Siswa Menyebalkan

78 18 13
                                    

Pagi cerah seperti biasanya, kicau burung bersahutan begitu indahnya. Tanpa duduk, aku langsung bergegas bangun dan berlari ke kamar mandi dengan kepala yang masih keliyengan, menabrak pintu kamar mandi yang terdiam tak bersalah. Kurang dari sepuluh menit, aku telah selesai mandi, kata orang-orang mandi secepat ini disebut mandi bebek. Seperti biasa aku pun terburu-buru untuk pergi ke sekolah. Dengan mengenakan seragam batik SMA, diantar oleh ayah, melaju bagai bintang jatuh, karena ayah tau aku akan terlambat lagi kali ini.

"Hufttt...."

"Selamat nak untuk kesekian kalinya." (ujar ayah dengan senyum paksanya).

Sedikit kesal memang, tapi ayah telah terbiasa dengan hal ini. Ayahku bukannya tidak peduli dengan hal ini, hanya saja ayah sudah mengingatkan dan menasehati ku puluhan kali. Ayah tidak suka membentak atau memarahi, karena ayah berpikir sudah seharusnya diumurku yang sekarang aku bisa berpikir dan bersikap dewasa. Bukan tidak ingin patuh atau mendengar nasehat ayah, hanya saja aku sulit untuk mengubah kebiasaan ku ini.

Tak lupa aku bersalaman serta berpamitan dengan ayah. Langkah gesit berlari turun dari mobil, menuju gerbang yang telah dikunci gembok oleh pak satpam.

"Eh si eneng.. udah selesai bobo cantiknya?" (ucap pak satpam mengejek ku).

"Please dehhh pak. Tadi itu jalanan macet" (ujarku berbohong dengan sedikit menggerutu dan malu).

Pak satpam sangat mengenal diriku. Bukan karena prestasiku melainkan karena kebiasaan terlambatku. Ah payahh, menyebalkan. Tak lama berselang datang seorang siswa dari kejauhan menggunakan motor kerennya. Untung ada dia jadi aku tidak terlambat sendirian.

Dia pun turun dari motornya membuka helm dan hoodienya, berdiri didepan gerbang tepat disampingku. Wajahnya asing belum pernah ku lihat sebelumnya dalam barisan siswa terlambat, mungkin dia anak yang disiplin, taat aturan, dan mungkin baru pertama kali ini melanggar aturan sekolah.

Datanglah guru piket menghampiri kami berdua. Guru piket super bawel pun memarahiku untuk kesekian kalinya, hapal sekali dengan omelan yang selalu dilontarkannya kepadaku, tidak lupa mencatat namaku dibuku laporan itu. Tapi tidak berlaku bagi siswa disampingku, guru piket menanyakannya dengan singkat padat dan menerima alasannya tersebut, alasan yang menurutku dibuat-buat.

"Tapikan bisa aja ayah kamu, atau saudara kamu gitu yang jaga atau siapa gituu, jangan banyak alasan deh. Mau menghindar dari hukuman banget dah." (sahutku dengan emosi)

"Aku ga buat-buat alasan kok, aku ga lari dari hukuman ini, tenang aja." (ujar siswa disampingku)

"Daripada kalian ribut-ribut disini, sekarang juga kalian masuk gerbang! hormat tiang bendera sampai jam pertama usai, dilanjutkan mengumpulkan sampah yang ada sebanyak-banyaknya kedalam kantong sampah ini hingga jam pelajaran kedua usai!" (ketus guru piket kesal).

Aku tercengang mendegar ucapan guru piket, hukuman kali ini dua kali lipat lebih berat dari biasanya, dua jam pelajaran itu sangat lama bagiku dan aku teringat bahwa pagi ini adalah pelajaran matematika. Sudah berkali-kali aku terlambat saat jam pelajarannya, dan berkali-kali juga aku dimarah, dan yang lebih parah lagi aku sama sekali tidak mengerti materinya.

Dihadapan tiang bendera aku berdiri dengan siswa itu, di bawah terik matahari yang membakar kulit. Dengan diam, hening, tatapan kosong, tidak ada sepatah kata yang keluar, hanya menghadap keatas tepat menghadap silaunya matahari pagi ini. Kaki gemetar berdiri daritadi, sembari menggendong tas dengan banyak tumpukan buku didalamnya.

Rasanya lelah sekali, beberapa menit ku berdiri seperti sudah seharian ku hormat bendera ini. Lupa sarapan pagi yang membuat pagi ini rasanya sangat letih tidak seperti hari biasa. Rasa ingin pingsan kali ini, tapi tau diri dan malu dengan siswa di sampingku yang tegap berdiri tanpa tetesan air keringat berarti yang menghujani.

Dengan wajah pucat pasi, dalam kaki yang gemetar sedaritadi, ku berharap agar hukuman ini segera disudahi, rasanya tak tahan dengan hukuman kali ini.

Sejam terlewati, hanya pusing yang menyelimuti, baru satu hukuman yang ku kerjai, masih ada satu lagi. Tapi rasanya aku sudah tak sanggup lagi, akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat sebentar dipinggir lapangan.

"Hey" (menyenggol tubuh mungil ku)

"Jangan bengong-bengong ntar kesambet loh, ih ngeri, nih minum.." (siswa itu menjulurkan minuman kepadaku)

Terdiam sesaat.

Dalam hatiku bergumam, mengoceh tentang siswa nyebelin ini. Berusaha menelaah tentang sifat aslinya, ikhlas tulus atau hanya belaga supaya ingin dipuji dan dikagumi, aku pun tidak mengetahuinya.

"Et dah ini cewe apa dinding, ngomong kagak dijawab, diem-diem bae, mau kagak ni minuman? Aku ikhlas, ga perlu bayar" (ucap siswa itu).

(Hening................)

"Woelahh, mau ga ini??" (teriak keras ditelingaku)

"..............................."

PRAKde žijí příběhy. Začni objevovat