06

96 18 0
                                    

"Hai, Penjahat," sapa Haruto yang kini sudah berada di hadapan Jongseob, tapi tidak dihiraukan oleh Jongseob yang sedang asik membaca buku.

"Bales dong, masa temen lo nyapa ga dibales?"

Jongseob meletakkan bukunya dan beralih menatap Haruto. "Ngapain lo kesini?"

"Gue kangen ngobrol sama lo, kan udah seminggu kita ga sapaan," jawab Haruto.

Jongseob menghela napasnya, "Terus? To the point aja bisa ga?"

"Kalau lo maunya gitu, oke. Lo merasa bersalah ga sih, Seob?" Jongseob hanya diam mendengar pertanyaan Haruto.

"Kayaknya enggak deh," ucap Haruto menyimpulkan.

"Kok bisa sih?" tanya Haruto lagi, "padahal kan lo hampir aja ngilangin nyawa orang loh, Seob."

"Kalau gue jadi lo sih, gue bakalan merasa bersalah, terus ngelakuin apa aja buat nebus rasa bersalah gue," kata Haruto.

Jongseob menggebrak mejanya, sehingga semua siswa yang ada di kelas memperhatikannya sekarang.

"Apa maksud lo ngomong kayak gitu? Lo mau bikin gue merasa bersalah? Udah, To. Semenjak kejadian itu sampai sekarang, gue selalu dihantui rasa bersalah!" ucap Jongseob sedikit berteriak.

"Kalau merasa bersalah tebus dong, jangan diem aja disini. Tebus dengan cara yang sama kayak lo nyelakain sepupu gue," sahut Haruto dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Hah? Maksud lo?"

"Iya, Soul itu sepupu gue dan gue mau lo bernasib sama kayak dia," jawab Haruto.

"S–serius? Terus gimana kabar Soul sekarang?"

"Lo ga perlu tau. Yang penting sekarang, lo mau atau enggak? Kalau lo ga mau, gue bakal ngelakuin hal yg lebih parah dari apa yang udah lo lakuin ke Soul."

"Jadi gue harus nabrakin diri gue gitu?" tanya Jongseob.

"Kalau lo mau sih. Kalau enggak ya, ikutin aja permainan gue," jawab Haruto, "dan karena gue baik, gue kasih waktu satu hari buat lo ngambil keputusan. Tenang aja, untuk sekarang gue ga bakal ngapa-ngapain kok."

"Gue harap lo ngambil keputusan yang tepat ya," ucap Haruto lalu pergi meninggalkan Jongseob yang masih bergelut dengan pikirannya.

Jongseob mengacak rambutnya frustasi, "Gue harus gimana nih?"

Tidak lama kemudian, Jeongwoo pun datang dengan beberapa jajanan dan duduk di sebelah Jongseob.

"Lo kenapa, Seob?" tanya Jeongwoo.

Jongseob menoleh, "Eh, Woo. Gapapa kok," jawab Jongseob.

"Eiyy, lo kira gue bakal percaya gitu? Ya enggak lah. Ada masalah? Gue siap kok buat dengerin cerita lo."

"Mau ga?" Jeongwoo menawarkan salah satu jajanannya.

Jongseob menggeleng, "Enggak."

"Mau cerita?" tanya Jeongwoo.

"Jadi..." Jongseob menggantungkan ucapannya, "tadi Haruto kesini–"

"Berarti lo udah baikan dong sama dia?" potong Jeongwoo.

"Gue belum selesai ngomong, Woo," ucap Jongseob.

"Jadi enggak ya?" tanya Jeongwoo kecewa. "Lanjut deh."

"Tadi Haruto kesini, dia bilang gue harus nebus kesalahan gue dengan cara yang sama kayak gue nyelakain Soul. Kalau enggak, dia bakal ngelakuin hal yang lebih parah dari itu," jelas Jongseob.

"Bentar bentar." Jeongwoo berusaha mencerna penjelasan dari Jongseob. Beberapa detik kemudian, "hah? Maksudnya lo disuruh nyelakain diri lo gitu?"

Jongseob mengangguk membenarkan pertanyaan Jeongwoo.

"Gila si Haruto. Itu sama aja kayak nyuruh orang bunuh diri, njir."

"Terus lo jawab apa tadi?" tanya Jeongwoo.

"Gue ga jawab apa-apa, tapi dia ngasih waktu satu hari buat gue ngelakuin itu," jawab Jongseob.

"Jangan, Seob. Jangan lakuin itu, lo ga mau kan mati cuma gara-gara ancaman dari bocah jepun itu. Lagian dia siapa sih? Enak banget nyuruh orang kayak gitu, dia kira lo kucing yang punya sembilan nyawa apa?"

"Nah itu masalahnya, Woo. Ternyata Haruto itu sepupunya Soul dan dia mau gue bernasib sama kayak Soul."

"Pokoknya lo ga boleh lakuin itu! Gue bakal jagain lo dari Haruto, oke?" Jongseob mengangguk lemah.

Sedetik kemudian, bel masuk pun berbunyi. Jeongwoo kembali ke tempat duduknya dan guru pun memasuki kelas.

◻◻◻

"Jongseob pulang," ucap Jongseob tanpa semangat.

Junkyu yang sedang rebahan di sofa pun bangkit dan menoleh ke arah Jongseob. "Kenapa lo, Seob? Kayak ga ada semangat hidup aja."

Jongseob tidak mengabaikan perkataan Junkyu dan berjalan menuju kamarnya.

"He?" Junkyu yang heran dengan tingkah Jongseob pun langsung mengikuti adiknya itu ke kamar.

Saat Jongseob ingin menutup pintu kamar, muncul Junkyu yang menahan pintu agar tidak ditutup.

"Kak."

"Hehe, gue ikut dong. Kangen sama suasana kamar lo," ucap Junkyu dengan cengiran khasnya.

"Ga sekarang, Kak," balas Jongseob.

"Tapi gue maunya sekarang. Gue maksa nih."

Jongseob pasrah, "Yaudah deh."

Junkyu langsung menghamburkan tubuhnya ke kasur Jongseob.

"Tumben ga marah?" batin Junkyu.

Biasanya Jongseob marah kalau Junkyu mengacak-acak kasurnya. "Emang ada apa-apa nih kayaknya."

Setelah Jongseob mengganti bajunya, ia pun menyusul Junkyu rebahan di kasur.

"Kak," panggil Jongseob.

"Hmm?"

"Kalau misalnya gue mati, lo sedih ga?"

"Lo kenapa nanya kayak gitu?" tanya Junkyu balik.

"Gue penasaran aja gitu, gimana reaksi kakak gue yg lebay ini kalau gue udah ga ada," jawab Jongseob yg disertai kekehan kecil.

"Ya pasti sedih lah. Lo itu adik gue satu-satunya, walaupun lo sering cari masalah sama gue tapi gue rela kok, asalkan lo seneng. Kalau lo pergi, siapa lagi temen ribut gue?"

Mata Jongseob mulai berkaca-kaca, "Really?"

Junkyu mengangguk, "Yes."

"Kalau gitu lo ga boleh ninggalin gue juga ya, Kak," ucap Jongseob sambil menatap Junkyu.

Junkyu mengangguk sambil tersenyum. "Gue ga bakal ninggalin lo, Seob."

"Lo mau ngapain, Kak?" tanya Jongseob yg melihat pergerakan tangan Junkyu.

"Mau meluk lo, masa ga boleh?"

"Gak! Ga boleh!" balas Jongseob lalu bangkit dari kasur. Sementara itu, Junkyu hanya terkekeh melihat Jongseob yang sudah kembali seperti semula.




TBC!!!

Jangan lupa voment ya! ♡

Mistake || Kim Jongseob [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang