55. Detik Waktu

3.4K 702 87
                                    

“Cerita ini fiktif

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.

“Setiap detik begitu berharga, setiap detik bisa saja mengubah segala, menjadi luka, menjadi duka”

***

“Kenapa Kak Daffa belum sadar juga?”

Alif bertanya untuk puluhan kali dan selalu diluputi rasa khawatir. Pandangannya tak lepas dari Daffa yang terbaring di tempat tidur pasca operasi transplantasi hati.

Guntur berdiri dengan gelisah. “Seharusnya sudah sadar beberapa jam yang lalu.” Dia menatap Alya yang duduk di sisi tempat tidur Daffa, mengenggam tangan suaminya. “Apa perlu kita panggil Dokter kemari untuk memeriksa?”

Namun Alya tak mampu menjawab, lidahnya terasa kelu, tenggorokannya seperti tercekik, sulit untuk berkata. Dia hanya bisa mengenggam tangan Daffa yang dingin, menanti Daffa membuka mata, Alya ingin menjadi orang pertama yang lelaki itu lihat. Dia ingin memberikan senyum terbaik pada Daffa seraya berkata, ‘Kamu sudah melakukan terbaik, Sayang. Kamu sudah berlalu, kamu baik-baik saja sekarang.’ Namun detik-detik telah berlalu, perkataan itu terus tertahan tak bisa Alya ucapkan.

Farhan frustasi. “Sepertinya memang harus panggil Dokter, Pah. Ada yang salah. Seharusnya Daffa sudah sadar, seharusnya dia sudah bangun! Ini nggak benar, biar Farhan panggil Dokter Yulianto kemari.” Hendak pergi tapi Rianti menarik tangannya.

“Tenanglah sayang.” Rianti menarik Farhan untuk duduk kembali. “Tunggu sebentar. Bersabarlah. Bukannya Dokter Yulianto baru saja kemari, baru setengah jam yang lalu.” Dia mengingatkan.

Benar!

Baru setengah jam lalu. Tapi entah kenapa ‘setengah jam lalu’ terasa begitu lama untuk mereka jalani, bagi mereka setiap detik begitu berharga, setiap detik bisa saja mengubah segalanya, menjadi luka, menjadi duka. Sungguh, keluarga Guntur tidak siap untuk itu. 

“Papah, bagaimana terjadi sesuatu sama Daffa?” Laila mengelus dadanya dengan cemas, dia menarik tangan Guntur. Mencari penguatan. “Seharusnya sejak awal kita nggak mengizinkan Daffa mendonorkan hati, seharusnya kita nggak membiarkan Daffa. Ya Allah, Ya Robbi! Bagaimana ini? Mama membiarkan Daffa, Mama melepaskan Daffa tadi!” Tampak gontai dan Guntur langsung menangkap tubuh Laila.

“Mama jangan ngomong seperti itu. Tenangkan diri Mama. Nggak terjadi sesuatu sama Daffa.” Guntur menuntun Laila untuk duduk di sofa.

“Tapi anak kita Pah.” Kedua mata Laila memerah, digenangi airmata. “Dia belum bangun.”

Surga Di Balik Jeruji | SenjaWhere stories live. Discover now