Salju kelima

32 8 2
                                    

"Pagi ini kamu mau ke sekolahnya rara, kan, Ndra?" Tanya Danang seraya mengunyah makanannya membuatku membutuhkan beberapa detik untuk memahami kalimatnya yang terdengar tidak jelas ditelingaku.

"Oh ... iya," jawabku sekenanya.

"Dimana sekolahnya? Kali aja kita searah," Danang meletakkan sepotong ayam bumbu bali di piringku.

"SMKN 2 Kediri--"

"Wah! Bareng ajalah kalau gitu," sahut Danang mengagetkanku.

"Emang ... satu arah? Jangan nyempet-nyempetin nganterin aku, Nang. Nanti kamu bisa telat, lho."

Aku berdiri membawa piring kotorku ke dapur lalu mengambil dua gelas air putih untukku dan juga Danang.

"Sudahlah ... nanti juga kamu tahu sendiri," ucap Danang sok keren lalu meminum air pemberianku menirukan gaya bintang korea di salah satu iklan kopi.

Huh, dasar!

❄❄❄❄❄

Danang mendorong motornya memasuki halaman sekolah. Aku pun mengikutinya dari belakang.

"Kamu kerja disini, Nang?"

"Yup!" Jawab Danang sambil menstandartkan motornya.

"Berarti kamu kenal, dong, sama Rara?" Kataku menebak.

"Eiittss ... tunggu dulu. Rara yang mana dulu, nih? Nama rara gak cuma satu orang aja disini," Danang mulai mencoba mengingat semua murid yang bernama rara dan menghitungnya.

"Uhm ... total ada delapan belasan anak, deh, yang panggilannya rara, Ndra. Emangnya, raramu jurusan apa?" Pertanyaan Danang hanya bisa kujawab dengan gelengan kepala.

Sebegitu tidak pedulinyakah aku padanya?

Danang menepuk dahinya dengan satu tangan.

"Kalau nama lengkap?" Danang mulai menodong.

"Biandra Emma Aizah--," bel masuk berbunyi sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku. Danang pun meninggalkanku.

Sekilas kulihat sekelompok anak berkerumun di depan salah satu ruangan dengan papan pengumuman tergantung di depannya. Kuarahkan kakiku kesana. Hanya sekedar mengikuti rasa ingin tahu. Dan, barangkali salah satu dari mereka adalah Rara yang sedang aku cari.

Seorang gadis tak sengaja menabrakku dari belakang. Ujung jilbabnya yang terlalu ke depan menghalangiku melihat wajahnya. Terlebih, Dia sepertinya sedang fokus membaca selembar kertas yang ada di tangannya.

"Maaf, Om. Saya tidak sengaja," gadis itu meminta maaf dengan tetap menundukkan pandangannya.

Tak sengaja terlihat olehku nama yang tertera di kertas itu.

Biandra Emma Aizahra, begitulah kumembacanya dengan posisi kertas terbalik.

Tak dinyana, gadis yang kucari kini berada di hadapanku.

Inikah yang disebut jodoh?

Kupegang kedua bahunya agar ia menunjukkan wajahnya padaku.

"Mas ... Indra?" Pandangan kami saling bertemu.

Kuajak Rara duduk di salah satu bangku taman di sekolahnya. Tangannya tak sedetikpun kulepas.

"Kamu ... ikut magang ke luar negeri?" Tanyaku padanya yang hanya diam seribu bahasa.

"Bagaimana dengan Ayah dan Elsa?" Dia masih diam.

Tekatnya mungkin sudah bulat. Dia sedang berada di masa-masa haus akan petualangan. Aku menghela napas panjang mencoba memahaminya.

"Kemana kamu mau pergi?" Aku mencoba untuk bersabar.

"Malaysia," jawabnya singkat.

"Mas temani, ya? Mas bisa mengajukan pindah universitas," kataku padanya -- yang kini mengarahkan pandangannya padaku janggal karena ini pertama kalinya aku tak menggunakan kata 'aku' saat berbicara dengannya.

"Boleh. Tapi kalau Mas sudah pindah universitas, Mas harus kasih tahu aku biar aku juga bisa mengajukan pindah negara tujuan," jawabnya datar, tanpa intonasi naik ataupun turun, tanpa ekspresi apapun, tapi berhasil membuat hatiku seakan merasa ditusuk jarum.

Kecil, tak bersuara, tapi menyakitkan.

Kulepaskan genggamanku padanya. Tak kusangka Ia begitu tega mengatakan itu padaku. Dengan semua harapan yang kubawa. Kembali ke Jogja adalah satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang. Kini, aku sendiri tidak yakin.

Apakah masih ada perasaan yang tersisa untuknya?

Dong Ji In The HeartWhere stories live. Discover now