ISAK TANGIS mengiringi perjalanan Taeyong menuju rumah sakit Hasan Sadikin Bandung. Kini ia tengah berada dalam mobil bersama Ten yang sedari tadi menenangkannya, sementara Johnny menyetir.
Meski jarak kantornya dengan tempat di mana sang suami tengah dirawat sekarang hanya beberapa puluh meter, namun Johnny memutuskan untuk membawa Taeyong dengan mobil. Sebab untuk berjalan saja, rekan kerja sekaligus sahabatnya itu seakan tidak mampu lagi.
Taeyong benar-benar hancur. Terlebih setelah melihat foto dimana mobil yang akan digunakan Jaehyun dan orang kantor ke Bogor remuk akibat insiden tabrakan.
Hanya doa dan air mata yang saat ini menemani harapan si lelaki manis. Ia sangat takut kehilangan suaminya. Ia tidak ingin Jaehyun meninggalkannya, juga Eden yang sangat dekat dengan Ayahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Ten dan Johnny pun menuntun Taeyong menuju ruang ICU. Mencari nomor kamar Jaehyun hingga tak lama berselang Doyoung tiba-tiba datang, menghampiri ketiganya.
“Doy...”
Taeyong kembali menangis lalu memeluk sepupunya. Si lelaki bergigi kelinci pun refleks mengusap punggungnya. Sesekali ia melirik ke arah Ten juga Johnny yang seakan telah mengerti perasaan suami kecil Jaehyun itu.
“Jaehyun enggak apa-apa,” Doyoung berusaha membuat Taeyong tetap tenang.
“Suami aku di mana?”
“Ruangannya ada di sana,” kata Doyoung lalu menuntun sang sepupu memasuki ruang ICU.
Begitu Taeyong menginjakkan kaki di dalam ruangan yang atmosfernya telah bercampur dengan bau alkohol itu, pertahanannya seketika runtuh. Ia terjatuh, bersimpuh di lantai seraya berteriak histeris. Suaranya pun seperti bukan miliknya lagi.
Melihat bagaimana sang suami terbaring lemah di atas ranjang rawat dengan luka lebam di wajah juga perban di kening dan kaki kirinya membuat ia tak berdaya. Belum lagi Jaehyun yang seolah enggan membuka mata.
Sementara itu, Johnny yang sedari tadi dihantui rasa bersalah juga kecewa pada dirinya sendiri pun refleks bersandar pada pintu ruang ICU. Napasnya lantas tertahan. Membuat ia tiba-tiba sesak hingga rasa sakit mendera dadanya.
Jika saja ia tidak memberitahu Jaehyun bahwa Ibunya jatuh sakit dan tinggal di rumah seorang diri, Jaehyun tidak akan menggantikannya dan melarangnya pergi.
Jika saja ia tidak memberitahu Jaehyun bahwa orang kantor akan pulang dari Bogor setelah salat magrib, mungkin si lelaki berlesung pipi tidak akan mengalami hal naas seperti ini.
Sebab Jaehyun hanya ingin ia pulang ke rumah secepatnya, merawat Ibunya dengan mengambil cuti. Bahkan sahabatnya itu rela menggantikan tugasnya agar si wanita paruh baya tidak sendiri.
“Sayang...”
Taeyong yang telah dibantu oleh Doyoung untuk bangkit dan menghampiri suaminya lantas membungkuk di samping ranjang rawat. Ia memeluk tubuh si pemilik lesung pipi seraya menangis tersedu-sedu.
“Jaehyun, bangun.” gumamnya lirih.
Ia kemudian menoleh pada sang sepupu, “Doy, kenapa Jaehyun belum bangun?”
“Jaehyun pingsan sejak dibawa ke sini, dia masih shock.” jawab sang dokter, “Tapi dia baik-baik aja kok, udah enggak usah nangis.”
“Terus gimana keadaan temen kantor yang lain?” Tanya Ten.
Doyoung berdeham, “Yang nyetir udah ada di ruang operasi, kakinya patah dan luka parah. Sisanya sama kek Jaehyun.”
“Tapi Jaehyun enggak ada luka serius kan?” Ten masih mencecar sang dokter dengan pertanyaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 3 : After | Jaeyong ✓
Fiksi Penggemar❝A place doesn't make home. Then people do❞ LOKAL AU | M/M | FLUFF | SLICE OF LIFE | PG-18 Hanya sepenggal kisah tentang lika-liku kehidupan rumah tangga Jaehyun Jayantaka Pradana dan Taeyong Narendra. Kisah yang sama sekali belum terbaca bagian akh...