Palsu

1.1K 100 15
                                    

Sejak baru bangun hingga sekarang sudah berada di dapur, ingatanku masih melayang pada kejadian tadi malam.

Sepulang dari pesta, aku dan Mas Roland mampir ke pantai atas kemauan dia. Kami duduk bersisian dengan suasana yang awkward luar biasa.

Hingga sampai dini hari tidak ada banyak hal yang kami perbincangkan di sana. Mas Roland hanya bilang, "untuk saat ini jangan tanyakan apa pun dulu. Cukup diam dan temani saya."

Aku pun menurut saja. Sampai rasa kantuk yang membuatku lebih dulu masuk ke dalam mobil. Membiarkan Mas Roland termenung di tepi pantai pada tengah malam, entah memikirkan apa.

Lalu ketika pagi hari, tahu-tahu aku sudah terbangun di ranjang kamar. Masih lengkap dengan gaun pestaku semalam. Sudah bisa dipastikan Mas Roland yang menggendongku. Memangnya siapa lagi?

Siul teko listrik membuyarkan lamunanku. Segera menuang air panas ke dalam dua cangkir berisi bubuk kopi instan. Aku dan Mas Roland sama-sama menyukai minuman bercita rasa pahit itu. Entah sejak kapan, aku mulai membuat dua cangkir kopi setiap pagi untuk kami berdua. Akhir-akhir ini, banyak hal yang kulakukan tanpa tahu jelas kapan memulainya.

Biasanya, saat weekend begini Mas Roland akan minum kopi bersamaku di meja makan.

Okay, mungkin kata biasanya itu terlalu berlebihan. Karena baru dua kali kami ngopi berdua di meja makan dapur. Mas Roland yang akan sibuk dengan tablet sembari menghabiskan kopinya, sedangkan aku menyiangi bawang atau sayuran untuk kuolah sebagai menu sarapan pagi.

Sesuai prediksiku, beberapa saat setelah kopi siap seduh, Mas Roland datang ke dapur. Tiba-tiba jantungku menjadi berdebar sangat cepat. Aliran darah bahkan terasa berdesir mirip seperti semalam saat kami berciuman. Terkutuklah hormon estrogen yang membuatku lepas kendali!

Hanya mengingat kejadian semalam saja aku menjadi bergetar.

Mas Roland sibuk dengan tablet di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menempelkan ponsel di telinga. Dia sedang berbicara dengan seseorang sembari menuju ke dapur. Pembahasannya tidak jauh-jauh dari yang namanya urusan kantor.

Ketika meletakkan cangkir kopi dan sepiring pisang goreng keju di depan Mas Roland, entah mengapa nampannya menjadi terasa begitu berat.

Mencoba tidak memedulikannya, aku segera berpaling dengan cepat.

Tidak berani duduk di sana, karena saat ini aku terlalu malu dan canggung jika harus bertatapan dengan matanya yang memikat.

Oh, Tita. Kamu bucin sekali sekarang.

Bucinnya Mas Roland? Serius ini?

Usai dengan kopi, aku mulai membuat sarapan. Akan tetapi, kenapa baru sekarang aku teringat, bumbu dapur dan sayuranku habis tak bersisa?

Benar. Kemarin harusnya aku belanja, tapi karena mendapat sekotak hadiah mewah dari Mas Roland, jadi lupa. Ckck.

"Mau ke mana?" Belum sempat aku keluar dari ruang dapur, Mas Roland bertanya. Mungkin karena melihatku membawa tas belanja.

"Ke pasar, Mas. Beli sayuran sama bumbu dapur. Habis semua." Jangan heran kalau aku sekarang sudah merangkap sebagai tukang masak, cuci, sekaligus belanja. Kalau dipikir-pikir, aku ini seorang istri atau asisten rumah tangga, ya?

Marrying Mr. GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang