28. MESSENGER

347 59 12
                                    

Kaki kami berhenti melangkah secara bersamaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kaki kami berhenti melangkah secara bersamaan. Aku dan Will menatap lurus ke arah pintu yang membatasi kawasan townhouse milik Will dan area parkir kendaraan myang juga khusus miliknya. Sejak Will memberikan kunci penthousenya padaku, dia memaksa aku untuk memarkirkan mobil kesayanganku di sini bersebelahan dengan mobil-mobil koleksinya. Aku menarik dua sudut bibir kemudian menatap Will dan mendapatinya sudah lebih dulu melihat ke arahku.

"Apa?" tanyaku begitu mata kami bertemu.

Bukannya menjawab, Will malah tersenyum makin lebar. Bibirnya semakin tipis karena tarikan ke atas yang kian melengkung. Dia menggelengkan kepala. "Tidak ada," jawabnya membuatkh ikut tersenyum semakin lebar, sama seperti yang dilakukannya.

"Aneh," kataku asal. Setelah membasahi bibir yang hari ini sengaja nggak kupoles dengan lipstick, aku kembali berkata, "kupikir kamu bakal ke Bandung bareng aku."

Aku sudah tahu jawabannya karena aku sudah menanyakannya lebih dari tiga kali. Will juga sudah menjawab dengan alasan yang sama untuk kesekian kalinya.

Berbeda dengan caranya menanggapi pernyataanku sebelumnya, kali ini iris birunya menatapku dalam. Lekukan di bibirnya membentuk garis lurus. Will meraih tanganku dan menarikku ke dalam pelukannya. Setelah mengecup lembut puncak kepalaku, dia berkata, "aku janji akan segera menyusulmu setelah menghadiri rapat dengan Biru."

Will melonggarkan pelukannya agar kami bisa kembali bersitatap. Tangan kanannya menyentuh daguku, lalu mendongakkannya. Perlahan, wajah Will mendekat dan membuat bibir kami menyatu. Aku selalu suka caranya menyentuhku. Semua yang dilakukannya untukku terasa manis dan menyenangkan. Aku selalu ingin terus merasakannya.

"Aku berjanji akan menghajar Si Brengsek Jake saat bertemu nanti," amuknya setelah ciuman kami berakhir.

Aku tahu dia nggak bersungguh-sungguh pada ucapannya. Dia nggak mungkin bisa memukul lelaki hmyang sudah dianggapnya seperti kakak sendiri itu. Aku tahu benar kalau Will menyayangi Jake.

Aku mengusap lembut dada bidangnya hasil dari pertempuran sengit melawan alat-alat kebugaran. Kumainkan kancing kemeja biru langit yang melekat indah di tubuh lelaki pujaanku. "Tolong jangan," pintaku tanpa berniat menghentikan tatapan merajuk yang sejak tadi kupasang. "Buat saja dia nggak bisa mengabaikan ponselnya," imbuhku.

Bibirnya berkedut menahan tawa. Satu tangannya yang nggak memegang tas berisi baju-baju yang akan kubawa ke Bandung meraih tangan kananku, kemudian mengecupnya perlahan. Aku tahu ini bukan sentuhan pertamanya, tapi sensasi yang ditimbulkannya selalu sama seperti awal kulit kami bersinggungan.

"Your wish is my command, Mam," katanya dengan mata yang nggak putus menatap mataku.

Duh, Tuhan, boleh nggak kukarungin cowok ini dan langsung kubawa ke altar aja? Kok, rasanya mubazir cowok kayak dia dibiarin lajang lama-lama.

"Jangan menatapku kayak gitu atau kamu bakal kulipat supaya masuk ke dalam sini," ancamku sambil menunjuk saku bagian depan celana jeans bergaya boyfriend yang kukenakan saat ini.

KIMMY ;Lost in LondonWhere stories live. Discover now