enam

1.1K 92 5
                                    

Matahari baru saja terbit. Ayam jago milik penjaga vila juga baru saja berkokok. Mas Roland sudah rapi dengan setelan kemeja tanpa dasinya. Aku yang baru selesai mandi dibuat pontang-panting sama dia.

Biasalah, perempuan kalau mandi mana bisa sekilat kaum lelaki. Meski saat sesi berdandan aku tidak sama dengan kaumku pada umumnya, yang memerlukan waktu berjam-jam untuk bermake-up ria. Cukup memakai kaos longgar dengan bawahan celana jeans, serta pelembab wajah dan bibir. Yap! Sesimpel itu penampilanku setiap hari.

Bisa dikatakan, aku ini perempuan berpenampilan tomboy, tapi jauh di lubuk jiwaku masih ada sisi femininnya. Percayalah.

Pagi ini kami akan langsung pindah ke rumah pemberian Papa. Akbar bahkan masih belum bangun saat ini. Akan kukirimi dia pesan singkat dalam perjalanan nanti.

Kata Mas Roland, dia ada meeting pagi ini jam delapan, sedangkan jarak dari vila ke kantor memakan waktu sekitar dua jam, dan rumah kami searah dengan kantor, jaraknya juga tidak terlalu jauh.

Setahuku, pekerjaan apa pun itu sewaktu melangsungkan pernikahan, mereka pasti akan mengambil cuti barang sejenak. Entah untuk tiga hari atau satu minggu. Berbeda dengan Mas Roland, yang langsung masuk kerja di pagi pertama dirinya menyandang status sebagai seorang suami. Aku yakin, pasti nanti dia akan mendapat banyak pertanyaan dari rekan kerjanya. Terserah, lah. Itu juga bukan urusanku.

"Bisa tidak, langkah kakimu itu diperpanjang sedikit? Aku akan terlambat!" Mas Roland menggerutu di sisi pintu mobil. Tatapan matanya seketika membuatku bergidik.

Aku hanya diam tanpa menjawab, berlari kecil ke arahnya.

Lalu hal paling menyebalkan pun terjadi, aku baru tersadar saat mobil sudah melaju beberapa menit. Handphoneku ketinggalan di vila! Ya ampun, sifat pelupaku kenapa mesti kambuh disaat seperti ini, sih? Mana mungkin aku meminta Kulkas itu untuk putar balik. Bakalan disemprot, pasti.

Satu jam perjalanan kami hanya saling terdiam. Aku juga tidak tahu mau ngomongin apa sama dia. Coba kalau saat ini yang bersamaku itu Akbar, pasti kami akan ribut tanpa henti. Heran, kenapa ada manusia dingin dan kaku macam suamiku ini?

Sesaat kemudian, Mas Roland berbelok ke mini market. Aku yang nggak tahu menahu cuma diem aja di dalam mobil sewaktu dia keluar. Tiba-tiba kaca pintu mobil diketuk dari luar.

"Keluar," katanya. Saat ini aku lebih mirip tawanan ketimbang istrinya.

Aku pun keluar, mengikuti dia yang masuk ke dalam.

"Mau beli apa?" tanyaku. Dia tidak menjawab sama sekali. Hanya melirik sekilas, lalu mengambil troli. Aku mengekori sambil berdecak sebal. Dia berjalan lurus tanpa sedikit pun menoleh padaku.

Ketika sampai di rak sabun, dia berhenti mendadak. Seketika membuatku menubruk punggungnya. Aku sudah bersiap untuk disemprot habis-habisan. Mataku pun kututup rapat, terlalu seram untuk melihat tatapannya.

"Kamu beli isi dapur sama keperluanmu. Saya tunggu di luar," katanya. Sebelah mataku mengintip, ternyata dia pergi meninggalkanku. Kulihat di troli, ada beberapa produk khusus pria. Seperti krim pencukur kumis, shampo dan yang lainnya. Jadi, tadi dia membeli kebutuhannya sendiri, sekarang giliranku, gitu?

"Dasar Kulkas!!" Aku berdecak. Kuhentakkan kaki lalu berjalan berkeliling, untuk mencari kebutuhanku sendiri.

Satu jam kemudian, kami sampai di rumah pemberian Papa. Rumah kami berdua.

Marrying Mr. GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang