20. Ingat Kembali

5 1 0
                                    

"Saat memejamkan mata aku berharap bisa menghilangkan rasa sakit yang aku dapat saat berada di dunia nyata."

***

Sudah seminggu pencarian dari tim Arkan, tapi belum juga membuahkan hasil apapun. Dilfa dan Masuta yang baru pulang dari liburan ke pantai, mendapati bahwa asrama sayembara kalung bumi tampak sepi. Entah kemana orang-orang pergi.

"Masuta, tumben tempat ini sepi?" tanya Dilfa.

Masuta hanya menggeleng tidak tau, karena dia tak mendapatkan info apapun dari pihak penyelenggara. Seingatnya mereka berdua hanya diizinkan untuk pergi selama 2 minggu untuk liburan setelah itu mereka tak berhubungan lagi dengan panitia ataupun kelompok Arkan.

"Dilfa! Masuta! Akhirnya kalian berdua pulang juga!" teriak seseorang yang tak lain adalah Ikham. Laki-laki itu berlari kearah mereka berdua seperti sedang dikejar setan.

"Kenapa lo?" tanya Masuta ketus.

"Bantu kami untuk menjemput Selena di perumahan ini," jawab Ikham sambil menunjukkan alamat rumah yang saat ini ditempati oleh Selena.

Masuta mengernyitkan alisnya, ia sangat bingung. Pertama, tak ada orang di asrama. Kedua, dia malah di suruh menjemput seseorang yang bahkan namanya saja baru ia kenal.

"Baiklah, ayo Masuta!" ajak Dilfa sambil menarik tangannya. Mereka berdua berlari dengan terburu-buru menuju ke ruang teleportasi darurat. Masuta yang tak tau apa-apa hanya mengikuti saja kemana maunya Dilfa pergi.

"Dil, kok aku gak pernah dengar nama Selena, apa dia anggota baru?"

"Bukan! Oh, aku lupa kalau kau lupa ingatan."

Dilfa memegang kepala Masuta dan kemudian merapalkan sebuah mantra. Seketika saja ingatan Masuta tentang Selena kembali lagi. Gadis itu langsung menangis karena dia baru menyadari bahwa ia telah melupakan sahabatnya.

"Pasti saat ini jiwa Selena sendirian dan kesepian."

"Dia kini sudah punya raga sendiri."

Masuta melongo tidak percaya dengan ucapan Dilfa barusan. Bagaimana bisa Selena yang sudah mati bisa memiliki jiwa sendiri? Apa yang sebenarnya telah terjadi selama dia melupakan Selena? Banyak lagi pertanyaan yang terlintas di kepala Masuta saat ini.

"Sebaiknya kau tanya sendiri pertanyaan itu," ucap Dilfa sebelum Masuta menanyainya tentang Selena.

Temannya itu hanya bengong karena Dilfa sudah mengetahui pertanyaannya bahkan sebelum dia mengeluarkan satu kata pun. Suasana tiba-tiba menjadi sepi dan tak ada yang bersuara satupun. Beberapa menit kemudian akhirnya mereka sampai di perumahan yang tertulis di kertas pemberian Ikham.

"Di sini tertulis rumah Selena bernomor 119, Ikham bilang kalo Selena menggunakan sebuah mantra untuk melindunginya dari musuh yang sedang mereka cari. Untuk itu sebelum masuk ke dalam rumahnya, kita harus memanggil nama Selena di depan pagar karena mantra itu berefek pada manusia biasa."

"Kasihan Selena dia pasti sangat sendirian sekarang."

"Daripada kau mengasihani dia, lebih baik kau ikut mencari rumahnya."

Masuta dengan jengkelnya menarik tangan Dilfa untuk mengikuti langkahnya dengan cepat agar bisa menemukan rumah Selena. Setelah 10 menit mencari akhirnya mereka menemukan rumah dengan nomor 119.

"Selena, main yok!" teriak Masuta seperti seorang anak kecil yang sedang mengajak temannya bermain.

"Woy, bukan gitu cara manggilnya, sini aku yang manggil," protes Dilfa sambil menutup mulut Masuta yang sudah bersiap untuk berteriak lagi.

"SELENA, KELUAR GAK ATAU KUBAKAR RUMAH INI!"

Masuta langsung menonjok perut Dilfa menggunakan sikutnya. Ia merasa sangat jengkel, teriakan Dilfa seolah sedang mengajak orang untuk tawuran. Untung saja orang-orang yang tinggal di komplek perumahan itu tak ada yang terusik.

"Lo udah gila ya, Dilf," sungut Masuta yang kesal setengah mati.

"Cih, daripada lo, manggil orang kayak anak kecil ngajak maen."

Mereka berdua saling berdebat tanpa menyadari bahwa Selena sudah keluar dari rumahnya sambil membawa koper. "Ada apa ini?" tanyanya yang kebingungan.

"Keluar juga lo akhirnya," sungut Dilfa.

"Dilfa, nada lo kayak ngajak orang berantem," ucap Masuta sambil menatap Dilfa dengan sinis.

"Masuta!" teriak Selena saat menyadari bahwa sahabatnya juga ikut menjemput. Beberapa jam lalu sebelum mereka berdua datang, Arkan sudah mengabari Selena bahwa akan ada orang yang menjemput dirinya. Tapi dia tak menyangka bahwa orang itu adalah sahabatnya yang sangat ia rindukan.

"Heheh, maaf selama ini entah kenapa aku tiba-tiba hilang ingatan tentang kau, Selena."

Mereka berdua berpelukan, dua sahabat yang tak lama berjumpa ini saling melepaskan kerinduan mereka masing-masing.

"Woy, udah belum nangisnya, kita harus cepat pergi," gumam Dilfa yang barusan mendapat chat dari Arkan yang menyuruh mereka bertiga untuk cepat kembali ke asrama.

Selena mengangguk dan kemudian mengucapkan mantra teleportasi. Masuta dan Dilfa sangat terkejut karena Selena bisa menguasai mantra yang sangat kuat itu.

"Lo kok bisa pake mantra itu?" tanya Masuta yang kebingungan.

"Aku punya banyak energi kutukan, energi ini bisa meningkatkan kekuatan dari mantra," jelas Selena.

Mereka berdua mengangguk mengerti. Beberapa menit kemudian mereka pun sampai di asrama. Arkan dan yang lain sudah menunggu kedatangan mereka bertiga.

"Dilfa, lo udah pulang."

Gadis itu hanya mengangguk sambil tersenyum lesu. Ia sepertinya sangat kecapekan begitu juga Masuta.

"Balik ke kamar kalian dan istirahatlah," perintah Arkan.

Dilfa dan Masuta hanya menurut. Mereka bergegas pergi ke kamar masing-masing, sedangkan Selena di antarkan ke ruangan Ketua penyelenggara sayembara pencarian kalung bumi.

"Kau yang bernama Selena?"

Dia hanya mengangguk sambil duduk di tempat yang di persilakan oleh ketua. "Aku tak tau apapun tentang keberadaan Miko untuk saat ini."

"Hahah, santai aku bukan ingin menanyai tentang itu," ujar si ketua. "Aku harap kau bisa tinggal sementara di asrama ini selama kau berpartisipasi mencari Miko."

Gadis itu hanya mengiyakan dan izin pamit untuk pergi ke kamarnya. Dengan langkah lunglai dia meninggalkan ruangan tersebut. Sebenarnya ia tak ingin ikut campur lagi tentang apapun yang berhubungan dengan Miko. "Aku benar-benar sudah muak."

Air matanya menetes dengan sendirinya. Dia benar-benar sangat lelah, lelah sekali hingga rasanya tak ingin bergerak lagi. Sesampainya di kamar, ia langsung membanting tubuhnya di kasur dan memejamkan matanya berharap bahwa rasa sakit ini cepat pergi.

○●●○●●○●●○●●○●●○●●○●●○●●○●●○●●○●●

Earth Necklace [Revisi]Where stories live. Discover now