10 (END)

520 65 33
                                    

Jae's pov.

Puluhan pesan menghujani ponselku. Ia bergetar daritadi minta dibaca.

Aku masih marah pada Rose.

Kenapa ia memberitahukan tentang kepergiannya secara tiba-tiba? Aku belum mempersiapkan diri.

Kutatap langit-langit kamar. Jam di dinding menunjukkan pukul enam pagi. Aku sebelumnya membaca salah satu pesan darinya. Katanya, keberangkatan keretanya pukul tujuh.

Aku mengetuk-ngetukkan jari saat melihat mawar di atas nakas. Kini kenangan tentang mawar lebih mengingatkanku pada sosok Rose. Dia banyak mengisi kekosongan dengan hal baik yang menyenangkan.

Aku kembali mengingat segala hal tentangnya; awal pertemuan di toko bunga, saat bersepeda menuju berbagai tempat, menenangkan diri melihat indahnya alam, matanya yang bersinar di temaram malam, senyumnya yang selalu aku sukai karena terlihat lebih tulus daripada sinar matahari yang menerangi bumi.

Dia yang membuat hidupku berwarna kembali. Aku tidak mau melepaskannya begitu saja.

Kuputuskan untuk mengejar gadis itu. Apapun hasilnya, aku tidak peduli, aku tidak mau kehilangan sumber kebahagiaanku—lagi.

Roseanne's pov.

Aku menghembuskan napas panjang untuk ke sekian kalinya. Merasa bersalah pada Jae. Aku yakin dia marah karena aku yang tiba-tiba mengabarkan berita buruk.

Maafkan aku ...

"Masih belum dibales?" tanya Lisa sekalian mengintip layar ponsel yang menyala menunggu notifikasi dari kontak bernama Jae.

Aku mengangguk lemas.

"Marah dia," lanjut Bambam.

Aku mendengus. "Aku juga tau, Bam!"

Bambam berlindung di balik bahu Lisa, bereaksi berlebihan terhadap ekspresiku. Habisan, dia menyebalkan sekali.

Aku menatap arloji digital yang menunjukkan angka 6.30.

Sepertinya, Jae marah besar dan tidak mau menemuiku lagi.

"Aku mau beli minum dulu, ah. Kalian mau nitip?" Aku bangkit, ingin mencari pemuas dahaga.

Lisa dan Bambam mengangguk. "Apa aja diterima."

Aku mendengus sekali lagi. "Titip tas aku." Aku menunjuk tas gendong besar berisi barang-barang yang penting. Kemudian, aku berjalan menjauh.

Stasiun ramai sekali, aku jadi sedikit pusing. Setelah mendapat minum yang aku mau, aku langsung meminumnya kala itu juga. Aku mendesah lega. Tenggorokanku seperti tanah kekeringan yang menguap setelah diberi air hujan.

Aku berjalan kembali menuju tempatku sebelumnya. Dengan dua botol minuman teh di genggaman.

"Aduh!"

Sial, pake ada acara kesandung segala.

Minumanku jadinya menggelinding, sebelum akhirnya berhenti saat menabrak sepatu orang. Aku menatap orang itu berniat untuk meminta maaf. Alih-alih itu, aku malah terdiam dan sedih melihatnya.

Itu Jae, berdiri dengan napas pendek yang kelelahan.

Aku berdiri pelan-pelan, kemudian terkejut saat ia memelukku. Rasanya berbeda dengan waktu pertama kali di pembatas jembatan yang lalu.

Aku diam mematung. Sungguh, aku tidak tahu harus bagaimana.

"Maaf, aku nggak seharusnya marah." Ia berujar, masih sambil memelukku.

Aku balik memeluk dan mengusap punggungnya. "Maafin aku juga, janji buat bepergian nggak bisa ditepatin karena aku harus pergi."

Setelah itu, ia melepas pelukannya dan menggenggam kedua tanganku.

Aku dibuat terkejut untuk kedua kalinya.

"Aku nggak tau, ini kecepetan atau engga." Ia mengambil jeda. "Tapi aku nggak mau kehilangan orang yang aku sayang."

Tuhan, jantungku berdetak lebih cepat dari ritme biasanya.

"Aku suka kamu. Sebelum kamu pergi, aku pengen milikin kamu dulu."

Lalisa mana?! Bambam mana?! Sial, Jung Jaehyun kamu jahat sekali membuat semburat merah muda di kedua pipiku muncul. Panas.

"Kita jalanin aja dulu," ucapku setelah menelan ludah susah payah.

Jae mengangguk. Ia mengambil botol minuman yang tadi jatuh. "Ada dua, buat siapa?"

"Bambam sama Lisa."

Dia mengangguk. Kemudian kami berjalan dengan tangan yang saling bertaut.

Kalau boleh jujur, aku canggung...

"Heh, ada apa ini?!" Lisa berteriak heboh tatkala melihat tanganku dan tangan Jae yang menyatu.

"Kalian pacaran?" tanya Bambam.

Aku menggaruk pelipis yang tidak gatal, sementara Jae menjawab dengan mantap. "Iya."

"LDR, dong?!" Lisa membulatkan mata.

Kulihat Jae mengangguk lesu.

"Lagian cuma seminggu. Nanti juga aku balik lagi," jelasku santai seraya mengambil tas di kursi dan menggendongnya.

"Hah?" Alis mereka bertiga berkerut bingung.

Loh, mereka kira aku akan pergi berapa lama?

"Aku ke luar kota buat datang ke acara nikahan Kakak."

Jawabanku lantas membuat mereka kesal bukan main. Kecuali Jae, kulihat dia membuang napas lega.

"Aku kira kamu bakal beneran pindah ke sana! Kabar yang kamu kirim ambigu banget bikin negatif thinking!" Lisa mencibir.

"Iya, nih, nggak usah ditemenin!" Bambam menambahkan.

Aku menutup mulut. Maaf teman-teman.

Jae kemudian menatapku. "Aku mau nyusul, ah, nanti."

"Hih, mau apa?"

"Mau kenal calon mertua dan kakak ipar."

A/n

Akhirnya nyampe ending huhuhuhu. Maaf banget dan terima kasih banyak yang udah baca ini. Ini cerita pertama yang aku tulis tentang jaerose. Suka banget aku sama couple ini.

Mau tanya dong, selain shipper jaerose, kalian shipperin rosè sama siapa lagi? jujur, dia cocok sama siapa aja ga sih :( gemes banget hihi.

Aku niatnya mau buat cerita baru, kalian lebih pengen tentang siapa?

A. Mingyu - Rosé

B. Eunwoo - Rosé

C. Mark Got7 - Rosé

D. June - Rosé

E. Jaehyun - Rosé lagi

atau ada saran?

We Found LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang