999

3.1K 604 63
                                    

Aku sudah tidak tahu lagi.

Rosé sudah terlanjur masuk terlalu dalam, dan sepertinya dia sudah mendapatkan cluenya dari lebam yang aku berikan di pipi mulus itu dan paru-parunya yang sesak setelah aku cekik lehernya tadi.

Aku tidak tahu apa yang aku lakukan.

Tapi aku suka.

Bagaimana dia menatapku minta tolong saat tanganku melingkar di lehernya, melingkar di nyawanya, detik itu hidupnya ada dalam genggamanku, aku memegang kendali penuh, sedangkan dia hanya bisa pasrah.

Melihat berbagai macam ekspresi yang dia keluarkan, mengamati tiap gurat wajahnya yang tergantung olehku, ekspresi yang dia keluarkan tergantung apa yang aku lakukan padanya, semua tergantung padaku.

Saat bola mata jernih itu dibanjiri air mata selagi menatap mataku minta tolong, mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara karena tanganku menahannya. Kemana wajah sombong beberapa hari lalu? Lenyap, untuk sesaat hidupnya bergantung padaku.

Dan aku tidak ingin ini semua hanya sesaat.



Sekarang aku duduk menyender ke kepala ranjang, ada badan mungil meringkuk di sampingku. Rambut pirangnya berantakan dan basah, badannya tidak tertutupi sehelai benangpun saat aku berpakaian lengkap, menunggunya duduk tegap dan menatapku dengan manik indah itu.

Mungkin ini salah, ini mungkin bisa membuatnya pergi dan aku akan kehilangan target yang sukarela mendekatiku.


Di satu sisi aku kesal karena ada kemungkinan besar dia tidak akan mau dekat denganku lagi, tapi di sisi lain aku senang karena telah melenyapkan wajah sombong dan sifat arogannya—

"You're into kinks, huh?"

Mataku melirik Rosé yang dengan susah payah duduk tegap, dia menyeka rambut yang berada pada wajahnya dengan kasar, aku menoleh demi menatap wajahnya lebih leluasa. "Apa?"

"I didn't know you're into kinky sex." Rosé menoleh lalu tersenyum, sedikit meringis saat membenarkan duduknya. "But i don't mind."

Aku nyaris membunuhnya tadi dan dia bilang itu kinky sex?

Aku tidak tahu bahwa Rosé bisa menikmati rasa sakit pada tubuhnya dan menganggap pukulan yang aku berikan adalah karena aku menyukai hal semacam itu.

Maksudku, aku memang menyukainya, tapi—tidak secara seksual.


Aku tidak terlalu memikirkan ucapan Rosé, rahangku agak mengeras melihat wajah santai yang sombong itu muncul lagi di hadapanku. Jalang satu ini benar-benar tidak punya malu.

Rasanya secara tidak langsung dia menginjak harga diriku, dan aku harus melakukan sesuatu soal itu.


"Yeah, i do into that kind of things, you too?"

Rosé terdiam sebentar, lalu tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. "Not really, tapi aku tidak masalah."

Aku ikut tersenyum. "Then we should do some more."



Rosé harus tahu dia berurusan dengan siapa, aku akan membuatnya memohon di hadapanku.
















Note;

Udah nangkep cara berpikir Jeffrey itu kayak gimana?

Awalnya gw mau bikin disini karakter Jeffrey itu egois, gak suka kalau ada yang ngontrol dia, tapi malah jatohnya ini Jeffrey posesif.

Posesif itu bukan cuma soal cemburu loh, tapi tentang sifat seseorang yang merasa jadi pemilik.

Jeffrey pengen jadi 'pemilik' Rosé, dia ngerasa puas kalau ngeliat Rosé gak berdaya dan bergantung sama dia, dia pengen jadi 'pemilik' yang punya kontrol penuh atas Rosé, tapi sejauh ini yg Jeffrey pikirin cuma kesenangan yg dia dapat saat nyawa Rosé ada dalam genggamannya.

Makanya dia ngerasa diinjek-injek pas Rosé santai aja sama dia, gak ada takut-takutnya. Mungkin si Jeffrey ini ngeliat Rosé kayak ngeliat peliharaan kali ya.

Begitulah.

Jangan ditiru guys.

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang