j a n u a r i (03)

783 401 300
                                    

"Hanya bisa melihat tanpa berkata, tersenyum tanpa menyapa, memendam tanpa mengungkapkan rasa."

-Zora Alterio





Langkah terhenti tepat saat kedua mata mereka menangkap beberapa sosok yang dikenali. Insan yang tidak bisa diatur duduk berhamburan di kantin. Dengan los-nya menyantap makanan dilengkapi meminum cup yang bersedotan double panjang hingga melewati kepala.

(Los : santai- dalam bahasa jawa)

"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun," ucap Jira terkejut.

"Kalian ngapain di sini?!" Dengan tegasnya Zora bertanya pada murid-murid nakal itu. Tatapan tajam mengintai siapa saja yang ada di sana.

"Ih, anjir! Gak intropeksi," batin Jira menatap datar.

"Gua tau yang lo omongin dalam hati, Jir." Jira diam, sahabatnya memang tidak pernah salah dalam menebak.

Seluruh teman sekelas Zora nampak terkejut tetapi tetap melanjutkan sisa makanannya. Tidak menghiraukan persoalannya sama sekali membuat Zora naik darah. Ingin sekali mencentil ginjal dan menyadarkan otak mereka yang di dengkul.

"BUDEK KALIAN, YA?!!"

Jira diam lalu pandangannya mulai tertuju pada dua insan yang nampak tertawa riang. Langkah demi langkah ia tujukan, serta sebuah sentilan kecil membuat salah satu dari mereka menoleh kaget. Disamping itu, Zora masih sibuk menginterogasi anak buahnya. Eh ... babu wqwq.

"Osis kok bolos ke kantin? Tanya doang ellah," sindir Jira seraya ikut duduk diantara dua makhluk itu.

Cowok itu hanya menaikkan kedua alisnya lalu pergi dengan bergandengan tangan tanpa dosa. Saat itu juga, Jira menyipitkan kedua mata serta mengepalkan kedua tangan untuk memendam emosinya.

"Dasar si dingin, emang Cea ngga kedinginan, ya?" gerutunya kesal.

"Eh, Jirut!" sapa Alfan yang tiba entah dari mana.

"Eh, Alfajanuarifebruarimaretaprilmeijuni!" balasnya dengan tatapan melotot.

"Zora mana?"

Raut wajahnya berubah. "Lagi mergok temen sekelas. Mentang-mentang jamkos malah di kantin."

"Brati lo juga?"

"Ga lah! Gua disiplin," ucapnya membanggakan diri. Sedangkan, Alfan mencari keberadaan Zora.

"Ketuanya siapa? Zora'kan? Lo ngga ada gelar apapun." Alfan menoyor kepala Jira membuatnya mengernyit.

Kaki Alfan mulai melangkah dan mendekati Zora dengan tatapan riang. "Hei?"

Terkejut, suasana berubah menjadi amat awkward. Zora ingin segera menghindari tetapi tangannya dicekal keras. Sia-sia ia memberontak tetap saja semakin erat.

"Buat tanggal, yuk?" Alfan bertanya tiba-tiba.

Mata Zora membulat. "Matamu! Tanggal apa, sih?" tanyanya. Ia menghempaskan tangannya kasar agar Alfan tidak selalu memegang tangan mungilnya itu.

"Santuy, Ra. Ya, intinya tanggal. Mau?"

"Tanggal gimana? Kan emang udah ada tanggal, ngapain dibuat lagi?" Memang, Zora tidak mengetahui maksud Alfan. Gugup tercipta bagi keduanya, sebagian besar ia tidak suka bertemu Alfan. Tetapi, ada sedikit rasa senang menerpa dirinya.

"Astaghfirullah, tanggal, Ra. Tanggal!"

"Tanggul? Tunggal? Lo typo apa gimana?"

"Dahlah! Sekarang lo ke kelas sana," perintah Alfan membuat Zora menatap sinis. Ia paling ilfeel bila ada cowo yang membuat topik tidak jelas seperti itu.

Zora and Twin YearsWhere stories live. Discover now