💞 Sweet Chapter 14 💞

30 7 0
                                    

Suasana sekolah memang selalu ramai. Apa lagi saat jam istirahat seperti sekarang. Audrey memutuskan kali ini hanya ingin makan roti karena perutnya masih merasa kenyang. Saat melewati koridor menuju ke kelas, suara riuh dari lapangan sangat terdengar ramai. Audrey yang tahu sumber keramaian itu hanya cuek, apa lagi kalau bukan teriakan histeris para gadis yang tengah menonton permainan basket Gavin.

“Gavin ganteng, ya, kalau lagi main basket, selalu bikin meleleh,” sahut Lila tiba-tiba.

Audrey menghentikan langkahnya dan menatap Lila dengan heran. Sadar akan hal itu Lila meminta maaf merasa tak enak hati pada Audrey.

“Eh, sorry, bukan apa-apa, Re. Gue muji Gavin, doang,” ucap Lila lagi sambil tersenyum.

“Lo suka sama Gavin?” tanya Audrey langsung.

“Enggaklah, gue itu kagum doang sama Gavin. Dia anaknya ganteng, pinter, jago basket lagi. Suka ya sebatas kagum doang, gue paham lo suka banget sama Gavin, Re. Gue enggak bisa suka sama orang yang juga disukain sama sahabat gue sendiri,” jawab Lila dengan jujur.

Mereka berdua memilih duduk di kursi yang tersedia di koridor. Yang masih tak jauh dari lapangan basket.

“Lo bener, sih. Gavin yang seperti itu siapa yang enggak akan suka,” sahut Audrey membenarkan ucapan Lila sambil membuka roti isi cokelat yang sudah dibeli.

“Ya emang, Re. Tapi, Nabila beruntung, ya, bisa disukain sama Gavin. Kalau boleh jujur nih, ya, Gue berharap banget Gavin sukanya sama lo.”

Mereka masih asyik mengobrol sambil menikmati jajanan masing-masing. Saat mendengar nama Nabila disebut, Audrey kembali teringat kejadian di kamar mandi waktu itu. Ia pun menatap sekitar koridor, memastikan tidak ada yang memperhatikan obrolan mereka. Perlahan duduk Audrey semakin dekat dengan Lila.

“La, gue mau cerita sesuatu sama lo,” ucap Audrey pelan, tetapi masih bisa di dengar Lila. Refleks keduanya semakin merapatkan posisi duduk.

Lila sudah memasang wajah penasaran dan menguatkan indra pendengarannya. Perlahan Audrey pun menceritakan kejadian di kamar mandi itu dengan detail, tanpa melupakan sesuatu apa pun. Lila yang mendengar itu sontak membulatkan mata.

“Lo serius?” tanya Lila dengan suara yang keras, membuat beberapa murid yang melintas melihat ke arah mereka. Langsung saja Audrey membekap mulut Lila dan menginstruksi agar memelankan suaranya.

Lila pun paham dan meminta maaf pada Audrey. Ia tak habis pikir dengan apa yang Audrey katakan. Ternyata gadis yang katanya populer di sekolah itu begitu munafik.

“Lo udah ngomong sama Gavin?” tanya Lila dengan rasa penasarannya.

“Gue enggak ngomong langsung, sih. Tapi Gavin kayaknya percaya banget sama Nabila, dan gue bisa lihat La, ketulusan dia buat Nabila,” jelas Audrey sambil tersenyum kecut.

“Kalau gitu, kita harus bisa buktiin langsung di depan Gavin. Biar Gavin percaya.”

Lila begitu bersemangat mendukung Audrey. Sebagai sahabat, ia tak ingin sahabatnya dikecewakan dan akan dibuat sakit hati.

“Tapi, La, gimana caranya? Gue enggak tega kalau harus lihat Gavin kecewa,” ujar Audrey yang masih bimbang.

“Lebih baik dari sekarang, Re. Daripada kelamaan, yang ada lebih nyesek lagi.” Lila mencoba meyakinkan Audrey, “gue bantu!” lanjutnya sangat yakin.

Audrey mengembuskan napas dan tersenyum tipis, kemudian mengangguk. Sekarang kedua gadis itu memiliki misi untuk membuktikan keburukan Nabila tepat di hadapan Gavin sendiri. Lila sangat berharap, setelah Gavin mengetahuinya, laki-laki itu sadar akan perasaan Audrey selama ini.

Sweet Letter ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang