09.

4.2K 510 67
                                    

"Ma, Mas Jendral pasti sembuh. Percaya sama Semesta ya?"

-






"SEMESTAAA!!!" Lelaki tua itu berlari dan meneriakkan nama itu dari ujung lorong rumah sakit dan menyita perhatian disekelilingnya. Dengan langkah lemas ia menuju ruangan tempat Semesta dirawat. Sejauh ini dokter belum memperbolehkan Semesta dijenguk siapapun.

Taentariksa yang tadinya sedang duduk langsung menghampiri kehadiran kakeknya, "kakek?"

"Kenapa Semesta bisa kaya gitu hah?" Teriak Koh Win terhadap Taentariksa, lalu ia mengajak Koh Win untuk tenang dan menceritakan semuanya satu satu.

Jendral juga masih disitu, tentang mamanya ia tidak tau. Sejak Johnathan dipenjara, Aren pergi dari rumah dan tanpa kabar. Jendral pun enggan pulang kerumah, ia hanya kembali saat mandi dan mengganti baju.

"Lo udah sarapan?" Tanya Mark tiba tiba, walau Mark dendam kepada ayahnya Jendral tapi bukan berarti Mark membalaskan dendamnya kepada Jendral, anak itu tidak tau apa apa.

Jendral menggeleng, "belum, mau beli? Yuk bareng"

Mark berdiri diikuti Jendral yang berdiri, mereka berdua berjalan ke arah kantin yang disediakan rumah sakit. Disana banyak sekali yang sedang makan, ada perawat dan dokter juga. Setelah memesan menu dan duduk di bangku paling pinggir mereka berdua mulai acara makan.

"Gimana penyakit lo?" Tanya Mark tiba tiba.

"Gak lama lagi kayaknya" Kata Jendral membuat Mark refleks menyentil kening lelaki didepannya dengan bebas.

"Aduh, kenapa si?" Jendral gusar lalu mengusap keningnya.

"Ga boleh ngomong gitu, nanti gue bicarain sama kak Tae biar cariin donor ginjal buat lu" Ucap Mark enteng lalu mencicipi makanan yang tersedia dihadapannya.

"Ga usah, gue ga mau ngerepotin." Jendral menatap Mark. Mark hanya mendesah keras dalam artian tidak suka dengan apa yang Jendral katakan.


-


-


-




Setelah dianggap membaik oleh pihak rumah sakit, Semesta boleh dijenguk. Namun dia belum juga siuman, ia masih betah dalam mimpi panjangnya. Terhitung sudah dua hari sejak kejadian tembakan depan rumah tersebut.

Koh Win sedari tadi tidak beranjak disamping ranjang Semesta. Tangan Semesta yang lemas ia remat dan memohon agar Semesta membuka mata. Dibelakangnya terdapat Taentariksa yang sedang memperhatikan bagaimana kesedihan Koh Win.

"Bangun ya nak...?" Pinta Koh Win sambil mengelus surai Semesta, tapi apa daya Semesta hanya diam.

"bangun Semesta...."

"Bangun, Koh Win tau Semesta capek. Tapi Semesta ga boleh nyerah ya?"

"Nanti Koh Win kasih buku cerita yang menarik lagi! Nanti kita baca bareng bareng di toko!"

"Lagi mimpi ketemu ayah sama bunda ya? Makanya lama bangunnya?" Kini yang bersuara Taentariksa, ia begitu terpukul melihat Semesta seperti ini. Koh Win mengusap kasar air mata yang ingin turun.

Mark dan Jendral yang baru datang dari kantin langsung masuk keruangan dimana Semesta berada. Mark langsung berdiri disamping Semesta sedangkan Jendral hanya menatap dari dekat pintu. Jendral hanya merasa malu atas apa yang orangtuanya perbuat, dan ia juga menyesal pernah memperlakukan Semesta dengan tidak baik.

"Hai, ini Mark. Kapan kita sekolah lagi hm? Nanti kita naik bus bareng lagi ya? Terus nanti kita ke rooftop sekolah lagi oke?" Mark menarik nafas dan menahan tangisnya.

Semesta dan sendunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang