Mimpi

149 33 5
                                    

Jisoo duduk pada dahan kayu untuk meredam amarahnya, bunyi gigitan kuku mengisi kesunyian malam. Ia kehabisan akal untuk memperdaya Taeyong, semua godaan sudah ia lontarkan. Tapi, pria itu masih memiliki keteguhan hati begitu kuat, harus pakai cara apalagi agar bisa membawa jiwa Taeyong bersamanya.

"Sudahlah, menyerah saja dengan pria menyebalkan seperti itu." Ten membuka suara lalu mendaratkan bokongnya pada dahan yang diduduki oleh Jisoo. Jisoo tak menjawab, ia justru melayangkan tatapan membunuh kepada Ten hingga membuat pria itu membatalkan niatnya untuk duduk bersebelahan. Ten melayang dengan kepakan sayapnya tepat dihadapan Jisoo yang bergumul dengan emosi.

"Putri Jisoo, tenanglah. Kau akan merusak kuku cantikmu jika terus menggigitnya seperti itu." Ten berucap dengan niatan canda.

"Diam."

Ten langsung menutup bibirnya tak berani untuk membukanya hingga menerima ijin Jisoo.

Selama beberapa saat Jisoo terus memikirkan rencana untuk membawa Taeyong, menyeret jiwa itu dengan paksa hal yang mudah tapi melanggar hukum dunia mereka. Lantas hal apalagi yang harus dilakukannya, Ten bahkan tidak berniat menolongnya dan hanya menganggunya tiap kali ia merasa gagal.

"Menyebalkan, menyebalkan sekali melihatmu ada disini Ten." Jisoo berdecak, dengan jari telunjuknya ia melemparkan bola api kecil tepat pada wajah Ten, beruntung pria itu menghindarinya sebelum wajahnya hangus terbakar.

"Kalau kau putus asa seperti ini, sebaiknya kita pulang saja ke Netherworld."

"Kau berniat mempermalukanku?." Amuk Jisoo yang sudah melejit siap mencengkram leher Ten. Ten yang gugup mengangkat kedua tangannya sembari memohon ampunan.

"Masih ada cara lain untuk memperdaya pria itu, kau bisa masuk kedalam mimpinya."

"Mimpi?." Jisoo tampak bingung.

Ten menjaga jaraknya dengan Jisoo demi keamanan jiwanya lalu berdehem sedikit sebelum memulai penjelasannya.

"Kau bisa membuka kenangan buruk yang berada di alam bawah sadar manusia tersebut, lalu merangkainya menjadi sebuah mimpi buruk yang bisa mempengaruhi emosi mereka." Jelas Ten.

"Apa banyak manusia yang terpengaruh akan hal itu?."

"Tentu saja, para manusia menganggap mimpi buruk sebagai bentuk kesialan mereka, bahkan ada beberapa manusia menganggap mimpi buruk itu adalah penyesalan mereka dari masalah yang diperbuat di masa lalu." Tambah Ten lagi yang kini sudah duduk manis pada dahan pohon.

"Apa kau sudah mempraktekkan cara ini?." Jisoo bertanya tak yakin.

"Tentu saja, sudah berapa jiwa yang kubawa selama ratusan tahun." Ten menyibakkan rambutnya sedikit angkuh dan Jisoo bergidik melihat sikapnya itu.

Taeyong tampak merasa kesakitan setiap kali ia mengingat anaknya, Jian. Jisoo berasumsi kalau Taeyong memiliki penyesalan terdalam terhadap anak perempuannya itu. Sepertinya ia menemukam titik terang untuk membawa Jiwa Taeyong bersamanya.

"Seharusnya kau memberiku saran ini secepatnya agar tugasku selesai."

"Bukankah kau melarangku untuk ikut campur." Ten mengangkat bahunya seolah tidak peduli.

Jisoo berdecak lalu menarik napas dalam sebelum melakukan rutinitasnya. Dia merapikan juntaian surai rambut panjangnya sebelum terbang menghilang menuju kediaman Taeyong.

Jisoo memperhatikan Taeyong yang tampak terlelap, wajah yang pucat, tubuh yang kurus tampak lemah dan juga kumpulan obat yang tergeletak tepat pada meja kecil disebelah kasurnya. Selama tiga hari ia tidak bertemu dengan Taeyong dan pria itu sudah selemah ini. Ia berjalan mendekat kesisi ranjang Taeyong, keringat tampak membasahi wajahnya. Apakah dia bermimpi buruk?.

Devil's Cry - Taeyong ft Jisoo ☆Where stories live. Discover now