Back to Home.

11 0 0
                                    

Rumah mu adalah tempat berpulang nya kamu di saat duit mu sudah kosong akibat ulah mu.

Yah, sekarang pulang ke rumah di karenakan duit alias money ato yang sering di sebut duit sudah habis.

***

Aku melangkah kan kaki untuk pertama kali nya setelah seminggu tidak balik. Merasa asing tentu saja, namun orang di dalam nya tak pernah asing. Terlihat dua orang lelaki yang sedang duduk di ruang tamu itu tampak serius mengenai topik yang mereka bicarakan.

Aku perlahan masuk dengan jalan yang pelan tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Saatnya anak sultan beraksi dengan kedua kaki yang berjalan pelan menyelusuri ruang tamu lalu bersembunyi di belakang barang-barang rumah yang lebih besar dari tubuh ku. Ketika hendak melewati sofa berikutnya dengan posisi yang tidak nyaman, salah satu dari mereka menemukan aku yang bersembunyi dengan jungkook, eh salah maksud ku jongkok.

"Heh anak kecil dari mana aja kamu?" tanya sang lelaki menegur ku yang tengah tepuk jidad.

Hanya bisa meringis dan menggaruk lantai yang tertempel taik cicak itu aku setengah sadar menjelaskan.

Aku bukan anak kecil lagi, batin ku jelas tak terima. Kedua tangan ku sontak saja melengkung di dada, hingga terkesan sombong dan jutek di hadapan paman.

"Jangan panggil aku anak kecil paman. Panggil aku SHIVA. Eh salah, aku Melon."

Tunjuk diri ku dengan membusungkan dada bangga. Paman terlihat ikut prihatin dengan sang keponakan yang menjadi candu kartun melainkan bukan candu sinetron.

Lalu aku mengelilingi dua kali sofa yang tak panjang itu dengan gerakan lambat dan di iringi lagu.

"Kura-kura mengapa jalan mu lambat?" ucap ku bernada rendah dengan senyum merekah mengarah ke arah sang paman.

"Aku ganti lirik ya!" ujar ku membalikkan badan lalu mengelilingi sang Papi yang terkesima dengan kebegoan sang anak.

"Paman Papi mengapa uang nya belom cair?" tanya ku dengan nada yang sama seperti lagu kura-kura.

Papi tampak melototi sang anak yang baru saja pulang entah dari mana asalanya itu sudah membuat keributan di rumah sang Papi Nanas.

"Duduk!" titah Papi.

Aku manyun semanyun mayun nya sehingga menjadi rindu... Serindu rindunya—.

"Jangan galak sama anak Mami Pi. Dia itu baru pulang dari pantai selatan."

"Ratu Nyiroro Kidul itu mah." sambung ku.

"Anak bogor dia mah," sahut Paman ku yang rada bengong melihat tingkah keluarga nya yang rada miring hampir penuh.

"Dari mana aja kamu? Kamu itu punya rumah Meat. Kenapa pake acara kabur lagi dari rumah, dasar anak tak ada duit."

"Mangkanya Meat pulang Pi."

"Mau minta duit pulang nya?"

"Bukan. Mau bawa kabur duit."

Paman Meat tampak tetawa renyah mendengar penuturan dari sang keponakan. Semula ia yang merasa sakit pinggang, kini sudah putus menjadi dua bagian.

"Anak sama bapak sama saja. Urus saja anak mu itu dengn baik, jangan terlalu di manjakan dengan uang. Nanti dia di perbudak sama uang."

"Meat tidak mau jadi budak paman."

"Maunya?"

"Jadi Malika kedelai hitam yang Papi besarkan seperti anak sendiri."

***

Melon Dan CalonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang