JEBAKAN

11.7K 1.7K 723
                                    

Happy Reading

.

.

💍💍💍

Maura sudah sampai di depan ruangan Arkan, satu tangannya yang bebas terangkat menekan knop pintu dan membukanya.

Maura hendak melangkah masuk, namun tidak jadi ketika ia melihat pemandangan menyesakkan di depannya.

Tubuhnya menegang seketika, dadanya bergemuruh melihat itu. Melihat Arkan yang berdiri mengukung Liana di tembok. Jarak mereka sangat dekat, dan itu membuat hati Maura panas.

Sedangkan Arkan menatapnya terkejut dengan kemunculan Maura tiba-tiba.

"Sorry ganggu. Aku bawa makan siang buat kamu" Maura meletakkan paper bag makanan itu ke sisi pintu "Lanjutin urusan kalian, aku tunggu di luar" lanjut Maura kemudian menutup pintu itu kembali dan melangkah pergi.

Air matanya mengalir, namun Maura berusaha untuk tidak mengeluarkan isakannya. Maura terus menerus memikirkan hal positif terhadap Arkan, tapi ... melihat pemandangan itu, jarak Arkan dan Liana yang sangat dekat dan bagaimana Arkan yang mengurung Liana di tembok, hati Maura sakit.

Maura mengubah langkahnya menjadi sedikit berlari saat terdengar panggilan Arkan dari arah belakangnya. Maura menghindar, tidak mau Arkan melihatnya menangis seperti ini karena lelaki itu pasti berfikir ia tidak mempercayainya.

Tidak, Maura percaya, tapi hati wanita mana yang tidak sakit melihat pemandangan itu.

Sementara jauh di belakang Maura, Arkan berlari mengejarnya seraya memperingati Maura untuk tidak berlari karena itu akan membahayakannya dan calon bayi mereka. Arkan takut terjadi sesuatu pada mereka.

"Ra, tunggu!" Arkan akhirnya berhasil menahan tangan Maura. "Jangan lari-lari kayak gtu, bahaya"

Maura menepis tangan Arkan darinya, tidak mau melihat Arkan.

Arkan menghela napasnya dan memutar tubuh Maura untuk menghadapnya. Di bingkainya wajah Maura, menghapus air mata itu penuh kelembutan.

"Siapa yang udah berani bikin kamu nangis, hm?"

"Kamu!" sentak Maura disela isakannya. Arkan tersenyum.

"Maaf udah buat kamu nangis. Tapi kamu salah paham, Sayang"

Maura tidak merespon, tapi air matanya malah semakin keluar deras membasahi pipinya. Tubuh Maura berguncang mengeluarkan isakannya.

"Ssstt ... Maaf, Sayang" Arkan membawa Maura ke dekapannya, mengecup puncak kepala Maura lembut. "Aku bisa jelasin"

Tidak ada jawaban lagi, bibir Maura kelu untuk menolak apalagi memarahi Arkan. Kedua tangannya refleks melingkari leher Arkan saat lelaki itu menggendongnya. Maura membenamkan wajahnya ceruk leher Arkan, menyambunyikan air matanya. Terlalu malu menunjukkan wajahnya saat ini mengingat kejadian kejar-kejaran mereka tadi di depan umum.

"Perut kamu gapapa?" Maura menggeleng, mengeratkan pelukannya di leher Arkan.

Arkan memasuki ruangannya dan meletakkan tubuh Maura di atas sofa, meluruskan kaki dan membukakan flatshoes yang dikenakan Maura. Arkan lalu beranjak menuju dispenser, mengambilkan air minum untuk Maura.

"Minum dulu" Arkan memberikan gelas itu pada Maura, Maura meminumnya beberapa tegukan dan mengembalikannya pada Arkan. Arkan meletakkan gelas itu ke atas meja dan berjongkok, tangan kanannya terjulur menyingkirkan helaian rambut Maura yang basah karena keringat akibat berlarian tadi.

AFTER MARRIED || (T A M A T)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang