haikal?

Bukankah Nares memang mencintai Rachel?

Seharusnya Lia-lah yang marah karena cemburu. Walaupun dasarnya Lia sama sekali tidak punya hak untuk marah.

Marahnya Nares sungguh tak berdasar. Dan itu yang membuat Lia terkejut sekaligus takut.

"Kak udah pulang?" Yuna yang masih menonton siaran televisi menegur Lia. Lia masuk ke rumah tanpa memberi salam. Mungkin Yuna kebingungan, ditambah lagi Lia berjalan dengan tergesa-gesa.

"Eh, kakak nangis? Kenapa lagi?" Tanya Yuna mendesak. Dia bahkan mengikuti langkah Lia sampai ke depan kamar.

Lia hendak menutup pintu rapat-rapat namun Yuna malah mendorongnya dari luar. "Kak, sebentar dulu ih! Aku lagi nanya." Kesal Yuna.

"Pergi, Yun." Lirih Lia lemas, ia sudah tidak ada tenaga berpura-pura untuk baik-baik saja.

Yuna menggeleng kukuh, "Enggak! Sini cerita dulu!" Dengan segala kekuatan, akhirnya Yuna berhasil mendorong pintu sehingga Lia tak jadi menutupnya.

Kalau sudah soal tenaga, Lia kalah.

Yuna ini tenaganya seperti hulk. Mungkin banyak orang yang tertipu dengan wajah imutnya, tapi seriusan, tenaga yang dia miliki sungguh bertolak belakang.

"Kak, kenapa?" Kini Yuna bertanya pelan-pelan seraya memberi tepukan dibahu Lia secara berulang.

Lia tak kuasa menahan tangis, akhirnya mencurahkan segala emosi yang terpendam. Yuna mengerucutkan bibir, dia memang paling tidak bisa melihat orang bersedih karena otomatis dia ikut sedih juga.

Yuna mendekap kakaknya erat, mengelus rambut bagian belakang dengan penuh kasih sayang.

"Cerita ke Yuna, kak."

Lia tersentuh dan membalas dekapannya tak kalah erat. Lia bahkan semakin mengencangkan suara tangis. Beruntung karena rumah hanya diisi oleh mereka berdua saja.

***

"Jadi mau cerita apa?" Tanya Yuna seraya mengelap jejak air mata Lia dengan selembar kertas tissue.

mereka berdua sedang duduk bersila di atas kasur kamar. Lia menopang wajah menggunakan bantal tidur, tapi pandangannya kosong menerawang ke jendela kaca.

Lia melirik Yuna sebentar, "Kakak gak kenapa-napa kok."

Lia dengar dia menghela nafas pendek dan melemaskan bahunya. "Jangan bohong! Kata Mama bohong itu dosa, kakak gak takut masuk Neraka?"

"Ya takut...."

"Ayo cerita sama Yuna. Yuna dengerin deh." Suruhnya dengan nada memaksa.

Lia menghela napas panjang, menatap dia lama. Setelah Lia pikir-pikir Yuna ini sudah dewasa, pasti nanti akan mengerti apa yang ia keluh-kesahkan. Padahal dulu waktu Lia mencurahkan isi hati, Yuna hanya diam saja. Lia kira dia mendengar ucapannya, tapi ketika ia pinta beri saran Yuna malah bilang, "Gimana mau ngasih saran, aku aja gak ngerti sama apa yang kakak omongin barusan!"

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang