Episode Lima

13.9K 1.3K 71
                                    

Semoga notifikasi cerita ini membuat kalian senang (ngarep). Langsung aja dibaca dan semoga suka dengan  kehidupan Nadine dan Malik. Aku akan senang kalau kalian mau memberikan votes dan komentar. Terima kasih.



"Sebenarnya, Mami enggak enak sama kamu, Nadine," kata Mami.

Aku masih berdiam di meja makan setelah membiarkan Aurel melepas rindu bersama ayahnya. Tidak tahu apa lagi yang harus kulakukan selain memperhatikan anak itu menangis keras dalam pelukan Malik. Aku mengalah dan keluar dari kamar belakang.

Membuat secangkir teh tawar hangat sepertinya ide bagus. Tapi, sebelum aku melakukannya, sudah ada Mami yang lebih dulu berdiri di depan kitchen set dan membuat dua cangkir teh hangat. Ia menyuguhkan salah satunya untukku.

"Semalam, Malik telepon, tanya kondisi Mami dan Papi. Ya udah, Mampi jawab jujur kalau Papi lagi sakit. Mami sama sekali enggak tahu kalau Malik akan datang ke sini," katanya lagi.

Aku ingin melihat kobohongan dalam mata Mami. Mencoba meyakinkan diri jika apa yang telah dilakukan Mami padaku dan anak-anak adalah sesuatu yang salah. Tidak seharusnya kami bertemu-saat aku belum siap kembali untuk membagi cinta yang tercurah dari anak-anak. Aku masih menikmati sebagai satu-satunya orang yang dicintai dan diperhatikan ketiga anakku.

Karena aku takut jika anak-anak lebih memilih Malik yang menyenangkan dibanding aku yang penuh aturan. Itu akan jauh lebih menyakitkan dibanding perselingkuhan Malik. Hanya ketiganya yang kini menjadi alasanku untuk tetap kuat bertahan dihantam gelombang masalah.

"Tolong maafkan, Malik, Nadine," tiba-tiba Mami berkata seperti itu. Tangannya terulur menggenggam tanganku. Ia meremas pelan tanganku.

Aku menggeleng. Ini salah. Mami melakukan hal yang sangat tidak pantas dilakukan. Meminta maaf atas perbuatan buruk anaknya tidak akan menghilangkan perasaan luka di hatiku. Sedikit pun tidak akan hilang perasaan sakit karena dikhianati oleh Malik. Dan, aku tidak ingin membiarkan orang lain mengobati luka itu. Biarlah membekas agar aku dapat terus membenci laki-laki itu.

"Malik sedang salah jalan. Mami kenal betul anak Mami. Dia enggak pernah sengaja mau menyakiti kamu dan anak-anak. Mami tahu kalau Malik masih terus mencintaimu dan anak-anak, Nadine. Kalian adalah poros hidup Malik."

Semuanya terlihat. Ya, akhirnya tabir itu terbuka. Bahwa, tidak akan ada seorang ibu yang benar-benar membenci anak kandungnya. Ia akan terus berada di samping untuk membuat anaknya bahagia. Mami akan terus berada di posisi Malik tanpa peduli dengan apa yang telah dilakukan anaknya padaku dan ketiga cucunya.

Aku melupakan fakta penting. Malik adalah anak tunggal di keluarganya. Mami dan Papi tentu tidak ingin kehilangan anak semata wayangnya. Seburuk apapun kelakukan Malik, mereka akan tetap berdiri dan mengulurkan tangan untuk Malik. Mereka tidak akan berpaling dari anak kesayangannya.

Kemudian, aku mengingat masa-masa di mana kami-aku dan Malik-belum memahami apa itu kebutuhan. Dalam pikiran anak-anak dan remaja, keinginan untuk mendapatkan sesuatu terasa begitu kuat. Kami akan melakukan apa saja demi mendapatkan keinginan itu.

Aku mengingat kalau Malik tidak akan pernah bersusah payah mendapatkan keinginanannya. Ia cukup meminta dan mengemis pada Mami, maka keesokan harinya langsung dikabulkan. Meskipun ia akan dimarahi Papi, tapi Mami tetap akan memberikan mainan, sepeda, ponsel terbaru atau apapun yang diinginkan Malik. Semuanya terasa seperti membalikkan telapak tangan.

Ada dua momen yang membuatku mendapatkan sesuatu yang kuinginkan: hari ulang tahunku dan selepas pembagian rapor sekolah. Ayah dan Ibu akan mengabulkan satu permintaanku di setiap hari pertambahan usiaku. Juga bila nilai raporku bagus dan meningkat, mereka juga memberikan satu yang kuinginkan. Aku harus menghancurkan celengan ayam-uang tabungan yang kusimpan dari sisa uang saku-untuk membeli boneka barbie terbaru. Saat nilai raporku menurun dan kedua orangtuaku enggan memberikan barbie itu, aku mengorbankan uang jerih payahku selama beberapa bulan. Mereka membiarkannya. Kelak, aku memahami alasan mereka melakukan hal itu untukku karena aku akan melakukan hal yang sama dengan anak-anakku.

After Divorce (Selesai)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora