15. Ulang Tahun Asahi

217 53 12
                                    

   Sejak dulu, kue buatan Ibu adalah kue yang paling kusukai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

   Sejak dulu, kue buatan Ibu adalah kue yang paling kusukai. Kadang beliau membuat eksperimen dengan kue-kuenya. Entah menambahkan puding di atas kue, atau menambahkan buah yang rasanya tidak nyambung. Bagaimanapun, bentuk apresiasi yang bisa kuberi hanya tersenyum dan memakan potongannya.

   Kali ini, aku mencoba mengingat resep kue yang pernah Ibu bagikan. Meski aku jarang berkutat di dapur, mencoba membuat kue bukan hal yang salah, kan? Aku harus membuat kue yang menarik untuk perayaan ulang tahun Asahi.

   Sebelumnya, Yedam sudah mengizinkanku memakai dapur. Aku pun menyuruhnya untuk mengumpulkan ke-11 lelaki tampan lainnya di rumah. Juga tak lupa memastikan keadaan bahan-bahan yang diperlukan, semua aman.

   "Bagaimana aku harus memulai ini?" Bingung sendiri, aku berkacak pinggang.

   Berbekal ingatanku tentang langkah-langkah membuat kue yang diajarkan Ibu, kini kue sederhanaku sudah matang. Tidak butuh waktu banyak aku menghiasnya, hanya perlu memotong buah jeruk dan kutaruh di atas kue. Semoga rasanya enak, aku sendiripun tidak yakin.

   "Apa kau sedang bertelur?"

   Sedikit terkejut, aku membalas tatapan Jeongwoo yang berdiri di ambang pintu. Lelaki menyebalkan itu mengintip kegiatanku di dapur.

   "Tunggu saja di ruang makan." Aku lanjut memotong buah, "Angsa tidak bertelur, omong-omong."

   "Hah? Kau tidak tahu kalau Angsa bertelur? Atau kau juga tidak tahu kalau Angsa punya dua kaki? Kuberi tahu. Angsa bisa menghasilkan 2-3 butir telur setiap ia bertelur."

   Mengapa ia tiba-tiba menjadi guru biologiku?

   Fokus menata, aku menjawab tanpa menoleh, "Mengapa kau tahu detail seperti itu? Kau sebangsa Angsa ya?" Aku lampirkan tawa di akhir kalimat, tidak tahu bagaimana reaksi Jeongwoo.

   "Kalau kau sebangsa Angsa, maka kau adalah temanku." Lanjutku, masih fokus.

   "Siapa yang sebangsa Angsa? Jeongwoo?" Suara berat menyaut, Haruto kuduga.

   Sumpah, hatiku berdebar kencang mendengarnya.

   Aku berhenti menata sampai pemilik suara itu bersandar pada meja di sebelahku. Sial, kami tidak sengaja melakukan kontak mata.

   "Ti-tidak ada yang sebangsa Angsa. Jeongwoo temanku. K-kau juga temanku." Gugup, perasaan aneh tapi senang bercampur menjadi satu. Berusaha mengalihkan perhatianku darinya, aku menata buah yang sudah rapih. Entah aku harus berbuat apa di samping Haru.

   Astaga, aku memanggilnya 'Haru'?

   Kami melakukan kontak mata lagi, Haruto malah menunjukkan sedikit senyum. Dua kali ia membuat hatiku menghangat.

   "Ayo! yang lain sudah menunggu." Ajakku, sambil membawa kue dan memimpin jalan dengan Haru di belakangku.

   Ya, aku memanggilnya Haru lagi.

ORANGE - Ft. TreasureWhere stories live. Discover now