Abadi (selesai)

260 16 3
                                    

Kuhampiri jalan yang kita lewati
Setiap hari kita di sini
Ku menanti hadirmu 'tuk kembali
Hanya kenangan yang tersisa di sini

Namun sekarang kau t'lah pergi
Dan kuyakini kau takkan kembali

Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Berjuta memori yang terpatri dalam hati ini
Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Tak lagi saling menyapa
Meski ku masih harapkanmu

Ku menanti hadirmu 'tuk kembali
Hanya kenangan yang tersisa di sini (namun sekarang)

Namun sekarang kau t'lah pergi (pergi)
Dan kuyakini kau takkan kembali

Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Berjuta memori yang terpatri dalam hati ini
Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Tak lagi saling menyapa
Meski ku masih harapkanmu

Sesungguhnya hatiku tak sanggup menerima
Dan lupakan s'galanya

Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Berjuta memori yang terpatri dalam hati ini
Mungkin hari ini hari esok atau nanti
Tak lagi saling menyapa
Meski ku masih harapkanmu, ooh (harapkanmu)
Meski ku masih harapkanmu, ooh

Kurelakanmu

(Mungkin hari ini esok atau nanti-Anneth)

                           

Semilir angin berhembus pelan, mengiring dua raga ke tempat peristirahatan mereka. Isak tangis kehilangan kian terdengar ketika dua raga tersebut dikebumikan. Cuaca yang mendung seolah mewakili perasaan mereka yang ditinggalkan. Seorang pria paruh baya berjongkok didekat gundukan tanah yang masih basah bertaburkan bunga mawar yang masih segar, menatap kosong sebuah papan nisan berukirkan nama putri kesayangannya "Febriya Keyrelle Albertian William".

"Om, kami permisi dulu ya" pamit Athallah. Namun Gastian hanya diam, raganya memang disini tapi jiwa nya entah kemana.

"Dad" nadeo menepuk pelan bahu Gastian, namun tidak bereaksi apapun. Nadeo menghela nafas berat, Gastian pasti merasa sangat terpukul karena kehilangan Briya, putri satu-satunya dan kesayangannya.

"Kalian hati-hati di jalan ya" nadeo tersenyum, namun semuanya tau, dibalik senyum itu ada luka mendalam yang dirasakan nya.

"Iya bang" satu persatu para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman. Terkecuali keluarga Briya dan keluarga Valeron. Riyani dan Martha, bunda dan adik Valeron tak henti-hentinya menangis di dekapan Regan, ayah Valeron.

"Bun, udah ya jangan nangis lagi, Valeron udah tenang disana" Regan berjongkok didekat gundukan tanah dengan papan nisan "Valeron Alexandrio Abraham", putranya.

"Bang Veron kenapa ninggalin Martha. Abang ga sayang sama Martha ya? Atau karena Martha sering bikin abang jengkel, jadinya abang pergi ninggalin Martha, ayah, sama bunda? Kalo abang balik, Martha janji ga bakal ngerusuh lagi, Martha bakal jadi anak baik, tapi abang pulang ya, kasian bunda nangis terus dari kemaren" Martha mengusap air matanya dengan punggung tangannya.

"Ini udah takdir sayang, kamu ga boleh nyalahin diri kamu sendiri ya. Nanti abang disana sedih dan ga tenang. Kamu mau abang kamu ga tenang disana?" Regan mengusap kepala Martha yang tertutupi kerudung. Martha menggeleng.

"Kalo gitu, Martha sama bunda ga boleh sedih" Regan berusaha menenangkan Martha dan Riyani. Martha mengangguk lemah.

"Pulang yuk bun tha" rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Riyani dan Martha mengangguk pelan lalu bangkit dari posisinya.

"Saya sama keluarga pamit duluan ya" Regan berpamitan pada Gastian dan keluarga nya.

"Iya om, hati-hati" setelahnya keluarga Valeron sudah pergi meninggalkan area pemakaman menggunakan mobil mereka.

"Dad, ayo pulang, keburu hujan nya tambah deres" Nadeo mencoba membujuk Gastian yang masih berdiam di posisinya sambil memeluk nisan Briya.

"Daddy disini aja, mau nemenin Briya, kasian dia nanti sendirian" Gastian berucap dengan pandangan kosong.

"Jangan gitu dad, kalo Briya tau daddy kek gini, pasti dia disana sedih dan ga tenang" Rendy ikut membujuk Gastian.

"Emangnya Briya dimana? Dia kan lagi dihadapan daddy" Gastian tersenyum ke arah depan.

"Dad ikhlasin Briya, Briya udah ga ada, dia udah pergi ninggalin kita" Nadeo tak kuasa menahan air matanya. Rendy hanya diam ditempat nya

"Kamu bilang apa sih! Itu Briya lagi berdiri didepan daddy sambil senyum. Valeron juga disamping nya" Gastian tetep kekeuh.

Gastian melihat Briya dan Valeron yang berdiri tak jauh didepan nya. Mereka sama-sama memakai pakaian serba putih. Senyum terlukis indah di bibir mereka. Tangan mereka saling bertautan.

"Briya Valeron, kalian mau kemana?" Gastian beranjak dari posisinya, pandangan nya menjelajah liar ke segala penjuru.

"Dad, Briya udah pergi dad, daddy yang ikhlas ya" nadeo dan Rendy memeluk Gastian. Gastian memejamkan matanya, dirinya harus menerima kenyataan bahwa putri nya sudah pergi jauh dan tak akan pernah kembali kepada nya. Dia akan berusaha mengikhlaskan kepergian putri nya.

Sementara itu, dua jiwa yang kini sudah bersatu dan abadi di alamnya. Mereka tersenyum namun meninggalkan tangis dan luka yang amat mendalam kepada orang-orang sekitarnya.

~Selamat jalan Febriya Keyrelle Albertian William dan Valeron Alexandrio Abraham🥀~
                     

~Tamat~

            3 Februari 2021          

My King Valeron (SELESAI✅)Where stories live. Discover now