2.2 Pria Yang Menari di Sakunya

381 7 3
                                    

MINONA

Minona berjalan santai di tengah padang mawar yang mekar bagaikan senja. Langit di atasnya pekat dengan 2 bulan purnama yang terang menggantung, dihiasi bintang yang merintik tanpa kelip. Di tangan kanannya, di dalam genggamannya yang tidak erat, santai menggantung Kyai Bledhek Geni. Wanita itu berjinjit kecil dalam langkahnya yang pelan namun pasti.

Dia mengikuti guguran mawar yang rebah membentuk jejak setapak. Matanya menari mengikuti sosok hitam yang tertatih 100 langkah di depannya itu.

Tajam bilah kerisnya mengalirkan petir biru bagaikan aliran air yang tidak putus. Dengan gerakan ringan pergelangan tangannya, wanita itu menunjuk pada si hitam yang masih terseok di kejauhan dengan Kyai Bledhek Geni.

Lalu semuanya putih.

Terang membutakan.

Melahirkan lingkaran hitam layu di tengah hamparan merah itu

Minona lalu berjingkat pelan melingkari bundaran sempurna tersebut, melihat pada tubuh hangus tak bergerak di tengah kawah dangkal itu.

Wanita itu mengangkat tangan kirinya perlahan, memperlihatkan cincin emas bertatahkan 3 batu hitam yang melingkari jari telunjuknya. Dia menunjuk tubuh hangus di depannya sembari membisikkan mantra yang hanya bisa didengar oleh si mayit.

Tubuh kering yang basah itu lalu bergemeletak diikuti suara retakan ganjil saat potongan-potongan dagingnya kembali menempel membentuk wujud utuh seorang lelaki, bagaikan puzzle yang disusun acak. Matanya kosong untuk sesaat sebelum kembali berisi cahaya, udara perih masuk kembali ke paru-parunya yang belum sempurna.

Sosok itu kemudian berlutut lalu mengeluarkan seluruh isi perutnya. Merasakan kembali rasa sakit yang sama seperti ketika nyawa terlepas dari badannya. Potongan daging dan kulit pria itu merayap dan menjahit dirinya yang tadi hancur.

Kaki jenjang Minona yang dibungkus rok panjang menginjak kepala pria itu, menanamkan hak tingginya di pelipisnya yang tak berkulit.

"Aaarrghhhh!!" pria itu menjerit kesakitan.

Minona lalu  mengangkat dagu pria itu dengan ujung bilah kerisnya, tersenyum dingin.

"Soga, Soga, Soga.. Ayo dong, masa segitu aja sih?"

Wanita itu kemudian menendang sisi wajah Soga, merobek pipinya yang belum beregenerasi sempurna, meninggalkan jejak darah kental di ujung sepatunya.

Minona berjalan mundur, menikmati pemandangan di depannya itu. Wanita itu menjilati bibirnya, pipinya tampak merona merah.

"Cukup! Cukup Nyai!" jerit pria itu.

Soga merangkak mengejar Minona, merengek meminta ampun pada wanita itu.

Wanita itu memandang Soga dengan tatapan penuh arti, ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis, nafsunya semakin merangkak naik.

Pilar petir kembali turun dan menyambar Soga di tengah tangisannya. Tubuhnya pecah ke segala arah, meninggalkan potongan-potongan daging yang terbakar. Nyawanya ditarik kasar hingga jiwanya menjerit kesakitan.

Kemudian pria itu kembali terbangun. Gelagapan menghirup udara yang asam.

Minona tampak duduk di atas dadanya, memainkan sebelah tangan Soga ke dalam roknya sendiri.  Mata indah di balik kacamatanya itu mengerjap cepat, bola matanya terbalik hingga memperlihatkan putihnya saja.

Pria itu tak bisa menggerakkan tubuhnya dan hanya bisa menatap kejadian di depannya dengan tatapan ngeri. Kemudian, bersamaan dengan suara lenguhan panjang, wanita itu lalu ambruk di atas dada Soga, nafasnya tak beraturan.

Gondomayit Chapter 1 - JoitraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang