Two

3K 381 63
                                    

Ramaikaaaan votement!









Tara baru bangun dari tidurnya. Ia mengernyit melihat lengannya yang berbalut perban dan terasa sakit. Tara tidak tahu apa yang telah Javier dan Jergas lalukan padanya, ia hanya ingat saat Jergas menyuntikkan obat bius padanya.

Rasa penasaran yang besar membuat Tara tergerak membuka kembali perban yang sudah terlilit rapi. Ia sangat terkejut setelah membuka perbannya. Ada luka yang sudah terjahit rapi. Tara menyentuh bagian luka itu dan merasa ada sesuatu yang keras di balik kulitnya. Tara langsung bangun dari pembaringan dan mencari tas yang berisi peralatan dokter miliknya. Entah apa yang telah dimasukkan ke dalam lengannya, itu terasa menganggu dan Tara ingin mengeluarkannya segera.

Namun, saat dirinya hendak membuka kembali jahitan di lengannya, Javier masuk ke dalam kamar. Pria itu melangkah cepat ke arah Tara, kemudian mengambil pisau bedah yang Tara pegang.

"Jangan coba-coba mengeluarkan chip itu," ujar Javier.

"Anda menanam chip ke dalam tubuh saya?!"

"Itu cara agar aku bisa terus mengawasimu, Dok."

"Tidak, kembalikan pisau itu! Saya tidak mau ada benda asing dalam tubuh saya!" Tara hendak merebut kembali pisau bedahnya.

Javier melempar pisau bedah itu ke lantai, lalu merengkuh pinggang Tara dan menariknya hingga tubuh mereka menempel. "Lukamu bisa terbuka lagi kalau kau terlalu banyak bergerak, Dokter."

"Lepaskan saya!" Tara memukuli dada Javier agar pria itu melepaskannya. Tapi nihil, Javier enggan melepas pelukan dan malah menyeringai lebar melihat wajah kesal Tara.

Sebuah kecupan di pipi Tara membuatnya mematung beberapa saat. Ya, baru saja Javier mengecup pipinya dan itu terjadi sangat cepat. Pria itu masih menatap Tara sambil tersenyum miring.

"Pukulanmu terasa seperti pijatan," kata Javier.

Tara yang kesal usai dicium pun melayangkan tamparan ke pipi Javier. Namun bukannya marah, Javier malah terkekeh sambil mengusap bekas tamparan Tara yang terasa panas di pipinya.

"Saya bisa menampar Anda tiap hari kalau Anda menganggapnya sebagai pijatan," sarkas Tara.

"Dan aku bisa membuatmu kehilangan kedua tanganmu kalau kau melakukannya lagi," balas Javier, lalu meraih tangan kanan Tara dan mengecupnya. "Aku memaafkanmu kali ini saja, Dok. Jadi jangan memancing kemarahanku lagi."

Tara langsung terdiam. Nada bicara Javier memang terdengar santai, tetapi bermakna ancaman. Tara tidak berani berkutik saat Javier menggendongnya bak pengantin, lalu mendudukkannya di tempat tidur. Pria itu mengambil perban dan plester di laci nakas, kemudian mulai membalut kembali jahitan lengan Tara.

***

Beberapa hari kemudian, Tara kembali pulang pergi ke rumah sakit seperti biasa. Dirinya bahkan diperbolehkan menyetir mobil sendiri oleh Javier. Yah, pria itu tentu tidak khawatir karena ia bisa melacak di mana pun keberadaan Tara melalui GPS yang tertanam dalam tubuh istrinya itu.

"Akhirnya kau datang, aku khawatir kau akan telat," ujar Mike, sahabat Tara sejak SMA sekaligus pengagum rahasia Tara. Tentang pernikahan Tara, Mike sama sekali belum tahu karena Tara tidak pernah membahasnya.

Tara tersenyum tipis. "Kau tahu kalau aku tidak pernah telat, Mike," ujarnya sambil memasang jubah operasi dan sarung tangan bedah.

Ya, Tara memang seorang dokter spesialis bedah. Walaupun terbilang muda dan baru setahun tahun bekerja, Tara belum pernah gagal dalam melakukan operasi. Kemampuannya pun sudah diakui oleh dokter-dokter senior yang ada di rumah sakit tempatnya bekerja.

Falling For The DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang